HomeHeadlineKenapa Politisi Senang "Gaslighting"?

Kenapa Politisi Senang “Gaslighting”?

Pidato Megawati Soekarnoputri dalam acara HUT ke-50 PDIP  jadi sorotan publik karena dianggap melontarkan sejumlah kritik pedas pada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kaum milenial mungkin melihat pidato tersebut sebagai contoh gaslighting. Bagaimana kacamata politik melihat fenomena gaslighting ini?


PinterPolitik.com

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai politik (parpol) terbesar di Indonesia, baru saja merayakan hari jadinya yang ke-50 pada 10 Januari lalu.

Acara perayaan tersebut jadi perhatian utama para pengamat politik dan media massa dari seluruh penjuru Indonesia, dan kalau menurut PDIP, media asing pun banyak yang hadir dalam acara yang digelar di JIEexpo Kemayoran Jakarta tersebut.

Sudah jadi rahasia umum sepertinya bila orang-orang yang memperhatikan perayaan tersebut sebenarnya mengantisipasi pengumuman capres pilihan Ketua Umum (Ketum) Megawati Soekarnoputri.

Namun sayang, dalam pidatonya Mega belum juga mengumumkan capres dari PDIP untuk Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024). Yang terjadi, dan jadi sorotan publik, malah sejumlah pernyataan Mega yang terkesan “menyindir” Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sesuai dengan yang sudah dibahas dalam artikel PinterPolitik berjudul Megawati Tagih Balas Budi Jokowi?, sindiran-sindiran yang dilemparkan Mega mungkin bertujuan untuk membuat Jokowi merasa berasalah atau berutang budi karena teringat dirinya bisa jadi Presiden dengan dukungan PDIP.

Akan tetapi, selain itu beberapa orang yang menonton video pidato Mega mungkin akan merasa bahwa apa yang dikatakan Mega tentang Jokowi terlihat cukup “brutal”, karena dilakukan terhadap seorang petinggi negara di depan kader dan penonton video dari seluruh Indonesia.

Di kalangan milenial, aksi seperti itu mungkin akrab disebut sebagai aksi gaslighting atau manipulasi psikologis yang menaruh tekanan besar pada targetnya karena kesalahan dan kelemahan targetnya diketahui secara umum.

Baca juga :  Perang Bharatayuddha Jokowi vs Megawati

Namun, bagaimana bila kita melihat fenomena gaslighting ini dari pandangan politik?

image 33

Teknik Psikologis yang Kejam?

Fenomena gaslighting adalah fenomena sosial lama yang baru dapat perhatian beberapa tahun ke belakang ini. Gaslighting bisa terjadi di mana-mana, entah itu di sekolah, lingkungan kerja, bahkan lingkungan sepermainan.

Namun, gaslighting yang berdampak besar biasanya dilakukan oleh seseorang dengan power atau jabatan yang lebih tinggi, seperti seorang bos, terhadap seseorang yang memiliki status di bawah mereka, seperti karyawan. Praktiknya pun cukup umum, contohnya seperti seorang atasan yang mengkritisi kelemahan karyawannya dalam sebuah pertemuan bersama karyawan lain.

Farah Latif dalam tulisannya Political Gaslighting in the Climate Change Discourse Surrounding the 2016 Election, menyebutkan gaslighting politik pada dasarnya bertujuan memainkan psikologis baik dari target menyebutkan-nya dan masyarakat (umumnya yang mendukung politisi terkena gaslight), dengan tujuan menciptakan rasa kacau dalam kepercayaan diri.

Dari pandangan politisi yang jadi target gaslight, serangan psikologis seperti ini mampu membuat mereka meragukan kekuatannya sendiri, dan apabila ia memiliki keterikatan dengan sosok yang meng-gaslight mereka, otomatis mereka akan menduga-duga telah melakukan kesalahan besar sehingga mereka dilihat pantas untuk diindimidasi.

Kalau dari pandangan para pendukungnya, gaslighting ini juga mampu membuat mereka merasa tidak aman terhadap politisi yang sedang diintimidasi. Seperti perasaan yang muncul ketika seorang sosok idola direndahkan oleh orang lain, para pendukungnya pasti merasa gelisah dan tak nyaman.

Akan tetapi, gaslighting politik tidak hanya tentang intimidasi saja. Rohitha Naraharisetty dalam tulisannya How ‘Political Gaslighting’ Undermines the Truth, menyebutkan bahwa teknik gaslighting politik umumnya digunakan oleh seorang pemegang power yang memiliki kecenderungan narsistik untuk membuat targetnya berada dalam kendali akibat dampak psikologis negatif yang muncul.

Baca juga :  PDIP Gabung Prabowo, Breeze atau Hurricane? 

Dan jika membawa pandangan ini ke persoalan pernyataan Mega yang tampak “menyindir” Jokowi, maka sebenarnya tidak terlalu spekulatif jika kita ingin melihat bahwa Ketum PDIP tersebut tengah membuat Jokowi semakin berada dalam “kontrolnya”. Terlebih lagi, publik pun belakangan semakin menyadari bahwa Jokowi telah melakukan manuver politiknya sendiri, khususnya tentang capres pilihan untuk 2024.

Tapi tentu ini semua hanya interpretasi belaka. Mungkin hanya Mega, Jokowi, dan beberapa petinggi PDIP yang tahu apa sebenarnya tujuan dari pidato Mega yang terkesan “gaslighting” itu. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

Taktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Dengarkan artikel berikut Acara pembekalan para calon menteri yang dilakukan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto jadi sorotan publik. Kira-kira apa motif di baliknya?  PinterPolitik.com  Dalam dunia pendidikan, kegiatan...