Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka telah resmi menjadi cawapres Prabowo Subianto. Ini menjadi tanda tegas bahwa Jokowi tidak mendukung jagoan PDIP, Ganjar Pranowo. Lantas, apakah Jokowi sangat percaya diri untuk mengalahkan Megawati Soekarnoputri di Pilpres 2024? Jika benar, apa alasan di balik kepercayaan diri itu?
PinterPolitik.com
“Politics is war without bloodshed while war is politics with bloodshed.” – Mao Zedong
Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka mungkin adalah sosok yang paling banyak dibicarakan saat ini. Mengutip studi pemasaran (marketing), Gibran tengah menjadi top of mind masyarakat. Namanya bertengger di kesadaran teratas masyarakat, setidaknya untuk mereka yang mengikuti berita politik.
Namun, jika bicara isu politik strategis, sosok yang seharusnya lebih mendapat perhatian bukanlah Gibran, melainkan Presiden Jokowi. Posisi Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto adalah penasbih tegas pilihan politik Jokowi.
Setelah menjadi pergunjingan panjang, publik akhirnya mengetahui bahwa Jokowi tidak mendukung Ganjar Pranowo, capres yang diusung PDIP. Pilihan Jokowi untuk mendukung Prabowo menimbulkan satu tanda tanya serius.
Apakah Jokowi merasa sangat percaya diri untuk bisa mengalahkan Megawati Soekarnoputri di Pilpres 2024? Jika “iya”, apa yang melandasi kepercayaan diri itu?
Makna Dalam Pidato Gibran
Jawaban atas pertanyaan itu dapat kita mulai dari pidato Gibran ketika menghadiri deklarasi di Indonesia Arena, GBK, Jakarta, pada Rabu (25/10/2023). “Tenang saja Pak Prabowo, tenang saja, Pak, saya sudah ada di sini,” ungkap Gibran.
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, ada dua makna yang dapat diambil dari pernyataan itu.
Pertama, itu adalah garansi bahwa Gibran siap bersanding dengan Prabowo di Pilpres 2024. Dan kedua, itu merupakan bentuk kepercayaan diri Gibran untuk “menggaransi kemenangan” Prabowo di Pilpres 2024.
“Secara psikologi politik pernyataan Gibran ‘tenang Pak Prabowo’ memberikan rasa nyaman dan percaya diri bahwa duet ini bakal leading di 2024 nanti,” ungkap Adi pada Rabu (25/10/2023).
***
Dalam dunia politik yang penuh dengan perdebatan dan ketegangan, bahasa yang digunakan politisi memiliki dampak besar pada pandangan masyarakat dan arah kebijakan yang diambil.
Bahasa yang optimis dan penuh keyakinan adalah alat yang sangat penting dalam politik, karena dapat membentuk persepsi publik, membangun kepercayaan, dan memotivasi perubahan yang positif.
Dalam bukunya yang masyhur The Art of War, Sun Tzu sangat menekankan pentingnya seorang panglima tempur untuk memberikan energi positif dan membangkitkan semangat juang.
Selain soal semangat tempur, bahasa yang optimis dan penuh keyakinan juga bertujuan untuk membangun kepercayaan publik.
Ilmuwan politik Robert Putnam menjelaskan, ketika politisi berbicara dengan bahasa yang optimis dan percaya diri, mereka cenderung terlihat sebagai individu yang kompeten dan dapat diandalkan.
Itu memungkinkan politisi untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan pemilih dan pemangku kepentingan.
***
Nah, bertolak dari pidato Gibran yang begitu percaya diri, tentu pertanyaannya, kenapa Gibran begitu percaya diri? Apakah modal politik (political capital) Gibran begitu besar?
Apakah Gibran merupakan konglomerat dengan kekayaan nomor wahid? Sekiranya tidak. Apakah Gibran memiliki massa yang begitu melimpah, loyal, dan militan? Sekiranya belum. Lalu, modal politik apa yang memberi rasa percaya yang besar itu?
