Cawapres Prabowo Subianto mengerucut menjadi tiga nama, yakni Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan Yusril Ihza Mahendra. Jika salah pilih cawapres, Prabowo dapat kandas karena diserang kampanye hitam.
PinterPolitik.com
“That mysterious independent variable of political calculation, public opinion.” – Thomas Huxley
Bergabungnya Partai Demokrat ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) semakin menasbihkan koalisi penyokong Prabowo Subianto sebagai yang terbesar. Dengan total 261 kursi, KIM jauh meninggalkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang memiliki 167 kursi, dan koalisi PDIP dengan 147 kursi.
Namun, seperti disebutkan Otto von Bismarck, “politik bukanlah ilmu eksak”. 261 kursi belum tentu menang melawan 167 atau 147 kursi. Salah satu variabel yang paling menentukan bagi Prabowo adalah siapa cawapres yang dipilihnya.
Sejauh ini, dari internal KIM, kandidat cawapres Prabowo mengerucut di tiga nama. Partai Golkar konsisten mengusung Airlangga Hartarto, PAN mengusung Erick Thohir, dan PBB mengusung Yusril Ihza Mahendra.
Bicara kalkulasi modal politik (political capital), dalam benak banyak pihak, dua nama pertama yang sekiranya lebih kuat. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin, misalnya, menyebut Airlangga dan Erick unggul pada kekuatan kapital dan elektabilitas.
Namun, ada satu variabel penting yang luput dari kalkulasi banyak pihak, yakni potensi kampanye hitam (black campaign).
Kampanye Hitam
Jika kita setuju dengan hipotesis filsuf Thomas Hobbes bahwa by nature manusia memang jahat (evil), kampanye hitam setua usia politik itu sendiri. Menyerang kelemahan, kekurangan, dan keburukan lawan politik adalah praktik lumrah yang akan selalu terjadi.
Berselancar di media sosial, kampanye hitam terhadap Prabowo sudah mulai masif dilakukan. Dengan mudah ditemukan konten yang menyinggung berbagai kekurangan Prabowo, seperti kasus HAM, penculikan aktivis ‘98, kegagalan food estate, tidak ada ibu negara, membeli pesawat tempur bekas, dan seterusnya.
Situasinya akan semakin buruk apabila Prabowo juga memilih cawapres yang memiliki celah-celah untuk diserang. Pengamat politik dari Java Riset Group Khairul Fahmi juga menyarankan agar Prabowo memilih cawapres yang bersih dari kasus dan potensi masalah hukum.
“Ini jujur saja, sejarah menunjukkan di pemilu apalagi pilpres selalu terjadi black campaign, saling serang, saling bongkar borok lawan. Kalau mau aman, Prabowo mestinya pilih cawapres yang kalau bisa bersih dari catatan kasus hukum,” ungkap Khairul pada Selasa (19/9/2023).
Menurut Khairul, dari ketiga kandidat cawapres Prabowo dari KIM, hanya Yusril yang dapat dikatakan bersih dari potensi masalah hukum. Airlangga kemarin dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) di bulan Juli terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan terdapat banyak masalah dalam pelaksanaan proyek di BUMN. BPK menemukan terdapat 13 proyek di BUMN yang didanai dengan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp10,49 triliun, yang hingga saat ini belum selesai. Menurut Khairul, temuan BPK itu bisa saja menyeret nama Erick sebagai Menteri BUMN.
“Airlangga kemarin dipanggil Kejagung terkait CPO. Lalu temuan BPK soal proyek BUMN bisa menyeret Erick Thohir. Ini data yang harus jadi pertimbangan serius saya rasa. Kalau Prabowo mau hindari black campaign, ya Yusril,” ungkap Khairul.
Waspada!
Saran yang diberikan Khairul sekiranya bertolak pada prinsip paling dasar dalam studi pemasaran (marketing), yakni kesadaran (awareness). Entah itu di pemasaran produk maupun politik, intinya adalah membangun kesadaran konsumen.
Masalahnya adalah, seperti diterangkan sejarawan Yuval Noah Harari, evolusi membuat otak manusia lebih cenderung mengingat dan tertarik pada hal buruk/negatif. Ini adalah mekanisme pertahanan agar manusia selamat dari bahaya.
Untuk memahaminya, kita harus membayangkan situasi nenek moyang kita. Tidak seperti saat ini, kala itu Homo Sapiens hanya mengandalkan batu yang diruncingkan untuk melawan berbagai predator. Pengalaman selama puluhan ribu tahun itu membuat otak manusia sangat sensitif dengan potensi bahaya.
Hasil evolusi itu membuat manusia modern lebih tertarik pada hal negatif daripada hal positif. Di kalangan jurnalis, misalnya, bahkan masyhur istilah, “bad news is good news”. Semakin buruk suatu berita, justru semakin baik karena masyarakat semakin menyukainya.
Kembali mengutip Khairul, apa yang disarankannya bisa jadi merupakan variabel kunci bagi Prabowo. Jika memilih Airlangga atau Erick, potensi masalah hukum yang dapat menjerat keduanya pasti diangkat oleh lawan politik Prabowo.
Jika fokus pada potensi kampanye hitam, dari ketiga nama itu, pilihan Prabowo sekiranya dapat jatuh pada Yusril. Kita lihat saja. (R53)