“When you play a Game of Thrones you win or you die.”
– Cersei Lannister, Game of Thrones
PinterPolitik.com
Tanggal 19 April 2017 menandai terbentuknya Jakarta yang baru melalui kepemimpinan Gubernur Terpilih Anies Baswedan. Menurut beberapa lembaga survei, seperti Voxpoll, Indo Barometer, Indikator, Charta Politika, SMRC, iNews Research, beliau menang dengan mengalahkan telak Calon Gubernur Petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebanyak 58 sampai dengan 59 persen melawan Ahok sebesar 41 persen sampai dengan 42 persen.
Kemenangan Anies ini digadang terkait isu kesantunan yang dibawa oleh Anies-Sandi. Hal ini menurut para pemilih diharapkan menjadi pintu bagi Jakarta yang lebih bermartabat dan santun di dalam kerangka agama Islam. Meskipun demikian, ada dugaan bahwa kesantunan Anies Baswedan dan kemenangannya menjadi gubernur Jakarta hanyalah sebuah permainan belaka, yang didalangi oleh kelompok atau orang-orang tertentu yang ingin berkuasa di Indonesia melalui gerakan makar untuk menjatuhkan Presiden Jokowi melalui kekalahan Ahok. Benarkah demikian adanya? Marilah kita telurusi faktanya di dalam artikel ini.
Kesantunan Sebagai Warisan Kehidupan Anies
[dropcap size=big]A[/dropcap]nies Baswedan, yang bernama lengkap Anies Rasyid Baswedan Ph.D ini, lahir di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 6 Mei 1969 dari pasangan Drs. H. Rasyid Baswedan (alm) seorang Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dan Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia dan Prof. DR. Aliyah Rasyid, M.Pd, Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogjakarta.
Keluarganya adalah keluarga islam yang selalu mengajarkan mengenai nilai-nilai keislaman, seperti taat beribadah dan serta pembiasaan untuk bersikap santun kepada semua orang, serta pembiasaan lainnya seperti pembiasaan banyak membaca, kerja keras, bertanggung jawab, berbicara di depan umum, berorganisasi, menghadapi tantangan, serta pembiasaan-pembiasaan baik lainnya, termasuk di dalamnya usaha untuk menjadi tangguh dan tetap sederhana.
Keluarga juga yang membuatnya menjadi pribadi yang kuat dan sukses seperti sekarang ini. Oleh karena itu, fungsi keluarga, terutama orang tua yang tegas untuk anak-anak sangat penting, terutama untuk menumbuhkan kesantunan, tata krama, dan sikap kesederhanaan itu sendiri. Ketiga hal ini akan membuat anak menjadi tangguh, disenangi, dan disegani banyak orang, terutama saat berhadapan dengan dunia luar. Hal ini akan membuat anak-anak tidak sombong dan lebih dihargai sebagai manusia.
Selain keluarga, mengenyam pendidikan di Yogyakarta mungkin memiliki andil besar di dalam kehidupan kesantunan Anies Baswedan. Islam adalah agama terbesar yang dianut di Yogyakarta. Menurut data BPS tahun 2010, kota ini memiliki persentase pengikut Islam terbesar, yaitu sebesar 92 persen atau sebesar 3.179.129 dari 3.457.491 jiwa penduduk Yogyakarta. Selain itu, Yogyakarta juga menjadi markas besar dari Muhammadiyah yang adalah organisasi reformis Islam berpengaruh di Indonesia.
Melihat hal ini, tidak mengherankan apabila Anies, yang menghabiskan seluruh jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tingginya diselesaikan di kota pelajar ini, menjadi pribadi yang bertumbuh dan taat di dalam ajaran agama Islam. Hal ini mendorong Beliau menjadi seorang aktivis islam sejati, yang semakin terlihat ketika Beliau kuliah di Fakultas Ekonomi UGM tahun 1989. Saat itu, Beliau sudah aktif bergelut di dalam komunitas mahasiswa Islam, yaitu di dalam Himpunan Masyarakat Islam atau HMI dan menjadi salah satu anggota Majelis Penyelamat Organisasi HMI UGM.
