Site icon PinterPolitik.com

Kenapa PDIP PDKT ke Khofifah?

mengapa pdip pdkt ke khofifah

Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mendampingi Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri saat meresmikan Kebun Raya Mangrove Gunung Anyar Surabaya pada Juli 2023 silam. (Foto: Jurnal9.tv)

Dengarkan artikel ini:

https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2024/04/khofifah-full.mp3
Audio ini dibuat menggunakan AI.

Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa akan maju kembali dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jatim 2024. Meski kerap berseberangan dalam politik di masa lalu, PDIP kini tampak mulai mendekati Khofifah.


PinterPolitik.com

“They can live in my new world, or they can die in their old one” – Daenerys Targaryen, Game of Thrones (2011-2019)

Di suatu negeri yang jauh, tepatnya di daratan timur Essos, seorang ratu naga bangkit menjadi salah satu pemimpin terkuat daam sejarah Westeros. Dia adalah Daenerys Targaryen, seorang pewaris takhta Westeros dari keluarga Targaryen yang terasingkan akibat perang.

Bermula dari pengasingan, Daenerys mengumpulkan kekuatan untuk bisa kembali berkuasa dan menyerang Westeros. Untuk melakukannya, Daenerys mengumpulkan simpati rakyat dengan menjargonkan dirinya sebagai pembela rakyat kecil dan melawan rantai penguasa yang membelenggu mereka.

Berbagai kelompok ia dekati. Kelompok-kelompok rakyat ini akhirnya bersedia mengorbankan nyawa mereka dan mengikuti Daenerys secara setia. Mungkin, Daenerys-lah yang bisa menjadi penguasa daratan timur yang sebenarnya.

Meski merupakan tokoh fiktif dalam seri Game of Thrones (2011-2019) atau GoT, sosok Daenerys yang juga berkuasa dari timur ini boleh jadi juga eksis di realitas politik Indonesia. Di timur Jawadwipa, munculah seorang perempuan penguasa yang kini menjabat sebagai gubernur Jawa Timur (Jatim), yakni Khofifah Indar Parawansa.

Setelah beberapa kalah dari Soekarwo (Pakde Karwo) dalam beberapa pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebelumnya, Khofifah akhirnya berhasil memenangkan Pilkada Jatim 2018 atas Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang diusung oleh PDIP. 

Nama Khofifah-pun hingga sekarang masih menjadi nama calon gubernur (cagub) dengan elektabilitas tertinggi dalam banyak survei. Mungkin, bisa dibilang, Khofifah sudah ‘terlalu besar’ untuk bisa dikalahkan.

Sementara itu, nama-nama cagub potensial PDIP yang populer masih memiliki felektabilitas di bawah Khofifah. Mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma), misalnya, memiliki elektabilitas yang terpaut jauh bila dibandingkan Khofifah dalam banyak hasil survei meskipun merupakan figur populer di Jatim.

PDIP-pun akhirnya kini mulai tampak ‘mendekati’ Khofifah. Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah bahkan mengatakan bahwa PDIP memiliki banyak kader potensial yang bisa maju sebagai bakal calon wakil gubernur (cawagub) Khofifah meskipun Khofifah telah deklarasi bersama wakil gubernurnya (wagub) saat ini, Emil Dardak. 

Lantas, mengapa PDIP tetap berusaha mendekati dan merayu Khofifah? Siasat politik apa yang disiapkan PDIP sebenarnya?

PDIP Akhirnya ‘Mengalah’?

Dalam kisah GoT, Daenerys tidaklah sendirian. Dia didampingi oleh para jenderal dan penasihat. Salah satunya adalah Lord Varys.

Lord Varys sendiri sebelumnya berada di pihak keluarga kerajaan yang dikuasai oleh keluarga Lannister, musuh dari Daenerys. Namun, Varys memutuskan untuk bergabung dengan sang ratu naga yang memiliki jumlah pasukan yang jauh lebih besar.

Bukan tidak mungkin, kekuatan Daenerys yang begitu besar ini menjadi salah satu alasan mengapa Varys akhirnya bergabung menjadi penasihatnya. Varys percaya bahwa Daenerys-lah yang bisa menciptakan keteraturan di Westeros.

Apa yang dilakukan Varys ini bukan tidak mungkin tergolong dalam konsep bandwagoning. Dalam studi Hubungan Internasional (HI), mengacu ke tulisan Chong Ja Ian yang berjudul Revisiting Responses to Power Preponderance, bandwagoning dilakukan dengan memihak dengan aktor yang lebih kuat agar kepentingan sendiri tetap terjaga. 

