HomeHeadlineKenapa Pendukung Anies Pilih RK?

Kenapa Pendukung Anies Pilih RK?

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Para pemilih Anies Baswedan dinilai cenderung memilih pasangan calon Ridwan Kamil (RK)-Suswono di Pilkada Jakarta 2024. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

โ€œI fought the Mad King for your father. I fought Joffrey for you. We are kin, Stark and Karstarkโ€ โ€“ Rickard Karstark, โ€œKissed by Fireโ€ (2013)

Setidaknya, begitulah ucapan Lord Rickar Karstark dalam serial televisi Game of Thrones (2011-2019) kepada rajanya kala itu, Robb Stark. Sebagai bagian dari wilayah North di Westeros, keluarga bangsawan Karstark menyatakan kesetiaannya kepada keluarga Stark.

Rickard-pun memiliki sejumlah alasan. Pertama, Karstark dari generasi pertama memang sudah mendukung legitimasi keluarga Stark. Pasukan-pasukannya juga akan senantiasa setia kepada Stark.

Selama Karstark mendeklarasikan dukungan pada Stark, pasukan dan segala sumber daya yang dimiliki keluarga bangsawan itu juga akan digunakan untuk mendukung North. Ini juga menjadi bentuk bukti kesetiaan mereka.

Kesetiaan politik semacam inipun berlaku dalam politik Indonesia, baik dalam politik elektoral maupun politik kebijakan dan pemerintahan. Tidak harus dalam bentuk kesetiaan karena keluarga, bisa saja kesetiaan terbentuk karena ikatan politik seperti partai politik (parpol).

Ganjar Pranowo, misalnya, sebagai kader PDIP juga setia kepada partainya. Selama Ganjar menyatakan dukungan pada PDIP, besar kemungkinan pendukung dan relawannya juga mendukung segala upaya politk PDIP. 

Bukan hanya Ganjar, hal yang sama juga berlaku pada relawan Joko Widodo (Jokowi). Kelompok-kelompok relawan seperti Projo bisa saja akan mengupayakan segala upaya politik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, misal untuk mendukung salah satu calon presiden (capres).

Bentuk kesetiaan politik ini juga tidak hanya berlaku di tingkat politik nasional, melainkan juga politik daerah. Salah satunya adalah dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), termasuk Pilkada Jakarta 2024 antara Ridwan Kamil (RK)-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, dan Pramono Anung-Rano Karno.

Namun, dalam permainan Pilkada Jakarta kali ini, kunci kemenangan tidak terletak pada salah satu dari tiga pasangan kandidat itu, melainkan pada salah satu bakal calon yang akhirnya gagal maju dalam kontestasi Pilkada ini, yakni Anies Baswedan.

Baca juga :  The Pig Head in Tempo

Ke manakah kesetiaan Anies akan berlabuh dalam Pilkada ini? Kemudian, mengapa akhirnya para pendukung Anies memilih pasangan calon (paslon) tersebut?

Pendukung Anies dan โ€˜Anak Abahโ€™

Bayangkan kalau Karstark di Game of Thrones menyebut diri mereka sebagai Anak Karstark. Istilah ini bisa saja menjadi identitas yang begitu mereka pegang sehingga nilai-nilai yang pemimpin dan pendahulunya pegang, seperti kesetiaan kepada Stark, juga mereka pegang teguh.

Kemudian, bayangkan bila Karstark ini adalah Anies. Ke manapun, Anies melabuhkan kesetiaannya, ke situ juga dukungan politik para pendukung Anies, atau biasa disebut sebagai Anak Abah, akan berlabuh.

Mengapa demikian? Setidaknya, hal ini bisa dijelaskan dengan menggunakan Teori Identitas Sosial dari Henri Tajfel dan John Turner dalam tulisan mereka yang berjudul โ€œThe Social Identity Theory of Intergroup Behaviourโ€.

Dalam tulisan itu, mereka menjelaskan bahwa manusia hidup dalam kelompok-kelompok yang didasarkan pada identitas sosial. Bagaimana seorang individu bergabung dengan kelompok? Jawabannya adalah dengan melakukan kategorisasi sosial.

