Akhir-akhir ini, peran media sosial (medsos) sebagai sarana komunikasi dan informasi yang tepat dan akurat dikaburkan oleh berita-berita yang sarat dengan kebencian dan kebohongan. Membaca lalu terpengaruh dengan berita-berita medsos tanpa dikritisi terlebih dahulu bertentangan dengan kelirumologi. Masyarakat harus lebih kritis terhadap semua berita yang beredar di media sosial untuk agar kebenaran dan kepastian menampakkan batang hidungnya lagi.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]S[/dropcap]aya heran dengan masyarakat Indonesia yang lebih suka menghakimi tapi tak mau dihakimi. Katanya zaman teknologi, kok kelakuannya kayak zaman batu? Mudah tersinggung dan lebih suka main hakim sendiri, padahal belum tentu ia menjadi hakim yang baik untuk dirinya sendiri.
Katanya hidup dalam negara demokrasi kok kelakuannya kayak bangsa bar-bar? Membanggakan jargon ‘saya Indonesia – saya Pancasila’ tapi kelakuannya tak pancasilais. Selain itu, agama yang semula dianggap simbol pemersatu, sekarang dijadikan sebagai simbol pemisah karena dibawa-bawa untuk berpolitik.
Miris saya melihat situasi bangsa ini. Kita bukan lagi bangsa yang beradab tapi sudah menjadi bangsa yang biadab. Mau dibawa ke mana masa depan bangsa ini kalau kita hanya mengandalkan dengkul dan otot?
Masyarakat Indonesia saat ini nampaknya lebih mudah percaya dengan pemberitaan medsos yang rata-rata berisikan kebohongan dan kebencian. Lebih menyukai hal-hal yang berbau sensasi namun mengabaikan hal-hal yang asasi. Lebih suka terjebak dalam pandangan yang dianggap benar secara sepihak tanpa mengkritisinya lebih dalam. Lebih suka mengkritik pemerintah tanpa melihat prestasi pemerintah. Ini bertentangan kelirumologi yang menekankan agar masyarakat lebih kritis terhadap semua hal yang dianggap ‘benar’ padahal sebenarnya salah. Jaya Suprana, sang bapa kelirumologi menandaskan bahwa hoax adalah anak haram demokrasi.
Tiga Komponen Perangi Hoax Versi Pakar Kelirumologi: Ketua Pusat Studi Kelirumologi, Jaya Suprana mengatakan ada… https://t.co/FMu0thfFg9 pic.twitter.com/A5BYvOpD2h
— RMOL.CO (@rmolco) May 1, 2017
Maka, tak cukup konstitusi negara ini yang bereformasi tapi pola pikir dan perilaku penduduknya juga perlu direformasikan agar lebih kritis, tanggap dan mampu menjadi agen perubahan yang baik untuk Indonesia. Maka, tak ada salahnya bila kita menggunakan strategi kelirumologi untuk membungkam segala bentuk kekeliruan dan kesesatan sehingga kebenaran dan kepastian dapat menampakkan batang hidungnya. Dengan demikian, fungsi utama media sosial sebagai sarana komunikasi dan informasi yang benar, akurat dan terpercaya dapat dibersihkan dari pengaruh berita-berita yang sarat dengan kebohongan dan kebencian. Oleh karena itu, biasakanlah diri membaca berita secara detail sebelum membuat kesimpulan. Jangan pernah puas dengan kebenaran yang terpampang di kulit luar, tapi galilah dan kupaslah lewat berbagai sumber agar kebenaran dan kepastian beritanya bisa dipertanggungjawabkan lahir dan batin.
Ok guys, sekian dulu untuk hari ini, kapan-kapan bolehlah kita nongkrong sambil bertukar gagasan sembari diiringi music reggae. Salam rastafara.