Jokowi Fully Armed and Equipped
Well, secara cepat dapat dikatakan bahwa alasan di balik kepercayaan diri itu adalah Presiden Jokowi. Meminjam istilah militer, Jokowi adalah sosok yang fully armed and equipped.
Istilah itu menunjukkan bahwa pasukan atau personel militer telah dilengkapi dengan semua senjata, amunisi, peralatan, dan perlengkapan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau misi mereka secara efektif.
Landasan hipotesis untuk mengatakan Jokowi fully armed and equipped adalah munculnya isu akan ada reshuffle untuk mengganti pos-pos strategis PDIP.
Setidaknya ada tiga pos PDIP yang disebut akan diganti, yakni Sekretaris Kabinet yang dijabat Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM yang dijabat Yasonna Laoly, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang dijabat oleh Budi Gunawan (BG).
Dari ketiga pos itu, yang paling menarik adalah Kepala BIN. Posisi itu sangat krusial karena menentukan siapa yang menguasai informasi intelijen. Seperti kata filsuf Michel Foucault, pengetahuan atau informasi adalah kekuatan (power).
***
Terlepas dari kebenaran isu reshuffle yang menyasar PDIP, ada satu pertanyaan penting yang harus ditanyakan. Kenapa Jokowi begitu percaya diri melawan Megawati dan PDIP?
Ada dua hipotesis yang dapat dibangun untuk menjawab pertanyaan itu, yakni (1) ada kekuatan besar yang mendukung, dan (2) dorongan kuat (desire) yang tak tertahankan. Kedua hipotesis ini bertolak pada studi psikologi mengenai bagaimana kepercayaan diri atau keberanian terbentuk.
Terkait yang pertama, bukan tidak mungkin ini berkaitan dengan proyek-proyek strategis nasional, khususnya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
Dalam pidatonya ketika menghadiri Belt and Road Forum (BRF) ke 3 di Beijing, Tiongkok, di hadapan Presiden Tiongkok Xi Jinping, Jokowi mengatakan IKN ingin disinergikan dengan proyek Belt and Road Initiative (BRI) atau Jalur Sutra Modern Tiongkok.
“Ke depan kami juga akan sinergikan pembangunan Ibu Kota Baru, Ibu Kota Nusantara (IKN),” ungkap Jokowi (18/10/2023).
Bukan tidak mungkin Presiden Xi Jinping memberikan dukungan kepada Jokowi yang kemudian membuatnya sangat percaya diri.
Sementara dari kekuatan politik dalam negeri, Koalisi Indonesia Maju (KIM) berisi deretan mewah politisi nasional.
Belakangan juga mencuat istilah triumvirat yang menggambarkan gabungan kekuatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi, dan Prabowo. Ini juga ditafsirkan sebagai Presiden ke-6, Presiden ke-7, dan Presiden ke-8 RI.
Kemudian hipotesis yang kedua, saat ini kuat beredar isu bahwa Jokowi merasa tidak dihormati sebagai seorang Presiden oleh Megawati. Itu misalnya terlihat dari kembali viralnya video pernyataan Megawati di acara HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Selasa (10/1/2023).
Kalimat Megawati, “Lah iya padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga duh kasihan dah”, di forum terbuka dinilai tidak menghormati posisi Jokowi sebagai Presiden RI.
Jika isu itu benar, Jokowi sepertinya merasa “sudah cukup” untuk berada di bawah bayang-bayang Megawati. Sudah waktunya sang Presiden yang fully armed and equipped untuk maju bertarung.
Seperti yang menjadi alasan Jusuf Kalla (JK) maju melawan SBY di Pilpres 2009, ada harga diri atau kebanggaan untuk bisa maju bertarung.
“Saya Wapres, saya Ketua Umum (Partai Golkar), akhirnya timbul harga, Golkar partai terbesar mesti ada calonnya dong,” ungkap JK (22/2/2021).
Well, mari menanti Pilpres 2024. (R53)