HomeHeadlineJokowi Skor 4-3?

Jokowi Skor 4-3?

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai mulai ditinggalkan oleh para elite politik lainnya. Mungkinkah Jokowi menambahkan skor sehingga menjadi 4-3?


PinterPolitik.com

โ€œCertified boogeyman, Iโ€™m the one that up the score with โ€˜emโ€ โ€“ Kendrick Lamar, โ€œNot Like Usโ€ (2024)

Penggemar olahraga bola basket pasti tahu dengan istilah ini, yakni โ€œGame 7โ€. Frasa ini sangatlah penting karena menjadi sesuatu hal yang menentukan.

Dalam playoffs National Basketball Association (NBA), permainan biasanya dilaksanakan hingga tujuh kali. Format turnamen seperti ini disebut sebagai format best-of-seven (BO7).

Sering kali, setelah enam pertandingan di antara dua tim calon juara, pertandingan ketujuh menjadi penentu. Siapapun yang memenangkan pertandingan terakhir ini, biasanya akan menentukan siapa pemenangnya.

Sepanjang sejarah NBA, setidaknya sudah terdapat 151 Game 7. Sering kali, tim kandang yang memenangkan permainan ketujuh itu.

Namun, BO7 ini tampaknya tidak hanya ada dalam turnamen olahraga seperti NBA, melainkan juga dalam dunia politik. Ini tampaknya bisa saja terjadi dalam perpolitikan Indonesia.

Bagaimana tidak? Presiden ke-7 RI akan segera mengakhiri masa jabatannya pada bulan Oktober 2024 nanti. Dan, bukan tidak mungkin, presiden ketujuh inilah yang menjadi penentu dalam sebuah pertandingan tak kasat mata.

โ€˜Pertandinganโ€™ ini terjadi di antara dua kelompok presiden, yakni presiden yang turun jabatan dengan mulu (soft landing) dan presiden yang turun jabatan dengan kacau (crash landing).

Di kelompok soft landing, misalnya, terdapat sejumlah nama presiden RI, seperti B.J. Habibie, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara, di kelompok crash landing, terdapat nama-nama seperti Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Kini, tiba saatnya presiden ketujuh akan menentukan pilihan untuk masuk tim yang mana. Dengan Oktober yang hanya dua bulan lagi, akan masuk manakah Presiden Joko Widodo? Akankah masuk ke kelompok soft landing atau crash landing?

Jokowi, Sang Raja Jawa?

Sejak demonstrasi #KawalPutusanMK atau #PeringatanDarurat membuat heboh publik dan media, sebutan โ€œRaja Jawaโ€ semakin ramai digunakan. Tidak hanya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, masyarakat menggunakan frasa ini untuk merujuk pada Presiden Jokowi.

Istilah ini juga bukan datang tanpa sebab. Pasalnya, Jokowi dinilai menerapkan pola politik kekuatan Jawa seperti yang dijelaskan Benedict R. Oโ€™G. Anderson yang berjudul Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia

Dalam budaya politik Jawa, raja akan menggunakan pola kekuatan Mandala, di mana terdapat sebuah lingkaran yang dikelilingi oleh mancanegara dan terpusat pada kraton.

Untuk membangun pola kekuatan demikian, maka sang raja akan mengumpulkan berbagai pusaka kekuatan di kraton. Tujuannya adalah agar pemusatan kekuatan terjadi sehingga siapapun di luar kraton, yakni mancanegara, akan tunduk pada sang raja.

Contoh pemimpin Indonesia yang dinilai melakukan pemusatan kekuatan seperti ini adalah Soekarno. Saat masih menjabat, Soekarno dinilai berusaha mengumpulkan kekuatan dari berbagai kelompok, yakni kelompok nasionalis, kelompok agama, dan kelompok komunis, yang mana ketiganya biasa disebut dengan istilah Nasakom.

Meski begitu, Anderson menilai bahwa Soekarno gagal dalam melakukan upaya pemusatan kekuatan ini sehingga pemerintahannya harus berakhir dengan kacau. Kala itu, Soekarno gagal membangun stabilitas politik guna menjaga pemerintahannya.

Ini menandakan bahwa sang raja kala itu belum memiliki kekuatan yang terpusat sepenuhnya. Alhasil, bukan tidak mungkin, karena hal ini, ikatan antara kraton dan mancanegara bisa terputus karena kekuatan masih tersebar dan tidak terpusat sepenuhnya pada sang raja.

Mulanya, Soekarno melakukan pemusatan serupa untuk menyeimbangkan kekuatan antar-โ€pusakaโ€ ini. Namun, โ€œpusaka-pusakaโ€ ini justru saling menegasikan kekuatan satu sama lain sehingga menciptakan ketidakstabilan.

Lantas, bagaimana dengan Jokowi? Mungkinkah sang โ€˜raja Jawaโ€™ satu ini berhasil menjaga stabilitas dalam upaya pemusatan kekuatannya?

Skor 4-3 untuk Crash Landing?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, seorang โ€˜raja Jawaโ€™ akan mengumpulkan โ€œpusaka-pusakaโ€ di kraton untuk menguatkan dirinya. Bila cukup kuat, dirinya akan menjadi pusat di mana para mancanegara akan berusaha menyenangkan sang โ€˜rajaโ€™ agar mendapatkan pembagian kekuasaan dari pusat

Namun, bukan tidak mungkin, kini sang โ€˜raja Jawaโ€™ mulai kehilangan โ€œpusaka-pusakanyaโ€. Pasalnya, para mancanegara  kini terlihat mulai meninggalkan kraton karena tidak mendapatkan perlindungan yang pasti.

Layaknya sistem kerajaan di Asia Tenggara, konsep mandala menjamin mancanegara untuk mendapatkan perlindungan dari sang kraton. Perlindungan ini berfungsi sebagai โ€œjasaโ€ yang diberikan setelah mancanegara memberikan tribut mereka.

Namun, dengan kekuatan yang melemah, bukan tidak mungkin sang kraton semakin ditinggalkan. Salah satu alasan mengapa ini bisa terjadi adalah karena munculnya kraton baru lainnya.

Dalam konteks politik Indonesia modern, presiden bisa dianggap sebagai kraton. Kemunculan kraton baru ini akhirnya membuat para mancanegara bergeser.

Katakanlah, dengan berakhirnya masa jabatan Jokowi, kraton utama kali ini tengah melemah karena tidak bisa memberikan perlindungan yang pasti. Prabowo sebagai kraton baru, atau presiden terpilih, memiliki โ€œpusaka-pusakaโ€ yang membuatnya menjadi kraton dengan kekuatan lebih.

Kini, dengan kekuatan yang melemah, kraton lama bisa saja berada dalam ancaman karena โ€œpusakanyaโ€ satu per satu mulai rontok. Mungkinkah Jokowi menambahkan skor untuk tim crash landing? Menarik untuk diamati kelanjutannya. (A43)


Baca juga :  Chronicle of Kostrad
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Siasat Ahok โ€œBongkarโ€ Korupsi Pertamina

Ahok tiba-tiba angkat bicara soal korupsi Pertamina. Mengacu pada konsep blame avoidance dan UU PT, mungkinkah ini upaya penghindaran?

Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Presiden Prabowo Subianto telah resmikan peluncuran BPI Danantara pada Senin (24/2/2025). Mengapa mimpi Sumitro Djojohadikusumo ini penting?