Bagi Khofifah, sosok pahlawan sekaligus idola hidupnya adalah Ibunya sendiri.
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]osok Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa memang tengah menjadi buah bibir. Hal ini berkaitan dengan rencananya untuk maju lagi dalam kontestasi Pilgub Jatim. Pilihannya untuk maju dalam pesta rakyat tersebut, seakan mematahkan dominasi budaya patriarkal di dalam kubu NU.
Bagi saya, beliau itu salah satu sosok wonder woman-nya Indonesia. Hal ini terlihat dari semangatnya yang tak kunjung padam dalam kompetisi perebutan kursi orang nomer 1 Jatim, sekalipun telah dikalahkan dua kali oleh Gus Ipul.
Semangat inilah yang patut diadopsi kids zaman now. Bahwa gender bukanlah tolok ukur untuk menentukan kesuksesan seseorang. Kesuksesan itu tumbuh dari dalam diri masing-masing. Gimana setuju, nggak?
Setiap orang pasti punya sosok idola bahkan sampai dianggap sebagai pahlawan. Begitu pula dengan Khofifah. Uniknya, ia menggambarkan sosok pahlawan itu lewat lagu ‘Ibu’ yang dipopulerkan oleh Iwan Fals. Terus terang, lagu ini bikin sisi melankolis saya terbangun. Kalau nggak ada teman-teman, pasti saya sudah meneteskan air mata.
Khofifah Selalu Menangis Saat Dengar Lagu "Ibu", Ini Alasannya https://t.co/MvXum7i2Kp
— Tribunnews.com (@gotribunnews) November 9, 2017
Khofifah ternyata menganggap ibunya sebagai sosok pahlawan yang paling berjasa dalam hidupnya. Saya setuju dengan pendapat Khofifah, karena doa ibu senantiasa iringi jejak langkah anak-anaknya. Tak hanya itu, kontak batin antara ibu dan anak pasti selalu ada.
Yang di tanah rantau tentu paham. Saya mengalaminya sendiri. Misalkan saat saya sakit, ibu pasti langsung menelpon untuk menanyakan kabar. Atau saat lagi bokek, tiba-tiba aja dapat telepon dari ibu katanya, “pergi cek di ATM, ma ada kirim uang sedikit.”
Bagi kids zaman now mungkin ini agak lebay, tapi memang itulah faktanya. Maka itu, hormatilah dan bahagiakanlah ibumu. Bagi yang di tanah rantau, sebenarnya ibu tak menuntut apa-apa. Suara dan candaanmu yang ceria di telepon, itu sudah cukup menyenangkan dan melegakan bagi ibu.
Memang beberapa hari ini, saya belum menelpon ibu. Tak bisa dibayangkan bagaimana kecemasannya akan keadaanku di tanah rantau. Saya berjanji sebentar setelah kelar gawe, saya ingin menelepon ibu.
Mungkin pertama-tama, saya akan sampaikan permohonan maaf karena tidak memberi kabar selama beberapa hari ini. Dan yang paling penting, saya ingin katakan, “selamat hari pahlawan, mama. Sampai kapan pun, mama akan tetap jadi pahlawan dalam hidup saya.” (K-32)