Hadirnya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan politikus PDIP, Budiman Sudjatmiko, dalam acara peringatan 9 Tahun Undang-Undang (UU) Desa di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, menyiratkan simbol politik yang sangat menarik. Mungkinkah kepala desa menjadi barisan tempur PDIP di Pemilu 2024?
PinterPolitik.com
“Symbols are powerful because they are the visible signs of invisible realities.” – Saint Augustine
Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy (Rommy) dalam acara “Adu Perspektif” sangat menggambarkan bagaimana politik bekerja di lapangan. “Politik itu adalah persepsi, dan politisi adalah aktor,” ungkap Rommy pada 8 Maret 2023.
Politik bekerja di dimensi simbol dan persepsi. Alasannya sederhana, yakni karena kebanyakan interaksi dalam politik tidak terjadi secara langsung. Hanya sedikit dari kita yang memiliki akses untuk bertemu dengan elite politik atau mendapatkan informasi A1.
Konsekuensinya kita mengandalkan medium atau perantara untuk memahami politik – seperti testimoni dan pemberitaan media. Konteks ini membuat “simbol” menjadi jantung dalam pagelaran politik, khususnya yang melibatkan massa yang sangat banyak.
Catherine Wong dalam tulisannya Little things matter for world leaders at China’s G20 summit … such as where they stand for photographs mencontohkan pentingnya simbol pada pertemuan pemimpin-pemimpin negara seperti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Menurut Wong, foto dalam pertemuan semacam itu biasanya menggambarkan situasi dan dinamika politik kekuasaan yang ada. Posisi duduk dan berdiri pemimpin-pemimpin negara dinilai mencerminkan kekuatan dan penting tidaknya negara tersebut.
Pemimpin bisa dianggap penting bila berdiri di baris depan atau baris tengah ketika berfoto bersama. Biasanya posisi berfoto para pemimpin negara ditentukan oleh tuan rumah sebagai penyelenggara kegiatan.
Berbagai analisis menunjukkan bahwa posisi berdiri seorang pemimpin negara menunjukkan tingkat hubungannya dengan negara tuan rumah. Semakin penting posisi suatu negara bagi tuan rumah, posisi fotonya akan di barisan depan dan tengah.
Pagelaran Simbol di HUT UU Desa
Apa yang dijelaskan Wong tidak hanya terjadi di politik internasional, melainkan juga dalam politik domestik. Posisi duduk dan siapa yang hadir dalam suatu acara menunjukkan simbol politik tertentu. Semakin penting pengaruh sang pejabat di acara, maka posisi duduknya akan semakin di depan atau tengah.
Pagelaran simbol ini dapat kita lihat dalam acara peringatan HUT ke-9 Undang-Undang (UU) Desa di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, pada 19 Maret 2023. Dalam acara itu Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri berada di tengah barisan depan para pejabat. Ini menunjukkan bahwa sang presiden ke-5 RI adalah politisi paling penting di acara itu.
Kemudian, tampak pula spanduk besar tiga sosok, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi), Megawati, dan penggagas UU Desa sekaligus politikus PDIP, Budiman Sudjatmiko. Padahal, menariknya, di acara tersebut hadir berbagai pejabat tinggi lainnya.
Dari kalangan menteri, terdapat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Azwar Anas, dan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi.
Kemudian terdapat pimpinan organisasi desa seperti Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) hingga Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), serta Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa.
Terkhusus Budiman, sekiranya terdapat tanda tanya, kenapa sosoknya bisa bersanding dengan Presiden Jokowi dan Megawati. Budiman bahkan bukanlah pejabat tinggi negara, petinggi partai politik, ataupun gubernur seperti Khofifah.
Alasan di balik sorotan itu adalah signifikansi Budiman dalam menggaet para kepala desa. Selain sebagai penggagas UU Desa, Budiman santer mempublikasikan betapa pentingnya UU tersebut demi ketahanan ekonomi nasional, termasuk ketahanan menghadapi pandemi Covid-19.
“Menurut saya, UU Desa seperti mengutip ucapan Pak Luhut Binsar Pandjaitan adalah UU yang memungkinkan kita, Indonesia bertahan. Indonesia bertahan dari pandemi salah satunya karena UU Desa,” ungkap Budiman pada 19 Maret 2023.
Well, dengan peringatan HUT UU Desa hanya diikuti oleh kepala desa, itu merupakan simbol dan pesan politik bahwa ketiga sosok tersebut yang perlu disorot lebih intens oleh para kepala desa.
Gottlob Frege dalam tulisannya The Thought: A Logical Inquiry menjelaskan fenomena ini dengan istilah “buah pikiran”. Buah pikiran merupakan konsep simbolis atau bahasa yang hendak ditransfer ke orang lain. Tiga spanduk besar sosok tersebut adalah konsep simbolis untuk memberikan penekanan betapa pentingnya ketiganya bagi mereka yang hadir di HUT UU Desa.
