Dengarkan artikel ini:
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga, Mahfud MD, tiba-tiba memuji Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah mengkritik pemerintah dalam Debat Keempat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Minggu (21/1) kemarin. Mungkinkah ini adalah strategi tarik ulur dari Jokowi kepada Ganjar Pranowo?
“One day you’re here. One day you’re there. One day you care. You’re so unfair” – Justin Timberlake, “Holy Grail” (2011)
Dalam kehidupan sehari-hari, harapan kerap menjadi momok yang tidak ada ujungnya. Terkadang, harapan bisa membawa diri untuk maju ke masa depan. Namun, ada kalanya juga harapan bisa menjerumuskan.
Ketika seseorang yang disukai semacam memberi sinyal untuk terbuka guna didekati, misalnya, harapan akan tumbuh. Namun, ketidakpastian juga akhirnya membuat harapan lama-kelamaan pupus.
Gambaran inilah yang mungkin diekspresikan oleh Justin Timberlake, seorang penyanyi ternama asal Amerika Serikat (AS), dalam lagunya yang berjudul “Holy Grail” (2011) bersama penyanyi rap (rapper) terkenal, JAY-Z.
Dalam lagu itu, Timberlake menjelaskan rasa frustrasinya terhadap kekasihnya yang tidak memiliki sikap jelas. Terkadang, sang kekasih sangat mengekspresikan kasih sayangnya.
Namun, terkadang, sang kekasih juga terlihat seakan-akan tidak memiliki rasa sama sekali. Padahal, hati sudah berharap besar akan rasa sayang darinya.
Mungkin, apa yang dirasakan oleh Timberlake dalam lagu ini juga dirasakann oleh pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Ini bisa saja terlihat dari bagaimana Mahfud MD memberikan pernyataan pers usai Debat Keempat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Minggu (21/1) kemarin. “Terima kasih kepada Pak Jokowi,” ucap Mahfud di samping Ganjar.
Bukan tidak mungkin, ada upaya tarik ulur di balik nama yang disebutkan. Mengapa ini bisa jadi sinyal dari adanya strategi tarik ulur dari Presiden Joko Widodo (Jokowi)? Kemudian, siasat politik apa yang ada di baliknya?
Jokowi-Ganjar: Attachment Issue?
Mungkin, akhir-akhir ini, muncul frasa-frasa seperti attachment issues (isu keterikatan) di linimasa media sosial (medsos). Biasanya, istilah ini muncul ketika menggambarkan situasi-situasi di mana diri tidak bisa melupakan orang di masa lalu.
Ini juga yang bisa jadi tengah dirasakan oleh Timberlake dalam lagu “Holy Grail”. Timberlake merasa tidak bisa lepas dari sosok kekasihnya – yang mana dalam bahasa terkini disebut toxic.
Situasi psikologis seperti ini bisa dijelaskan dengan attachment theory (teori keterikatan) yang dijelaskan oleh David B. Abrams dan rekan-rekan penulisnya dalam buku yang berjudul Encyclopedia of Behavioral Medicine.
Mengutip John Bowlby, Abrams menjelaskan bahwa keterikatan adalah sebuah ikatan emosional yang meliputi kecenderungan untuk mencari dan menjaga kedekatan dengan figur tertentu, khususnya di saat-saat sulit.
Nah, boleh jadi, inilah yang akhirnya juga dirasakan oleh Ganjar. Pasalnya, bukan menjadi rahasia lagi bahwa Ganjar menjadi salah satu bakal capres (bacapres) yang saat itu akan didukung oleh Jokowi.
Narasi bahwa Jokowi adalah mentor juga sempat diungkapkan oleh Ganjar. Bahkan, banyak yang menyebutkan bahwa Ganjar adalah Jokowi 2.0.
Namun, dinamika politik berkata lain. Ketidaksepakatan antara Jokowi dan Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri – seperti soal cawapres yang dipilih – disebut turut mempengaruhi keputusan sang presiden soal sosok capres yang didukungnya.
Apalagi, seperti yang dijelaskan oleh Abrams, situasi sulit bisa saja menyertai Ganjar dan Mahfud kini. Bila melihat hasil-hasil survei terbaru, tren elektabilitas Ganjar-Mahfud bisa dibilang terus menurun – bahkan sudah di bawah pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Harapan Ganjar kepada Jokowi juga masih terlihat baru-baru ini di tengah wacana pertemuan sang presiden dengan Ketum Megawati. “Justru kita bertanya-tanya, kok nggak pernah ketemu ya? Mbok ketemu,” ujar Ganjar pada Senin (22/1).
Lantas, mengapa harapan Ganjar bisa saja pupus layaknya apa yang dirasakan Timberlake di lagu “Holy Grail”? Apakah ini sudah saatnya untuk Ganjar move on?
Strategi Tarik Ulur Jokowi?
Seperti yang dijelaskan di atas, harapan yang dimiliki oleh Ganjar-Mahfud kepada Jokowi bisa jadi besar. Beberapa indikator yang mungkin merujuk pada asumsi itu adalah bagaimana sikap Mahfud berubah dan pernyataan Ganjar soal wacana pertemuan Jokowi-Megawati.
Namun, bukan tidak mungkin, isu keterikatan ini menjadi ‘senjata’ bagi Jokowi – bila benar presiden mendukung pasangan calon (paslon) lain sesuai kabar burung yang beredar. Ini bisa jadi cara Jokowi untuk melemahkan moral Ganjar-Mahfud.
Cara ini juga sejalan dengan strategi perang yang pernah dituliskan oleh Carl von Clausewitz, seorang ahli strategi Prusia yang hidup pada tahun 1780-1831. Dalam bukunya yang berjudul On War, Clausewitz menjelaskan bahwa perang adalah sebuah proses bertahap (gradual).
Mengapa bertahap? Alasannya adalah cara terbaik dalam berperang adalah dengan melemahkan musuh secara perlahan – sehingga memperkecil biaya yang dibutuhkan dalam konflik secara langsung.
Bukan tidak mungkin, dengan memanfaatkan isu keterikatan Ganjar kepada Jokowi, momentum politik yang dimiliki oleh paslon nomor urut tigapun bisa dicegah. Inipun bisa berdampak pada membesarnya kemungkinan paslon lain untuk memenangkan kontestasi.
Belum lagi, strategi ala Clausewitz seperti ini juga bisa memperkecil kekuatan yang dimiliki untuk paslon nomor urut tiga untuk bisa memberikan kontribusi besar pada paslon lain – katakanlah untuk paslon nomor urut satu yang disebut-sebut bakal bergabung di putaran kedua.
Dengan arti lain, upaya melemahkan satu musuh bisa memiliki dampak rantai untuk mencegah kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa menghambat momentum paslon nomor urut dua. Menarik untuk diamati kelanjutannya. (A43)