Didikan berdasarkan Islam mempunyai andil besar di dalam kepemimpinan Anies Baswedan, terutama menyangkut Islam di Indonesia dan kesantunan bahasanya. Menurut Reiter (2000), kesantunan berbahasa adalah salah satu nilai budaya yang sangat dijunjung tinggi di dalam masyarakat. Nilai kesantunan lanjut Reiter adalah bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun merupakan hasil proses sosial dan pembinaan sosial budaya dan sejarah suatu bangsa. Selaras dengan Reiter, Lakof (1990), menyatakan bahwa kesantunan linguistik adalah suatu sistem yang direka untuk memudahkan hubungan interpersonal, yaitu dengan mengurangkan konflik dan konfrontasi. Disinilah keunggulan Anies, yang diterima secara penuh oleh warga Jakarta, disamping melihat kesamaan agamanya. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini sebagaimana yang telah dirangkum oleh PinterPolitik.
Anies Si Oportunis dan Ambisi Kekuasaan?
Tentang kesantunan yang dibawa oleh Anies sendiri, kuat dugaan dari berbagai sumber mengenai Pilkada DKI 2017 bahwa kesantunan Beliau adalah kepalsuan belaka. Dugaan ini muncul dari artikel yang menceritakan bahwa Anies Baswedan adalah seorang yang haus kekuasaan, bukan lagi seorang akademik yang santun dan jujur. Artikel ini juga menceritakan bahwa Anies juga seorang bunglon dan oportunis yang juga mampu memanfaatkan situasi. Sebagai bayangan, si penulis menceritakan bahwa Anies pada Pilpres 2014 adalah jubir atau Juru Bicara dari kampanye Jokowi-Jusuf Kalla. Hal ini membawa Beliau pada kemenangan Jokowi dan akhirnya terpilihnya Beliau menjadi Menteri Pendidikan tahun 2014, sebelum kemudian diberhentikan pada tahun 2016 oleh Presiden Jokowi.
Si Penulis juga menceritakan bahwa sebelum dirangkul oleh Prabowo menjadi kandidat Gubernur Jakarta, Anies adalah seorang tokoh yang tidak segan untuk melawan Prabowo, yaitu dengan menggunakan kesantunannya dan manis bicaranya, Beliau mampu menghancurkan citra Prabowo. Selain Prabowo, Beliau juga tidak menyukai FPI atau Forum Pembela Islam. Sebaliknya, pada Pilkada Jakarta 2017 ini, Beliau memang tampaknya lebih haus kekuasaaan. Si Penulis bercerita bahwa bukanlah Anies yang awalnya menjadi kandidat gubernur, melainkan Sandiaga Uno. Akan tetapi, Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto, tidak memberikan lampu hijau karena Sandiaga Uno yang dianggap tidak berpengalaman, sehingga Beliau ditawarkan menjadi cawagub saja. Ketika Sandiaga Uno sudah menerima keputusan Prabowo ini, calon kandidat gubernur pun dicari. Tersebutlah nama Anies Baswedan dari Partai PKS. Prabowo awalnya tidak merasa yakin dengan pemilihan ini mengingat bahwa Anies telah menjelek-jelekkan namanya pada tahun 2014. Perkembangan cerita kemudian, PKS dan Anies tentu saja berhasil membujuk Prabowo untuk memilih Anies menjadi calon gubernurnya. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Tentu saja dengan menggunakan cara oportunis, yaitu dengan merubah posisi dari membenci Prabowo dan FPI menjadi pendukung mereka. Terlihat disini, yaitu bahwa Anies akan tidak akan segan-segan menggunakan segala macam daya dan upaya untuk mencapai ambisinya sebagai penguasa, bahkan dengan menjilat musuhnya sendiri. Kalau sudah begini, masihkah kita melihat Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017 yang layak?
Anies Baswedan dan Makar, Game of Thrones Indonesia?
Selain ada dugaan isu bunglon atau oportunis, Anies juga terkait isu makar menggunakan agama, yaitu kasus Al-maidah untuk menjatuhkan lawannya, Gubernur Petahana Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, sebagai upaya lanjut untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Skenarionya, apabila Ahok jatuh, maka akan mudah untuk menjatuhkan Jokowi, sehingga musuh-musuh keduanya akan mampu menaiki tampuk kekuasaan dengan menjabat sebagai pimpinan tertinggi di Indonesia maupun penguasaan secara ekonomi.