Konteks pertunjukan atau pagelaran simbol ini adalah salah satu ciri khas Megawati. Nikolaus Harbowo dalam tulisannya Simbol Sayur Lodeh di Pertemuan Jokowi-Megawati menyebutkan bahwa Megawati sangat lihai dalam memainkan simbol politik.
Pada 2014 dan 2017, misalnya, Megawati menunjukkan simbol politik dengan mengundang Presiden Jokowi untuk makan bersama di Istana Batutulis sebelum mendukungnya maju di kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres). Tingginya momen politik pertemuan biasanya ditunjukkan dengan santapan sayur lodeh yang merupakan makanan kegemaran Bung Karno.
Sekarang pertanyaannya, untuk apa pesan simbolis itu perlu ditekankan?
Kepala Desa dan Pemilu 2024
Ada satu tafsiran penting yang sepertinya menjadi tujuan, yakni untuk menegaskan betapa pentingnya PDIP bagi para kepala desa. Tiga sosok yang memiliki spanduk besar merupakan politisi PDIP. Presiden Jokowi merupakan kader PDIP, Megawati merupakan Ketum PDIP, dan Budiman adalah kader PDIP.
Well, melihat isu yang disuarakan di HUT UU Desa, pesan simbolis itu sepertinya sudah berhasil ditransfer. Kendati urung dilakukan, pada awalnya terdapat niatan untuk mendukung kembali Presiden Jokowi agar menjabat tiga periode.
Ini jelas menunjukkan betapa pentingnya posisi Presiden Jokowi yang merupakan kader PDIP bagi kepentingan para kepala desa.
Terkhusus untuk PDIP, pagelaran simbol ini sekiranya bermuara pada Pemilu 2024. Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Operasi Intelijen di Balik Demonstrasi Kades, telah dijelaskan bahwa kepala desa memiliki daya tawar politik yang tinggi.
Sedikit mengulang, pemerintahan desa adalah pemerintahan terbawah (secara hierarki) di Indonesia dan merupakan pemerintahan terdekat dengan sumber suara.
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menjelaskan bahwa pada era Orde Baru para pimpinan kecamatan (camat) merupakan agen intelijen untuk menyuplai informasi.
Pada masa itu, camat memiliki banyak kewenangan di bidang perizinan dan catatan sipil sehingga dapat mengkomunikasikan arahan kepada warga di wilayahnya.
Nah, konteks “kekuatan” camat itu yang sekarang dilihat di para kepala desa. Mereka memiliki akses lebih dekat dengan suara masyarakat desa yang merupakan unit pemerintahan terbawah.
Apdesi sangat memahami daya tawar politik itu. “Kalau dia (partai politik) dapat dukungannya enggak usah jauh-jauh lah, satu provinsi saja Jatim (atau) Jateng (Jawa Tengah) dari kepala desa saya yakin dia dapat minimal 50 persen suara di desa,” ungkap Ketua MPO Apdesi Asri Anas pada 22 Januari 2023.
Pernyataan Anas sekiranya menjawab mengapa Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa turut hadir di acara HUT UU Desa. Sedikit memberi konteks, perolehan suara PDIP di Jatim pada Pemilu 2019 sebanyak 4,32 juta suara (15,97%). Jumlah ini hanya kalah dari perolehan suara di Jateng yang mencapai 5,77 juta suara (21,32%).
Mungkin, dapat dikatakan bahwa PDIP tengah membidik kekuatan politik para kepala desa untuk menjadi senjata atau barisan tempur di Pemilu 2024. Sebagaimana diketahui, PDIP memiliki ambisi besar untuk hattrick atau kembali menjadi pemenang di Pemilu 2024.
Simpulan ini semakin diperkuat dengan PDIP menjadi yang terdepan dalam mendukung revisi UU Desa. “PDIP sedang mendorong revisi terbatas UU Desa, ada nomenklatur yang perlu diubah,” ungkap Budiman pada 18 Maret 2023.
Menurut Budiman, ada dua hal yang perlu direvisi. Pertama, alokasi dana desa untuk pembangunan infrastruktur. Kedua, merubah masa jabatan kepala desa, dari maksimal tiga periode dengan masa jabatan enam tahun, menjadi dua periode dengan masa jabatan sembilan tahun.
Kemudian, sebagaimana yang disuarakan para kepala desa di HUT UU Desa, PDIP juga mendorong 10% APBN dialokasikan untuk dana desa.
Oh, iya, sebelum acara HUT UU Desa, Megawati juga melakukan pertemuan di Istana Batutulis dengan Presiden Jokowi pada 18 Maret 2023. Sekali lagi, yang disantap adalah sayur lodeh. (R53)