HomeNalar PolitikKader Bernafsu, Prabowo Menunggu

Kader Bernafsu, Prabowo Menunggu

Kader Gerindra terus-menerus deklarasikan Prabowo sebagai capres, sementara Prabowo sendiri masih terlihat menunggu.


PinterPolitik.com

[dropcap]H[/dropcap]ati kader Gerindra DKI Jakarta benar-benar gembira. Hari itu, mereka akan mendeklarasikan jagoan mereka untuk Pilpres 2019: Prabowo Subianto. Jantung berdebar menanti saat-saat bahagia sang ketua umum hadir di lokasi pengumuman.

Hati mereka makin senang ketika para kader mendengar kabar, kalau capres yang mereka usung sudah meluncur dari kediamannya. Waktu yang dinanti sudah hampir tiba, gempita pengumuman nama pun sudah disiapkan. Tapi tunggu, kabar mengejutkan muncul tiba-tiba. Sang capres  ternyata urung tiba di lokasi. Seketika suasana sedikit berubah. Tanda tanya publik muncul menggantikan kegembiraan. Apa mau dikata, acara harus berlanjut, deklarasi tetap dilakukan meski tanpa Prabowo.

Mewakili sang ketua umum, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mengungkapkan bahwa Prabowo belum menyatakan sikap terkait Pilpres nanti. Mantan Danjen Kopassus ini disebut-sebut masih menghitung-hitung berbagai indikator sebelum benar-benar maju.

Publik dibuat bertanya-tanya melalui kondisi tersebut. Mengapa para kader justru lebih bernafsu mendorong Prabowo menjadi capres? Padahal, Prabowo sendiri masih belum memastikan langkahnya untuk pesta demokrasi 2019 nanti.

Kader yang Rajin Mendorong

Secara resmi, DPP Gerindra maupun Prabowo sebagai ketua umum belum mengumumkan siapa capres yang akan mereka usung pada Pilpres 2019. Meski begitu, para kader mereka tampak amat menantikan tanding ulang antara Prabowo dan Jokowi di 2019 nanti.

Harapan para kader ini terlihat dari langkah yang dilakukan kader DPD Gerindra Jakarta beberapa waktu lalu. Mereka menilai bahwa kader di Jakarta amat menantikan munculnya sosok presiden baru, dan Prabowo adalah satu-satunya harapan. Sayang, di acara deklarasi tersebut capres yang diusung justru urung hadir.

Kader Bernafsu, Prabowo Menunggu
DPD Gerindra DKI Jakarta mendeklarasikan Prabowo sebagai capres. (Foto: Indopos)

Selang sehari dari deklarasi tersebut, 34 DPD Gerindra se-Indonesia menggelar pertemuan di sebuah hotel di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Isi pertemuan tersebut kurang lebih serupa: meminta Prabowo segera mendeklarasikan diri sebagai capres. Lagi-lagi, Prabowo absen dalam pertemuan tersebut.

Kegelisahan serupa juga nampak dari sikap DPD Gerindra Jawa Barat. Mereka juga terlihat tidak sabar menunggu sikap resmi ketua umum mereka. Kader Gerindra di tanah Pasundan ini kemudian ambil sikap, mendeklarasikan Prabowo sebagai capres meski sang ketua umum tidak hadir.

Terlihat bahwa kader-kader di tingkat bawah begitu bernafsu untuk segera mendeklarasikan nama Prabowo sebagai capres. Mereka begitu kompak dan berpadu untuk mengantarkan pendiri partai mereka ke kursi RI-1. Namun, ada kesan tidak sabar dan memaksa dari sikap kader-kader tersebut.

Baca juga :  The Military Way Prabowo Subianto

Sekilas, harapan mereka seperti bertepuk sebelah tangan. Capres yang dideklarasikan justru tidak pernah hadir di acara-acara tersebut. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat umum.

Prabowo yang Terus Menunggu

Lain sikap dengan kader-kadernya yang ada di bawah, Prabowo justru terlihat tidak terlalu tergesa-gesa mengambil langkah. Ia tampak lebih banyak menunggu dan mengamati kondisi politik yang ada, dibandingkan membuat keputusan terburu-buru.

Deklarasi Prabowo sebagai capres terus-menerus tertunda. Semula, diberitakan bahwa pengumuman tersebut akan dilakukan pada akhir Maret 2018. Namun, menurut Sekjen Gerindra Ahmad Muzani rencana itu kemungkinan akan ditunda hingga bulan April. Prabowo sendiri pernah menyebut bahwa pendaftaran capres masih lama, sehingga tidak perlu tergesa-gesa.

Menurut Wasekjen Gerindra, Andre Rosiade, ketua umum mereka masih dalam fase berkonsentrasi dan merenung. Hal inilah yang membuatnya masih menunggu pengumuman diri sebagai capres.