Hal ini terdengar seperti film seri HBO Game of Thrones bukan? Untuk yang belum mengenal film seri ini, pada dasarnya skenario cerita dibangun diatas konsep kekuasaan itu sendiri. Tersebutlah di Game of Thrones ini, keluarga Lannister, yaitu penguasa King’s Landing di Westeros, penguasa tiran yang menghancurkan semua musuhnya dengan membunuh demi mempertahankan kekuasaan. Tokoh utama dari cerita ini memang banyak, namun hanya satu tokoh yang berperan besar di dalam menjalankan roda kekuasaan ini, yaitu Cersei Lannister. Ia adalah seorang wanita bangsawan yang menikahi Raja Robert Baratheon, namun memiliki hubungan inses dengan saudara kembarnya Jaime Lannister dan menghasilkan tiga orang anak, yaitu Joffrey Baratheon, Mircella Baratheon, dan Tommen Baratheon. Singkat cerita, ia membunuh suaminya sendiri secara tidak langsung, tangan kanan suaminya sendiri, Ned Stark melalui hukuman pancung, dan membakar menantu perempuannya beserta para pendukungnya dengan mengurung mereka di dalam gedung yang terbakar. Semuanya ini ia lakukan untuk memperoleh kekuasaan. Pada akhirnya, setelah kehilangan ketiga anaknya secara tragis, dua diracun dan satu melompat bunuh diri, ia melantik dirinya sendiri menjadi ratu dengan gelar Queen Cersei I Lannister, Queen of the Andals and the First Men. Inilah yang menutup cerita Game of Thrones tahun lalu.
Di dalam versi Game of Thrones Indonesia, usaha untuk menghancurkan ini menggunakan makar, yang didalangi para jenderal aktif maupun pensiunan, yang berniat untuk menjatuhkan Jokowi dengan menyingkirkan Ahok dan mencegah tentara diadili atas peristiwa pembantaian sipil 1965, yaitu pembunuhan massal oleh militer Indonesia dan didukung pemerintah Amerika Serikat. Pendukung gerakan ini antara lain Pengusaha Harry Tanoe, yang diduga sebagai salah satu Sembilan Naga atau Sembilan Pengusaha Indonesia yang diduga ikut mendalangi makar. Pendukung lainnya yang ikut terlibat adalah Prabowo, Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Fadli Zon (baca tulisan Alain Nairm yang telah diterjemahkan di tirto.id).
Skenario makar yang menuntut petahana Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dipenjara atas tuduhan penistaan agama, dibuka pertama oleh Rizieq Shibab, Ketua FPI, yang akan bertugas sebagai penyuara dan pendesak. Ia, dengan dugaan sebagian pendanaan oleh Tommy Soeharto, berdemonstrasi mengumpulkan ratusan ribu umat muslim untuk menuntut keadilan dengan turun ke jalan. Selain Tommy Soeharto, pendanaan juga diduga didapat dari Harry Tanoe, yang didapuk sebagai penghubung antara Trump dan Prabowo serta SBY yang secara tidak langsung menyumbang untuk aksi protes FPI melalui masjid dan sekolah.
Lalu dimanakah Anies berfungsi di dalam menjalankan makar ini? Anies berfungsi untuk berkampanye menarik massa sebanyak-banyaknya lewat gaya kesantunannya melalui kegiatan dakwah di masjid-masjid serta pendekatan kepada masyarakat melalui tutur katanya yang sopan dan ramah. Hal ini berakibat pada semakin matangnya dan gencarnya gerakan makar dalam bentuk demonstrasi menentang Ahok di Jakarta selama Pilkada DKI Jakarta 2017 ini.
Kafir tetapi Menyembah Allah?
Soal jujur atau tidaknya kampanye Anies, menurut Beliau memiliki kekuasaan itu penting, Salah satunya memenangkan Pilkada DKI dengan mengedepankan isu memilih pemimpin seagama dan melarang yang beda agama atau kafir. Larangan ini telah muncul bahkan sejak tahun 2016 ketika masa-masa kampanye Pilkada DKI 2017 baru dimulai. Surat Al-maidah 51 yang menjatuhkan Ahok digadang menjadi biang keladinya. Di dalam surat ini, jelas-jelas disebut memilih pemimpin kafir, yaitu Yahudi atau Kristen sangat dilarang karena apabila dilakukan, Allah akan marah dan menghukum umat-nya. Oleh karena itu memilih pemimpin kafir haram hukumnya. Benarkah demikian? Lalu mengapa Al-Qur’an menyatakan kebalikannya?
