HomeHeadlineKenapa Demokrat Ngotot Mengusung AHY?

Kenapa Demokrat Ngotot Mengusung AHY?

Elektabilitas yang rendah bukanlah halangan Partai Demokrat untuk mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilpres 2024. Partai Demokrat bahkan diketahui terlibat ketegangan dengan Partai NasDem karena dinilai bersikeras menyodorkan nama AHY sebagai cawapres Anies Baswedan. Pertanyaannya, kenapa Partai Demokrat begitu ngotot mengusung AHY?


PinterPolitik.com

“Man is a rational animal. So at least we have been told.” ― Bertrand Russell

Sekiranya kita semua sudah mengetahui jika elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masihlah rendah. Selain itu, ada pula sentimen karier politik instan karena merupakan putra mahkota Cikeas. Meskipun sudah menjabat Ketua Umum Partai Demokrat, AHY disebut belum mampu keluar dari bayang-bayang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tidak heran kemudian Partai NasDem terlihat begitu resisten jika AHY dipaksakan menjadi pendamping Anies Baswedan di Pilpres 2024. “Pertanyaannya, kalau tidak dengan itu (AHY) apakah mau tetap dukung Anies?,” ungkap Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali pada 24 Januari 2023.

Terkait manuver Demokrat, sekiranya ada satu hal yang menjadi pertanyaan kita semua. Kenapa Partai Demokrat terlihat ngotot mengusung AHY?

Apakah Partai Demokrat tidak sadar peluang AHY kecil jika diusung? Apakah manuver politik Partai Demokrat tidak rasional?

image 97

Meraba Rasionalitas Demokrat

Well, sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami apa yang disebut sebagai rasionalitas (rationality). Adam Hayes dalam tulisannya Rational Behavior: Definition and Example in Economics, menjelaskan rasionalitas mengacu pada proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada perumusan pilihan yang dinilai paling bermanfaat pada individu.

Menariknya, meminjam penjelasan Francis Fukuyama dalam buku State-Building: Governance and World Order in the 21st Century, rasionalitas pada tingkat individu berbeda dengan rasionalitas pada tingkat organisasi atau kelompok.

Fukuyama menerangkan, tujuan organisasi sebenarnya tidak pernah hadir secara jelas karena individu dalam organisasi memiliki penafsiran yang berbeda atas peristiwa atau tujuan tersebut. Perbedaan itu terjadi karena tiap individu memiliki penafsiran sendiri soal yang bermanfaat untuk dirinya. Ini yang disebut rasionalitas kelompok berbeda dengan rasionalitas individu.

Nah, sekarang pertanyaannya, pada kasus keheranan banyak pihak karena Partai Demokrat terkesan memaksakan AHY, mungkinkah pihak-pihak yang merasa heran tengah memaksakan rasionalitas individualnya untuk memahami rasionalitas partai mercy sebagai organisasi?

Baca juga :  Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Jika membahas kemungkinan menang, sekiranya tepat mengatakan Demokrat tidak rasional apabila bersikeras mengusung AHY. Namun, bagaimana jika tujuan Demokrat bukan untuk menang di Pilpres 2024?

Besar kemungkinan tujuan Demokrat mengusung AHY adalah konsolidasi internal. Seperti diketahui, AHY belum memiliki posisi yang kokoh sebagai pimpinan tertinggi partai mercy. Kita bisa melihat buktinya pada usaha kudeta yang salah satunya dimotori oleh eks Panglima TNI Moeldoko beberapa waktu yang lalu.

Jika Demokrat berhasil menempatkan AHY sebagai cawapres di Pilpres 2024, semua kader partai akan solid untuk menunjukkan dukungannya. Ini adalah apa yang disebut Benedict Anderson sebagai komunitas terbayang dalam bukunya Imagined Communities.

Menurut Anderson, negara pada dasarnya adalah komunitas terbayang. Dengan Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, berbagai elemen masyarakat kemudian membayangkan terdapat negara bernama Indonesia yang telah merdeka.

