Menyusul Prabowo yang ingin merebut kandang banteng di Jateng, Jokowi tampak tengah berupaya menggoyang kedigdayaan Prabowo di Jabar.
Pinterpolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]erang merebut kandang musuh di Pilpres 2019 sepertinya akan semakin memanas. Hal ini terjadi setelah beberapa waktu lalu, PDIP melakukan safari politik ke Jawa Barat (Jabar) yang dianggap sebagai kandang bagi Prabowo Subianto. PDIP cukup yakin bahwa Jabar akan berganti menjadi kandang bagi Joko Widodo (Jokowi).
Langkah itu seperti sebuah upaya untuk menandingi strategi kubu lawannya yang mendirikan posko kemenangan di Jawa Tengah (Jateng). Sebuah strategi yang dianggap berani karena Jateng dianggap sebagai rumah bagi PDIP dan juga bagi Jokowi.
Sekilas, strategi seperti ini boleh jadi tidak lazim dilakukan. Akan tetapi, boleh jadi masing-masing kubu menilai bahwa daerah-daerah itu akan menjadi kunci kemenangan mereka. Apalagi, Jabar dan Jateng memberi pengaruh besar bagi perolehan suara Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2014.
Perlu diakui, dua provinsi di Pulau Jawa ini tergolong seksi untuk diperebutkan. Beragam faktor – mulai dari jumlah penduduk dan peran strategisnya – membuat Jabar dan Jateng selalu menarik untuk dilihat hasil perolehan suaranya. Lalu, bagaimanakah perang merebut kandang ini berdamapak di Pilpres 2019 nanti?
Merebut Wilayah Krusial
Dalam sebuah perang, merebut daerah kekuasaan lawan kerap dianggap penting meski sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, merebut teritori lawan kerap dilakukan apapun caranya untuk memenangkan pertarungan.
Hal serupa tampaknya belakangan berlaku pula dalam perkara politik. Di atas kertas, para aktor politik seharusnya meminimalkan usaha di daerah yang lemah kontribusi suaranya, dan fokus pada wilayah yang bisa memberi suara maksimal.
Akan tetapi, jika melihat dari perkembangan politik belakangan ini, strategi seperti itu bisa saja tak lagi tepat. Hal ini tergambar dari bagaimana Donald Trump memenangkan Pilpres Amerika Serikat (AS) 2016. Bagi beberapa orang, salah satu kunci kemenangan presiden berlatar pengusaha ini ada pada keberhasilannya merebut suara dari wilayah lawan.
AS kerap terbagi atas red states yang merujuk pada wilayah favorit Partai Republik dan blue states yang merupakan daerah kekuasaan Partai Demokrat. Di Pilpres 2016, Trump berhasil mengubah beberapa wilayah blue state yang semula milik Demokrat dan Hillary Clinton, menjadi penyumbang suara baginya. Hal ini disoroti misalnya oleh John Sides, Michael Tesler dan Lynn Vavreck dalam Journal of Democracy.
Pada gelaran tersebut, Trump berhasil merebut negara-negara bagian seperti Iowa, Wisconsin, Pennsylvannia dan Michigan. Negara-negara bagian tersebut sejak tahun 2000 telah menjadi basis dukungan bagi Partai Demokrat dan terutama bagi Barack Obama. Akan tetapi, pada Pilpres 2016, Trump berhasil meruntuhkan tembok biru milik Demokrat tersebut.
Tak hanya itu, Trump juga berhasil mengambil alih wilayah lain milik Demokrat, yaitu Ohio dan Florida. Padahal, kedua negara bagian ini tercatat selalu biru untuk Demokrat dan Obama sejak tahun 2008.
Sides, Tesler dan Vavreck menyebut kemenangan Trump di tembok-tembok biru milik Demokrat itu sebagai salah satu kunci kemenangannya. Dari kemenangan Trump ini, tergambar bahwa mengambil alih kandang lawan adalah hal yang penting untuk merebut kursi. Oleh karena itu, wajar dan boleh jadi penting bagi Jokowi dan Prabowo untuk merebut kandang dari lawannya masing-masing.
Jokowi Menatap Jabar
Pada titik itu, perang untuk saling berebut kandang bagi Jokowi dan Prabowo boleh jadi penting bagi mereka. Lalu bagaimana peluang masing-masing kandidat untuk merebut kandang tersebut?
Bagi Jokowi, upaya merebut Jabar boleh jadi adalah hal yang benar-benar krusial. Di tahun 2014, Jokowi kalah telak di provinsi dengan jumlah DPT paling besar di Indonesia ini. Jokowi kala itu mendapatkan 9,5 juta suara, kalah dari Prabowo dengan 14,1 juta suara. Oleh karena itu, merebut Jabar penting untuk mengunci kemenangan di Pilpres 2019.