Kafir menurut Al-Qur’an adalah orang yang mengingkari kebenaran Artinya: orang yang menyembunyikan atau mengingkari kebenaran. Dalam terminologi kultural, kata ini digunakan dalam agama Islam untuk merujuk kepada orang yang mengingkari nikmat Allah. Dari pengertian ini, sudah jelas bahwa pengikut Yesus atau Isa bukanlah orang kafir.
Mengutip pendapat penulis mengenai hal ini, Al-Qur’an berkata:
“dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu [yaitu Isa Al-Masih] di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya” (Qs 3:55).
Dengan jelas Al-Qur’an menyatakan diatas bahwa pengikut Isa Al-Masih atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kristen, akan diletakkan di atas orang-orang kafir. Dengan demikian, label “kafir” yang disematkan oleh orang Islam selama ini kepada orang Kristen adalah keliru, sebagaimana halnya yang dikatakan oleh Penulis didalam situs ini.
Menang karena santun atau ‘agama’?
Makar menggunakan gaya penistaan agama pada akhirnya membawa Anies Baswedan dan dan Sandiaga Uno pada puncak kepemimpinan. Makar yang berujung kemenangan ini membawa Jakarta pada babak baru kepemimpinan yang katanya berdasarkan kesantunan dan kejujuran. Meskipun demikian, ada berbagai keraguan pribadi bahwa Anies memenangkan pilkada karena alasan kesantunan atau agama itu sendiri. Alasan pertama karena ada desas-desus bahwa kemenangan Anies adalah kesengajaan yang dibuat dari pihak Ahok sendiri untuk menghindari pertikaian lebih lanjut dengan pihak FPI dan partai-partai yang mendukung Anies. Mengenai hal ini, Dennis Siregar sendiri menyatakan bahwa Ahok lebih baik kalah karena apabila Beliau menang, maka skenario yang berjalan adalah kemenangan Ahok yang di pengadilan yang akan mengguncangkan pemerintahan, yaitu di dalam bentuk demo melawan pemerintah. Isunya menurut Dennis adalah People Power atau Kekuatan Rakyat. Intinya, rakyat menghendaki bahwa pemimpin muslim-lah yang harus menjadi pemimpin mereka. Hal ini dipahami dan ditaati dengan sangat oleh rakyat yang kebetulan masih awam dan belum terpelajar, sehingga akan memunculkan semakin banyaknya gerakan turun ke jalan untuk membela kepentingan mereka.
Pada titik tertentu, kekacauan ini akan berujung pada terganggunya perekonomian dan investasi. Sebagai akibatnya, semua lapisan masyarakat, termasuk tentara akan ikut serta turun. Akhirnya, Presiden Jokowi akan dipaksa turun dan keluar dari istana, atau lebih buruk mengalami impeachment atau penggulingan. Hal ini akan membawa Indonesia pada perpecahan dan pemisahan dari NKRI, terutama di wilayah Timur yang mayoritas Kristen. Dengan demikian, persatuan Indonesia di dalam perbedaan hilanglah sudah.
Alasan kedua kemenangan Anies adalah karena faktor ekonomi. Dari sini, terlihat bahwa upaya untuk mempengaruhi rakyat kelas menengah ke bawah yang tidak puas selama pemerintahan Ahok jelas dianggap berhasil. Meskipun tanpa membawa-bawa nama Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, mereka sudah terpengaruh untuk memilih pasangan calon nomor tiga ini karena berharap ada perbaikan ekonomi untuk mereka. Untuk alasan ekonomi ini sendiri, belum ada penelitian yang pasti, namun melihat pengalaman pribadi, yaitu bahwa orang-orang yang berbeda agama dengan Anies pun memilih Beliau, semakin menguatkan pemikiran ini. Hal ini membawa kita pada kesimpulan bahwa agama hanya tip of the iceberg atau teori gunung es, sebagaimana diungkapkan oleh Sigmund Freud. Pengembangan dari gunung es, yaitu faktor ekonomi yang tersembunyi dibawahnya adalah faktor utamanya.