Dalam Pilkada, bandwagoning adalah saat orang-orang, partai politik, atau kelompok tertentu bergabung atau mendukung kandidat yang dianggap akan menang besar. Ini terjadi karena kandidat tersebut populer atau telah melakukan dengan baik di masa lalu. 

Ketika kandidat populer ini mendapatkan dukungan besar dari masyarakat, lebih banyak orang atau kelompok akan ikut mendukungnya. Partai politik dan politisi lokal cenderung mendukung kandidat yang dianggap akan menang besar untuk meningkatkan kesempatan mereka sendiri dalam memenangkan kursi atau mendapatkan kekuasaan.

Pemilih juga terpengaruh oleh bandwagoning. Mereka merasa lebih yakin untuk mendukung kandidat populer, terutama jika dukungan untuk kandidat tersebut semakin meningkat. Orang yang awalnya ragu-ragu bisa saja juga akan ikut mendukung kandidat populer untuk bergabung dengan mayoritas.

Dukungan dari pemimpin lokal, tokoh masyarakat, atau kelompok kepentingan juga mempengaruhi bandwagoning. Ketika mereka mendukung kandidat tertentu, ini bisa membuat lebih banyak orang untuk ikut mendukungnya.

Nah, bukan tidak mungkin, faktor-faktor inilah yang akhirnya juga membuat PDIP melakukan bandwagoning terhadap Khofifah. Namun, bila bandwagoning ini diperlukan untuk menjaga kepentingan PDIP, misal agar mendapatkan kekuasaan atau kursi, mungkinkah ada kepentingan lanjutan di baliknya?

Ancang-ancang PDIP untuk 2029?

Di Westeros, para keluarga bangsawan memiliki wilayah masing-masing yang dikuasainya. Meski begitu, para keluarga bangsawan ini menyatakan kesetiaan terhadap takhta tertinggi, yakni raja yang berkuasa di King’s Landing.

Realitas politik yang seperti ini juga eksis dalam politik Indonesia. Setiap wilayah daerah memiliki pengaruh dan kekuatan politik mereka masing-masing. Ada banyak faktor kekuatan, mulai dari jumlah penduduk hingga sumber daya yang dimiliki.

Semenjak Orde Baru berakhir, upaya desentralisasi dilakukan. Pemerintah daerah akhirnya juga memiliki otonomi lebih luas. Mengacu ke tulisan Purwo Santoso yang berjudul Proliferation of Local Governments in Indonesia, pemerintah daerah akhirnya bisa mengatur sumber dayanya secara lebih leluasa.

Namun, seperti yang diketahui, politik jugalah soal siapa yang memiliki sumber. Sumber ini bisa digunakan untuk mempengaruhi dinamika politik nasional, mulai dari identitas hingga legitimasi.

Lantas, apa hubungannya dengan PDIP? Mengapa ini berkaitan dengan upaya untuk mendekati Khofifah?

Menarinya, PDIP pernah selama sepuluh tahun menjadi partai oposisi di level nasional saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa. Dan, selama itu pula, PDIP bisa bertahan hingga menjadi partai pemenang di Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.

Peneliti tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Burhanuddin Muhtadi, menilai bahwa PDIP mampu bertahan karena memiliki sejumlah kepala daerah yang menjanjikan. Kala itu, nama-nama seperti Joko Widodo (Jokowi) di Solo dan Risma di Surabaya menjadi kunci penguasaan daerah oleh PDIP.

Dengan otonomi daerah, bukan tidak mungkin PDIP akhirnya mampu memobilisasi sumber, mulai dari legitimasi hingga distribusi sumber, untuk akhirnya bisa mendominasi dalam Pemilu 2014. Bukan tidak mungkin, cara yang sama akan dilakukan oleh PDIP, mengingat kini muncul wacana agar partai berlambang kepala banteng itu untuk menjadi oposisi di pemerintahan mendatang.

Well, pada akhirnya, layaknya kutipan percakapan Daenerys dalam GoT di awal tulisan, PDIP hanya punya dua pilihan, yakni antara bergerak terus agar bisa hidup di masa pemerintahan Prabowo Subianto yang akan datang atau menjadi partai yang tidak bernas lagi. Boleh jadi, daerah adalah cara PDIP bertahan ke depannya. (A43)


Exit mobile version