HomeNalar PolitikKesetiaan Surya Paloh, Masihkah Kokoh?

Kesetiaan Surya Paloh, Masihkah Kokoh?

Surya Paloh dan partainya, Nasdem, disebut-sebut sebagai kawan politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang paling setia. Benarkah begitu?


PinterPolitik.com

“Are you loyal to yourself in advance? I said, tell me who you loyal to” – Rihanna, penyanyi R&B asal Barbados

Sebagai presiden, Jokowi memang selalu dikelilingi oleh banyak orang. Orang-orang tersebut bisa jadi menteri-menterinya, dewan-dewan penasihatnya, maupun keluarga dan kerabatnya.

Sang cucu Jan Ethes misalnya, sering kali mendampingi dirinya dalam beberapa kesempatan di hadapan publik. Dalam hal pemerintahan, sang presiden boleh saja banyak dibantu oleh menteri-menterinya, seperti Menteri BUMN Rini Soemarno, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, hingga Menkopolhukam Wiranto.

Namun, dalam hal politik, Jokowi disebut-sebut memiliki kedekatan tersendiri dengan beberapa politisi. Setidaknya, hal inilah yang dijelaskan oleh penulis dan jurnalis John McBeth dalam tulisannya di Asia Times.

Menurut McBeth, Paloh dan parpolnya, Nasdem, senantiasa kukuh dalam memberikan kesetiaannya terhadap Jokowi. Kesetiaan ini telah diberikannya sejak sebelum sang presiden menjabat dalam periode pertamanya.

Sebagai partai pertama yang mendukung Jokowi selain PDIP, mungkin sudah sepantasnya Nasdem mendapatkan hadiah dari sang presiden. Pada periode pertamanya, Nasdem memperoleh tiga pos jabatan setingkat menteri, yaitu Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Sebagai salah satu partai yang setia, tidak heran apabila Nasdem diprediksi akan memperoleh tambahan jatah menteri pada periode kedua Jokowi nanti. Menurut McBeth, Surya Paloh dan Nasdem dihitung oleh Jokowi sebagai salah satu kawan politik terpenting bagi sang presiden.

Terlepas dari jatah menteri yang didesas-desuskan tersebut, bagaimanakah  Paloh dan partainya menunjukkan kesetiannya pada Jokowi? Lalu, apakah mereka benar-benar setia terhadap sang presiden?

Kesetiaan Politik

Kita semua tidak jarang mensyaratkan orang atau hewan lain untuk memberikan kesetiaannya pada kita. Kesetiaan bukanlah kata yang asing dalam kehidupan sehari-hari kita, termasuk dalam politik.

Dalam sebuah tulisan yang berjudul “Loyalty,” John Kleinig menjelaskan bahwa kesetiaan merupakan sebuah watak praktis untuk bertahan dalam keterikatan asosiasional yang secara intrinsik dianggap bernilai. Dalam kesetiaan, turut disertai komitmen untuk mengamankan atau, setidaknya, tidak membahayakan kepentingan objek kesetiaan.

Baca juga :  Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Menurut Kleinig, kesetiaan biasanya disertai dengan perasaan ikatan afeksi yang kuat. Bahkan beberapa pendapat mengatakan bahwa kesetiaan membuat seseorang ingin tetap dalam ikatan tersebut meskipun tidak menguntungkan.

Kemauan seseorang yang ingin berkorban tersebut senada dengan penjelasan Allison M. Dowell dalam tulisannya yang berjudul “The Case for Political Loyalty.” Bagi Dowell, kesetiaan merupakan hal yang perlu diberikan, diminta, dan dipilih yang bebas dari pamrih.

Lalu, apakah Paloh dan Nasdem memberikan kesetiaannya tanpa pamrih pada Jokowi?

Kesetiaan merupakan hal yang perlu diberikan, diminta, dan dipilih yang bebas dari pamrih. Share on X

Sebagai salah satu parpol pertama yang memberikan dukungan pada Jokowi, kesetiaan Nasdem boleh saja tidak dapat diragukan. Setidaknya, itulah yang terlihat di publik.

Dalam beberapa kesempatan, Paloh dan Nasdem sering menunjukkan kerelaan yang dimilikinya terhadap sang presiden. Dalam reshuffle kabinet Jokowi pada tahun 2015 silam misalnya, menyebabkan digantinya menteri asal Nasdem, Tedjo Edhy Purdijatno, yang sempat mengisi posisi Menkopolhukam.

Menanggapi hal tersebut, Paloh tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan Jokowi pada saat itu. Paloh pun mempersilakan keputusan sang presiden dan menganggap hal tersebut untuk memenuhi kepentingan negara yang lebih besar.