Pada kasus Partai Demokrat, jika AHY berhasil menjadi cawapres, ini akan membuat kader-kader Demokrat membayangkan bahwa mereka memiliki sosok untuk diperjuangkan. Di saat bersamaan, ini membangun dan memperkuat konsolidasi internal partai.

Strategi ini juga dilakukan berbagai partai lain, seperti PAN. Alasan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan ingin maju di kontestasi pilpres bukan karena benar-benar ingin maju, melainkan ingin membangun konsolidasi internal agar kader PAN mendukung stabilitas kekuasaannya.

Well, kita saja yang merupakan masyarakat biasa sekiranya dapat menghitung bahwa peluang Ketua Umum PAN itu sangatlah kecil untuk menang, apalagi Zulhas yang merupakan politisi dan pebisnis senior.

ahy rela tak jadi cawapres ed.

Pengorbanan Demokrat?

Kembali pada AHY dan Partai Demokrat. Mungkin dapat dikatakan partai mercy sedang melakukan strategi sham sacrifice. Ini adalah salah satu strategi dalam permainan catur.

Rudolf Spielmann dalam bukunya The Art of Sacrifice in Chess, mendefinisikan sham sacrifice sebagai strategi mengorbankan bidak dalam waktu tertentu, di mana nantinya pengorbanan itu menghasilkan keuntungan materil (memakan bidak musuh) yang setara atau lebih besar. Ini berbeda dengan real sacrifice, di mana pengorbanan yang dilakukan tidak mendapatkan kembali keuntungan materil.

Baca juga :  Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Dengan mengusung AHY, Partai Demokrat sekiranya menyadari bahwa mereka berpotensi untuk kalah. Namun, itu adalah pengorbanan yang harus dikeluarkan demi membangun dan menguatkan konsolidasi internal partai. Pasalnya, Partai Demokrat akan sulit tumbuh dan besar kembali jika kepemimpinan AHY tidak kunjung stabil dan kuat.

Terlebih lagi, saat ini usia SBY sudah menginjak 73 tahun. Jika Demokrat melepaskan momentum Pilpres 2024 alias menunggu 6 tahun lagi, SBY belum tentu masih dapat menopang AHY seperti sekarang.

Meminjam penjelasan sosiolog Vilfredo Pareto, sirkulasi atau perputaran elite adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Elite yang sekarang berkuasa akan digantikan oleh elite yang lainnya. Ada pula kasus non-elite yang menjadi rising star menggantikan elite yang tengah berkuasa.

Kita bisa melihat kasus Joko Widodo (Jokowi) dan PDIP. Menurut ilmuwan politik Jeffrey Winters, ketika Jokowi menjadi rising star, banyak pihak di sekitar Megawati Soekarnoputri memandangnya sebagai “pengganggu”.

Mereka ”cemburu” karena kerja kerasnya selama bertahun-tahun untuk mencapai posisi penting di partai ataupun mendapatkan kepercayaan dari Megawati, justru disusul oleh sosok yang bahkan tidak jelas jabatan strukturalnya di internal PDIP.

Kasus Jokowi yang melejit pada 2014 lalu adalah contoh non-elite yang (berpotensi) menggeser posisi elite yang tengah berkuasa. Sejak beberapa tahun terakhir mencuat wacana Jokowi akan menjadi Ketua Umum PDIP. Jika terjadi, Jokowi jelas akan menggugurkan trah Soekarno sebagai pemimpin tertinggi partai banteng.

Sebagai penutup, sekiranya kita dapat menyimpulkan dua hal. Pertama, Partai Demokrat sepertinya sedang menjalankan strategi sham sacrifice. Tujuan atau rasionalitas Demokrat mengusung AHY bukan untuk menang di Pilpres 2024, melainkan untuk membangun dan memperkuat konsolidasi internal partai.

Kedua, elite-elite di sekitar AHY kemungkinan menyadari ini adalah momentum emas AHY. Dengan masih adanya back up dari SBY, Pilpres 2024 adalah momentum untuk melambungkan karier politik AHY sebagai cawapres. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Dengarkan artikel ini: Dibuat dengan menggunakan AI. Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok...

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...