HomeHeadlineKasus Korupsi Bayangi Presiden?

Kasus Korupsi Bayangi Presiden?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Meskipun tidak terlibat kejahatan pidana langsung, pemimpin negara bisa saja dianggap bersalah karena gagal mencegah kejahatan itu terjadi. Ini disebut sebagai criminal omission (kelalaian kriminal).


PinterPolitik.com

“Tyrion may be a monster, but at least he killed our father on purpose. You killed him by mistake with stupidity.” – Cersei Lannister, Game of Thrones (2011-2019)

Situasi King’s Landing tiba-tiba berubah dari yang tenang menjadi penuh kebingungan. Perubahan situasi ini setidaknya terjadi di Red Keep, di mana raja dan keluarga intinya tinggal sembari memimpin Westeros.

Kelinglungan ini terjadi ketika Sang Tangan Kanan dari sang raja, Tywin Lannister, ditemukan tidak bernyawa. Dugaan kuat soal pelaku pembunuhan itu tertuju pada putranya sendiri, Tyrion Lannister.

Tyrion dan Tywin memang memiliki sejarah yang buruk dalam hubungan mereka. Terlahir berbeda dari anak-anak pada umumnya, Tyrion menjadi anak yang dibenci oleh ayahnya sendiri.

Hubungan batin yang tersimpan ini akhirnya tertuang ketika keluarga Lannister berkuasa. Tyrion akhirnya membuat Tywin terbunuh akibat senjata busur panahnya sendiri.

Jaime Lannister, saudara yang dekat dengan Tyrion, mengetahui hubungan buruk ini. Namun, dia selalu berusaha menjadi saudara yang baik dengan melindungi Tyrion dari ayah mereka, Tywin,

Saking dekatnya, Jaime-pun akhirnya membebaskan Tyrion yang waktu itu dihukum ayahnya. Di malam pembebasan itu, tanpa sepengetahuan Jaime, Tyrion membunuh Tywin.

Hubungan dekat Jaime dan Tyrion ini yang akhirnya membuat saudarinya, Cersei Lannister, merasa kesal. “Tyrion mungkin adalah seorang monster karena dia membunuh ayah secara sengaja. Namun, kau juga membunuh ayah karena kebodohanmu,” ujar Cersei kepada Jaime.

Apa yang dilakukan Jaime, bila terbukti, sebenarnya bisa disebut sebagai criminal omission (kelalaian kriminal). Konsep hukum ini menggambarkan situasi di mana seseorang lalai untuk melakukan hal yang benar meskipun dia memiliki kuasa atau wewenang untuk berbuat apa yang diyakini benar.

Dalam hal ini, di mata Cersei, Jaime telah melakukan apa yang disebut sebagai criminal omission. Kelalaiannya untuk melakukan yang benar justru menciptakan konsekuensi yang merugikan bagi orang lain, yakni terbunuhnya Tywin.

Di dunia politik dan pemerintahan, konsep inipun berlaku. Bahkan, bisa saja, seorang pejabat terseret kasus pidana, termasuk korupsi, tanpa terlibat langsung.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Lantas, mengapa seorang pemimpin bisa bertanggung jawab atas kejahatan orang lain? Apa yang bisa dipelajari bagi seorang pemimpin yang melalukan criminal omission?

Ketika Presiden Zuma Terjegal Korupsi Gupta

Bila berkaca dari kasus Tywin, bisa jadi Jaime juga turut bersalah. Pasalnya, karena pembiaran yang dilakukannya, Tyrion akhirnya bisa melakukan sebuah kejahatan pidana, yakni membunuh ayahnya, Tywin. 

Mengacu ke buku Criminal Law: Theory and Doctrine karya A. P. Simester dan G R Sullivan, criminal omission dan criminal commission dibahas sebagai dua bentuk pertanggungjawaban pidana. 

Criminal commission mengacu pada tindakan aktif yang melanggar hukum, seperti pembunuhan atau pencurian, di mana pelaku melakukan tindakan yang dilarang oleh hukum pidana.

Criminal omission, sebaliknya, adalah kegagalan untuk bertindak ketika hukum mengharuskan adanya tindakan. Seseorang dapat dipidana atas omission hanya jika ada kewajiban hukum untuk bertindak, yang dapat muncul dari undang-undang, kontrak, atau hubungan khusus seperti antara orang tua dan anak.