Jika melirik modalnya, sejauh ini Jokowi sudah mengamankan dukungan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Tak hanya itu, partai-partai yang memiliki suara signifikan di Jabar seperti Partai Golkar dan PPP juga menjadi partai pendukungnya.
Meski begitu, Jokowi sebenarnya masih punya pekerjaan besar dari segi elektabilitas di wilayah ini. Jika merujuk pada Exit Poll SMRC pada Pilgub Jabar 2018 lalu, masyarakat Jabar cenderung akan memilih Prabowo jika hanya dihadapkan dengan Jokowi. Pada survei tersebut Prabowo mengungguli Jokowi dengan perolehan 51,2 persen berbanding 40,3 persen suara.
Selain itu, perlu diakui bahwa daerah ini terlanjur menjadi tempat tumbuh suburnya oposisi bagi Jokowi. Tak hanya menjadi rumah bagi PKS dan Gerindra, daerah ini juga dianggap sebagai rumah bagi Gerakan 2019 Ganti Presiden. Hal ini merujuk pada exit poll yang dilakukan oleh SMRC seperti disebut di atas.
Memang, PDIP sudah mengklaim bahwa Jabar akan berubah menjadi kandang bagi Jokowi. Akan tetapi, jika merujuk pada survei tersebut, langkah Jokowi di daerah ini boleh jadi akan tergolong berat.
Jateng Sebagai Battleground
Di sisi oposisi, Prabowo jelas tak ingin kembali menanggung malu dengan kekalahan telak di Jateng. Meski unggul di Jabar yang berpenduduk lebih banyak, kekalahan di Jateng menjadi salah satu faktor ia harus rela kursi di Istana Negara diduduki oleh Jokowi pada 2014 lalu.
Kekalahan di Jateng memang tergolong telak dan jadi pil yang teramat pahit bagi Prabowo yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa. Prabowo hanya mendapatkan total 6,4 juta suara, berbanding 12,9 juta milik Jokowi.
Jokowi dan Prabowo tampak sama-sama ingin merebut kandang masing-masing Share on XModal Prabowo sejauh ini banyak bertumpu pada momentum suara yang diraih oleh pasangan yang ia dukung, yaitu Sudirman Said dan Ida Fauziah di Pilgub Jateng 2018. Sudirman yang dianggap akan kalah telak hingga 70 persen, nyatanya berhasil memutar perkiraan banyak orang dengan perolehan 41,2 persen. Momentum tersebut diharapakan mampu diambil untuk diarahkan ke Prabowo.
Di luar itu, Prabowo juga telah mengamankan dukungan dari Partai Demokrat. Partai yang identik dengan warna biru ini disebut-sebut menjadi motor di balik kemenangan Ganjar Pranowo di Pilgub Jateng lalu.
Sayangnya, dari segi survei, Prabowo tampak masih tertinggal dari Jokowi di wilayah ini. Pada survei yang dirilis oleh SMRC, Jokowi unggul cukup telak di wilayah Jateng dan DIY dengan 73,1 persen. Sementara itu, Prabowo hanya mendapatkan 19,7 persen.
Apalagi, Jateng hampir seluruhnya merah milik PDIP dan nyaris tak memberikan ruang bagi partai-partai lain. Pada pemilu 2014 lalu misalnya, PDIP berhasil meraup 4,2 juta suara dan menjadi kampiun pemilu di wilayah tersebut.
https://www.instagram.com/pinterpolitik/?utm_source=ig_embed
Tak hanya itu, di kursi eksekutif, posisi orang nomor satu di Jateng kini dihuni oleh Ganjar Pranowo, seorang kader PDIP. Sebagai seorang kader PDIP, Ganjar tak ragu-ragu untuk mengekspresikan dukungannya kepada PDIP dan Jokowi.
Berdasarkan hal tersebut, meski upaya tengah gencar dilakukan, peluang untuk mengubah kandang banteng menjadi kandang Prabowo masih membutuhkan kerja ekstra keras. Meski memiliki momentum, jika survei yang jadi rujukannya, basis tradisional PDIP itu tampaknya masih cukup kokoh untuk digoyang.
Pada titik ini, upaya masing-masing kubu untuk merebut kandang lawan memang bisa dianggap sebagai suatu strategi yang penting untuk memenangkan pertarungan. Mereka sudah cukup menyadari hal yang seperti dilakukan oleh Trump itu sebagai sesuatu yang krusial.
Akan tetapi, peluang masing-masing kubu untuk mengambil alih kandang lawan ini tergolong masih tipis. Kekuatan-kekuatan politik lama tergolong masih sulit digeser, meski masing-masing saling mengklaim momentum.
Pada akhirnya, hasil akhir masih belum bisa ditentukan, apakah Jokowi akan menang di Jabar atau Prabowo menang di Jateng. Yang jelas, kerja keras perlu dilakukan jika ingin bernasib seperti Trump. Jika tidak, maka pernyataan masing-masing kubu hanya akan menjadi psywar belaka tanpa bukti. (H33)