Selain Tedjo, terdapat juga desas-desus pengurangan jatah menteri yang akan berdampak pada Nasdem. Hal ini dilakukan karena adanya upaya PAN dan Golkar yang mendukung pemerintahan Jokowi.

Hampir serupa, Ketum Nasdem tersebut menanggapi bukan dengan protes berlebihan di depan publik. Menurut Paloh, hal tersebut malah menguntungkan pemerintah karena dapat meningkatkan partisipasi dalam pemerintahan.

Dari sini, bisa dilihat bahwa Paloh dan Nasdem tampak mendukung Jokowi tanpa pamrih meskipun parpol tersebut tidak berada pada posisi yang dapat dibilang menguntungkan. Layaknya orang yang setia, keputusan sang presiden tetap didukung.

Atia Indonesia?

Namun, apa yang ditunjukkan oleh Paloh dan partainya belum tentu merupakan bentuk kesetiaannya terhadap Jokowi. Kesetiaan yang ditunjukkan tersebut bisa jadi berkaitan dengan kepentingan sang Ketum Nasdem.

Paloh, sebelum mendirikan ormas Nasional Demokrat, merupakan kader Golkar. Dalam partai tersebut, Paloh membangun karier politiknya dari bawah.

Namun, seperti yang dijelaskan oleh McBeth, Paloh memutuskan untuk keluar dari partai beringin tersebut dan mendirikan blok politiknya sendiri – ormas Nasional Demokrat berkembang menjadi parpol Nasdem.

Keputusannya untuk keluar dari Golkar tersebut didasarkan pada perbedaan ideologis antara dirinya dan partai beringin pada saat itu. Lagi-lagi, Paloh membangun narasi yang serupa. Ketum Nasdem tersebut mengklaim bahwa dirinya ingin mendukung idealisme meski tanpa memperoleh jabatan atau posisi yang strategis.

Baca juga :  Segitiga Besi Megawati

Terlepas dari narasi yang dibangunnya tersebut, Paloh bisa jadi memutuskan untuk berpindah kubu politik guna memenuhi kepentingan. Apa yang dilakukan bos Metro TV tersebut mirip dengan Atia dalam seri HBO berjudul Rome yang terinspirasi oleh kisah-kisah Romawi kuno.

Dalam kisah tersebut, Atia pada awalnya berada pada sisi Caesar akibat ikatan keluarga dan manfaat-manfaat yang diperolehnya. Namun, ketika kekuasaan dan kekayaan Pompey meningkat, Atia secara cepat menyusun rencana agar dapat masuk dalam tim Pompey.

Menurut Dowell, apa yang dilakukan oleh Atia merupakan kesetiaan politik palsu karena dirinya tidak setia pada Caesar maupun Pompey, melainkan pada egoisme dirinya sendiri. Akibatnya, kesetiaan yang dihasilkan hanyalah kesetiaan yang didasarkan pada kepentingan pribadi.

Seperti Atia, Paloh mungkin telah menyadari bahwa di penghujung masa jabatannya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebelumnya didukungnya sudah semakin berkurang pengaruhnya.

Selain itu, Kleinig dalam tulisannya pun menjelaskan bahwa kesetiaan juga memiliki dimensi lain selain ketiadaan pamrih. Menurutnya, kesetiaan juga didasari oleh motivasi-motivasi rasional.

Bisa jadi, pindahnya dukungan dirinya dari SBY ke Jokowi merupakan upaya Paloh untuk memenuhi kepentingannya. Sebulan setelah Mantan Wali Kota Solo tersebut dilantik menjadi presiden, beberapa usulan kesepakatan bisnis Paloh pun disinyalir telah diteken. Setahun berikutnya, kesepakatan bisnis tersebut pun dapat dilaksanakan dan diresmikan oleh Jokowi.

Mungkin, Paloh memang memiliki kepentingan tertentu pada tahun 2014. Namun, bagaimanakah dengan 2019 kini?

Kepentingan-kepentingan serupa dari Paloh mungkin memang belum terlihat seperti yang terindikasi pada tahun 2014-2015 silam. Namun, kesetiaan Nasdem terhadap Jokowi bisa jadi bukan tanpa kepentingan.

Bisa jadi, kesetiaan Paloh pada Jokowi dalam Pilpres 2019 lalu merupakan bentuk kesetiaan palsu yang hanya didasarkan pada kepentingan sang Ketum Nasdem. Mungkin, sang “kakanda” masih menginginkan perubahan yang menguntungkan.

Pada akhirnya, lirik penyanyi Rihanna di awal tulisan bisa dijawab oleh Paloh, mengingat sang Ketum Nasdem telah menunjukkan bentuk loyalitas yang tinggi. Menarik untuk ditunggu jawaban selanjutnya, apalagi terdapat isu kohabitasi Jokowi-Prabowo Subianto. (A43)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?