Simester dan Sullivan menekankan pentingnya adanya actus reus (tindakan fisik) dan mens rea (niat) dalam criminal commission. Pelaku harus memiliki kesengajaan atau niat untuk melakukan tindakan yang dilarang, seperti mencuri atau menyerang orang lain.

Dalam kasus criminal omission, kewajiban bertindak harus jelas dan ditetapkan oleh hukum. Jika seseorang gagal memenuhi kewajiban tersebut, seperti tidak memberikan pertolongan dalam situasi darurat ketika diwajibkan, mereka bisa dipidana.

Dalam politik dan pemerintahan, terdapat kasus omission yang pernah dilakukan oleh sejumlah pemimpin dunia. Salah satunya adalah Jacob Zuma yang pernah menjabat sebagai presiden Afrika Selatan (Afsel) pada 2009-2018.

Zuma memiliki kedekatan dengan keluarga konglomerat berdarah India, yakni keluarga Gupta. Melalui kedekatan ini, keluarga Gupta akhirnya melakukan tindakan korupsi dengan menekan berbagai individu pemerintahan agar bisa menjalankan bisnisnya.

Zuma dianggap melakukan pembiaran meskipun sebagai presiden dirinya bisa menghentikan Gupta. Kasus inipun dikenal sebagai upata State Capture karena dinilai menjadi upaya Gupta untuk ‘menangkap’ aparatur-aparatur negara demi kepentingan bisnisnya.

Bila dalam politik kontemporer omission seperti ini bisa terjadi, bagaimana dengan di Indonesia? Mungkinkah presiden Indonesia tersandung omission juga?

Presiden Soeharto Juga Kena?

Nyatanya, criminal omission pernah terjadi di Indonesia. Bahkan, salah satunya adalah presiden yang cukup lama menjabat. Siapa lagi kalau bukan Presiden Soeharto?

Presiden Soeharto, yang memerintah Indonesia selama lebih dari tiga dekade, dianggap terlibat dalam berbagai bentuk kelalaian kriminal atau criminal omission. Salah satu yang paling menonjol adalah kegagalannya dalam menindak tegas korupsi dan nepotisme yang berkembang di lingkaran kekuasaan, terutama di antara anggota keluarganya sendiri. 

Banyak perusahaan yang dikelola oleh anak-anak Soeharto dan kroni-kroninya mendapatkan keuntungan besar dari kebijakan pemerintah yang kurang transparan. Soeharto dianggap mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pemimpin untuk mencegah praktik korupsi sistemik yang merugikan rakyat dan ekonomi negara.

Selain itu, Soeharto juga dianggap bertanggung jawab atas kelalaian dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia selama masa pemerintahannya. Selama rezim Orde Baru, terjadi sejumlah besar kasus pelanggaran HAM, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan penghilangan paksa, terutama terhadap mereka yang dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas politiknya. 

Soeharto tidak mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghentikan atau menyelidiki pelanggaran-pelanggaran tersebut, meskipun posisinya sebagai kepala negara memungkinkannya untuk melakukannya. Akibat kelalaian ini, banyak korban tidak pernah mendapatkan keadilan, dan rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintah meningkat.

Pada akhir masa pemerintahannya, kegagalan Soeharto dalam mengelola krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997-1998 juga menjadi sorotan. Krisis ini diakibatkan oleh kebijakan ekonomi yang tidak berkelanjutan dan korupsi yang meluas, yang semuanya dia biarkan berkembang selama bertahun-tahun tanpa intervensi yang memadai. 

Soeharto dinilai mengabaikan tanda-tanda keruntuhan ekonomi yang jelas, memilih untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan politiknya daripada melakukan reformasi yang diperlukan. Kelalaian tersebut mempercepat jatuhnya rezimnya pada tahun 1998, menyebabkan ketidakstabilan politik dan sosial yang signifikan di Indonesia.

Bila berkaca dari pengalaman Soeharto, bukan tidak mungkin omission juga dilakukan oleh pemimpin di Indonesia. Pertanyaan lanjutannya adalah mungkinkah ada presiden yang melakukannya di era Reformasi ini? (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?