Untuk memahami hal ini, marilah kita melihat program 100 hari Anies-Sandi dibawah ini. Menurut kalian, mungkinkah faktor ekonomi ini dapat menjadi keuntungan bagi Anies-Sandi dan mendapat sambutan baik dari masyarakat, disamping karena faktor ‘agama’? Ataukah sebaliknya yang terjadi untuk mereka, yaitu Jakarta akan menjadi pertaruhan kekuasaan serta hidup dan mati seperti yang terjadi pada film seri Game of Thrones?
Janji 100 Hari Pemerintahan Anies-Sandi
Kemenangan Anies Sandi di Jakarta membuka pada keputusan-keputusan baru untuk Jakarta yang lebih baik dari pemerintahan Ahok-Djarot. Terdapat setidaknya 11 janji Anies-Sandi sebagaimana diungkapkan langsung kepada Detik.com.
- Merevisi dan memperluas manfaat Kartu Jakarta Pintar dalam bentuk Kartu Jakarta Pintar Plus untuk semua anak usia sekolah (6-21 tahun), yang juga dapat digunakan untuk Kelompok Belajar Paket A, B dan C, pendidikan madrasah, pondok pesantren dan kursus keterampilan serta dilengkapi dengan bantuan tunai untuk keluarga tidak mampu.
- Merevisi dan memperluas manfaat Kartu Jakarta Sehat dalam bentuk Kartu Jakarta Sehat Plus dengan menambahkan fasilitas khusus untuk para guru mengaji, pengajar Sekolah Minggu, penjaga rumah ibadah, khatib, penceramah dan pemuka agama.
- Membuka 200.000 lapangan kerja baru, membangun dan mengaktifkan 44 pos pengembangan kewirausahaaan warga untuk menghasilkan 200.000 pewirausaha baru, selama lima tahun.
- Mengembangkan dan meningkatkan kualitas Pendidikan Kejuruan dengan mengintegrasikan dunia usaha ke dalamnya, untuk menghasilkan lulusan yang langsung terserap ke dunia kerja dan berwirausaha.
- Mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok dengan menjaga ketersediaan bahan baku dan menyederhanakan rantai distribusi, serta menyediakan Kartu Pangan Jakarta untuk meningkatkan daya beli warga tidak mampu serta merevitalisasi pasar-pasar tradisional dan Pedagang Kali Lima untuk meningkatkan kesejahteraan para pedagang.
- Menghentikan Reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir dan segenap warga Jakarta.
- Membangun pemerintahan yang bersih, modern dan melayani berbasis transparansi, akuntabilitas dan keteladanan dengan mengoptimalkan pelibatan publik dan pemanfaatan teknologi (Smart City).
- Mengembangkan kinerja dan tata kelola pemerintahan untuk merealisasikan rencana kerja hingga 95 persen, mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dalam audit laporan keuangan, mencapai predikat 80 dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), menghentikan praktik penyelewengan di dalam birokrasi, dan memperbaiki manajemen aset-aset milik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
- Meningkatkan Realisasi Rencana Program (daya serap anggaran) untuk memperluas cakupan dan efektivitas program-program penanggulangan banjir dan kemacetan, rehabilitasi dan pemeliharaan lingkungan hidup serta pengelolaan sampah.
- Memuliakan perempuan Jakarta dengan mendukung Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Ekslusif, melakukan pendataan dan pemantauan dini terhadap ibu-ibu hamil dan balita yang memerlukan bantuan khusus, memberikan cuti khusus bagi suami selama proses kelahiran anak, serta menyediakan fasilitas-fasilitas publik khusus seperti Ruang Menyusui dan Tempat Penitipan Anak yang dikelola secara sehat, profesional dan bisa diakses seluruh warga.
- Memberdayakan perempuan Jakarta dengan mendukung sepenuhnya partisipasi perempuan dalam perekonomian, antara lain melalui pemberian Kredit Usaha Perempuan Mandiri.
(Berbagai Sumber/N30)