Kategorisasi sosial ini dilakukan dengan memasukkan diri mereka dalam sebuah kelompok. Prosesnya berjalan melalui komparasi sosial, yakni membandingkan nilai-nilai yang dimiliki satu sama lain.

Misal, si A dan B memiliki sejumlah nilai yang sama. Mereka sama-sama suka dengan idol group yang sama, katakanlah namanya adalah IKN49. Akhirnya, mereka mengategorisasikan diri mereka dengan kelompok penggemar dari IKN49.

Nah, hal yang sama juga berlaku dalam politik. Seperti yang dijelaskan oleh Leonie Huddy dan Alexa Bankert dalam tulisan mereka yang berjudul โ€œPolitical Partisanship as a Social Identityโ€, dukungan politik-pun merupakan sebuah identitas sosial.

Bayangkan terdapat seorang politikus bernama A. A ini mengusung sejumlah program berdasarkan nilai-nilai keadilan. 

Individu-individu lainnya, seperti B, C, D, dan seterusnya, akan melakukan komparasi antara A dan politisi lainnya, misal Z. Besar kemungkinan B, C, dan D akan lebih memilih salah satu yang lebih dekat secara nilai dan kepentingan.

Baca juga :  Inikah Akhir Hidup NATO?

Bukan tidak mungkin, para Anak Abah memilih Anies karena persamaan nilai. Ini akhirnya membangun semacam identitas sosial berupa dukungan politik kepada Anies.

Lantas, dengan Anies gagal maju dalam Pilkada Jakarta 2024, kepada siapakah dukungan Anak Abah berlabuh? Mengapa?

Anak Abah Pilih Ridwan Kamil?

Muncul sebuah survei dari Poltracking mengatakan bahwa para pendukung Anies di Pilkada Jakarta 2017 dan Pilpres 2024 sebagian besar lebih cenderung memilih RK-Suswono di Pilkada Jakarta 2024. Konteks ini menjadi menarik karena kemungkinan ini tidaklah mustahil.

Sebagai sosok yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, Anies dinilai berhasil menerapkan sejumlah program dan kebijakan yang baik. Anies dinilai telah melakukan pembangunan Jakarta yang mementingkan manusia dalam unit sosial.

Konsep ini disebut sebagai urbanisme sosial, di mana pengembangan kota juga mempertimbangkan kondisi sosial manusianya. Misal, untuk meningkatkan kohesi sosial, Anies memilih untuk membangun sejumlah taman dan infrastruktur yang saling menghubungkan masyarakat Jakarta.

Ini mengapa akhirnya bukan tidak mungkin nilai-nilai ini yang akan dicari oleh para Anak Abah, setidaknya bagi mereka yang mengategorisasikan diri mereka dengan Anies berdasarkan nilai dan prinsip social urbanism

Menariknya, dalam banyak wawancara, ada kesamaan tertentu antara Anies dan RK. Setidaknya, dalam tata kota, keduanya sama-sama meyakini bahwa akses untuk ruang-ruang publik terbuka adalah salah satu kunci untuk menjaga kohesi sosial di masyarakat.

RK sendiri merupakan seorang arsitek yang memahami penataan ruang dan tata kota. Bukan tidak mungkin, prinsip-prinsip sejalan dengan Anies juga menjadi penilaian bagi arah dukungan Anak Abah.

Sementara, bila dibandingkan, Pramono dan Dharma tidak memiliki kapabilitas atau latar belakang serupa. Pramono adalah seorang politikus praktis. Sementara, Dharma merupakan seorang pensiunan polisi.

Well, inipun masih hasil survei awal. Semua bisa saja berubah. Dukungan Karstark kepada Stark saja bisa berubah meskipun ikatan darah ada pada mereka. Semua kembali lagi pada pilihan anak-anak Abah. (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Siasat Ahok โ€œBongkarโ€ Korupsi Pertamina

Ahok tiba-tiba angkat bicara soal korupsi Pertamina. Mengacu pada konsep blame avoidance dan UU PT, mungkinkah ini upaya penghindaran?

Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Presiden Prabowo Subianto telah resmikan peluncuran BPI Danantara pada Senin (24/2/2025). Mengapa mimpi Sumitro Djojohadikusumo ini penting?