Sejauh ini, dari pernyataan dan sikap Prabowo di hadapan media, ia lebih banyak mengarahkan langkah politiknya pada pihak lain. Ia seperti tidak ingin melaju pada Pilpres 2019 nanti hanya karena keinginan dari dirinya sendiri.

Pada acara HUT Gerindra, ia berpidato bahwa ia masih benar-benar menunggu sebelum menyatakan diri maju di Pilpres 2019. Padahal, acara tersebut tergolong monumental untuk dijadikan deklarasi capres bagi partai berlogo burung garuda tersebut.

Kader Bernafsu, Prabowo Menunggu

Prabowo mengungkapkan bahwa ia hanya ingin maju jika rakyat menginginkannya kembali bertarung. Ia mengaku tidak memiliki kuasa untuk menolak, jika rakyat benar-benar memintanya kembali turun gelanggang di pesta demokrasi 2019 nanti.

Selain itu, terungkap bahwa ada beberapa hal yang masih dipertimbangkan mantan Pangkostrad tersebut. Salah satu poin yang dipikirkan adalah mengenai dukungan partai politik. Ia masih mengukur kemungkinan apakah jumlah dukungan partai akan mencukupi untuk mengantarnya ke kursi Presiden.

Gerindra Butuh Dukungan

Sikap kader dan ketua umum Gerindra yang terlihat bertolak belakang menimbulkan pertanyaan tersendiri. Publik menduga-duga apa yang menjadi alasan di balik sikap para kader yang mendahului ketua umumnya tersebut.

Jika dilihat dalam dinamika politik yang ada, bisa saja Gerindra membutuhkan semacam endorsement atau dukungan politik dari figur yang kuat. Sebagaimana diketahui, kini gelaran Pilkada serentak tengah memasuki masa kampanye.

Deklarasi Prabowo bisa saja hanya menjadi alat untuk menarik simpati masyarakat saja. Nama mantan Danjen Kopassus ini sepertinya masih memukau bagi banyak orang di negeri ini. Secara konsep, hal ini disebut sebagai political endorsement.

Jika diliihat dalam berbagai hasil survei, nama Prabowo kerapkali bersaing dengan presiden petahana Joko Widodo. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa mantan Pangkostrad tersebut masih cukup populer di mata masyarakat. Oleh karena itu, sangat wajar jika Gerindra meminta endorsement dari sang ketua umum.

Baca juga :  Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Nama Gerindra sendiri memang terlanjur melekat dengan ketua umumnya tersebut. Sejak awal pendiriannya, partai berlogo Garuda ini memang dianggap hanya menjadi kendaraan politik mantan Ketua Umum HKTI tersebut.

Menurut peneliti LSI Rully Akbar, suara Partai Gerindra menguat apabila Prabowo Subianto kembali maju dalam Pilpres 2019. Menurutnya, figur Prabowo masih mempengaruhi elektabilitas partai yang masuk tiga besar pada pemilu lalu tersebut.

Deklarasi sepihak oleh para kader ini bisa saja menjadi tanda bahwa mereka hanya ingin mendongkrak perolehan suara di berbagai pemilihan. Gerindra saat ini sedang berjuang di banyak Pilkada di seluruh Indonesia. Melekatkan diri dengan sosok Prabowo diharapkan mampu meningkatkan perolehan suara mereka di berbagai Pilkada tersebut.

Bonus lain yang bisa diraih dengan deklarasi tersebut adalah suara di Pemilu 2019. Pada Pemilu 2014, sosok Prabowo mampu mengantarkan mereka ke urutan tiga besar. Mereka bisa mengulang atau melebihi capaian tersebut dengan mengusung Prabowo sebagai capres.

Hal ini seolah menegaskan bahwa Gerindra adalah partai yang ketergantungan pada figur. Ini menjadi tanda bahwa institusionalisasi partai belum terjadi dalam tubuh Gerindra. Menurut Samuel Huntington, partai yang terinstitusionalisasi tidak tergantung pada figur pemimpinnya, dan memiliki nilai dan statusnya sendiri.

Sejauh ini, Partai Gerindra memang tidak banyak menghasilkan nama kader dengan kaliber serupa Prabowo. Nama-nama kader Gerindra selain Prabowo, terlihat masih belum muncul di berbagai survei untuk Pilpres 2019.

Jika proses institusionalisasi telah berjalan dengan baik di tubuh partai berlogo garuda tersebut, maka ketergantungan pada tokoh dapat dikurangi. Mereka dapat memiliki sendiri cita-cita, nilai, dan strategi yang dapat diterapkan untuk memenangkan Pilkada dan Pemilu.

Terlepas dari hal itu, menarik untuk dilihat apa perkembangan selanjutnya. Apakah desakan para kader berhasil meluluhkan hati Prabowo? Atau justru Prabowo membuat kejutan dengan mengurungkan langkah jadi capres? Kita lihat saja nanti. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...