HomeNalar PolitikJokowi, Konser, dan Demo Mahasiswa

Jokowi, Konser, dan Demo Mahasiswa

Musisi-musisi dari berbagai generasi dan aliran musik bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor beberapa waktu lalu. Di tengah-tengah gelombang demonstrasi mahasiswa, musisi-musisi tersebut berencana untuk menggelar konser bertajuk “Persatuan Indonesia dan Perdamaian” pada pertengahan Oktober nanti.


PinterPolitik.com

“They say I can be insensitive but they stay around” – Joe Budden, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Gelombang demonstrasi di beberapa kota tampaknya tak kunjung reda. Beberapa hari lalu, gelombang protes ini tetap berlanjut guna menuntut pembatalan berbagai rancangan undang-undang (RUU) – khususnya Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) – dan pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melihat gelombang demonstrasi yang tak kunjung reda ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan-pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat. Sejumlah tokoh masyarakat seperti Alissa Wahid dan Mahfud MD misalnya, bertemu dengan presiden dan memberikan beberapa masukan kepada presiden terkait demonstrasi-demonstrasi mahasiswa yang terjadi.

Sebelumnya, Jokowi juga sempat bertemu dengan perwakilan buruh tani pada Hari Tani Nasional 2019. Terkait peringatan hari tersebut, para petani mempertanyakan RUU Pertanahan yang dianggap tidak melibatkan seluruh stakeholders dalam perancangannya.

Selain buruh tani, buruh kerja juga menjadi salah satu elemen masyarakat yang ditemui Jokowi. Beberapa organisasi buruh yang ditemui Jokowi adalah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) guna membicarakan revisi UU Ketenagakerjaan.

Uniknya, pada hari yang sama, Jokowi juga bertemu dengan para musisi lintas aliran musik dan lintas generasi di Istana Bogor. Beberapa di antaranya adalah rapper Laze dan Iwa K, penyanyi-penyanyi dangdut Ikke Nurdjanah dan Siti Badria, Kikan eks-Coklat, Ahmad Albar, drummer Sandy Andarusman dari PAS Band, dan sebagainya.

Berbeda dengan kelompok-kelompok yang berbicara mengenai berbagai RUU bermasalah sebelumnya, para musisi ini justru mengumumkan rencana konser bertajuk “Persatuan Indonesia dan Perdamaian” – atau “Musik untuk Republik” – yang akan digelar di Bumi Perkemahan Cibubur pada 18-20 Oktober nanti usai bertemu dengan presiden.

Sebagian dari musisi tersebut mengklaim bahwa konser ini bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan persatuan dan perdamaian. Di sisi lain, konser ini juga hendak mengundang Jokowi dan menjadikannya sebagai ikon pemersatu Indonesia.

Mungkin, pertemuan Jokowi dengan para musisi ini pun menimbulkan pertanyaan. Mengapa konser ini menjadi penting? Lalu, apa kaitannya dengan demonstrasi mahasiswa?

Baca juga :  Hype Besar Kabinet Prabowo

Pagelaran Musik

Musik telah menjadi bagian dari peradaban manusia sejak peradaban itu sendiri muncul. Dalam politik, tentunya musik memiliki peran tertentu, dari sebagai protes hingga sebagai instrumen komunikasi politik.

John Street dalam tulisannya yang berjudul Music as Political Communication menjelaskan bahwa musik dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Fungsi musik ini kerap diterapkan dalam menyuarakan aspirasi protes.

Namun, musik tidaklah hanya digunakan dalam gelombang protes dan perlawanan dalam politik, melainkan juga sebagai propaganda. Street menilai bahwa musik dapat digunakan untuk menarik dukungan masyarakat terhadap partai politik, pemerintah, dan negara.

Fungsi musik dalam hal ini setidaknya sering kali digunakan dalam kampanye-kampanye pemilihan umum. Dalam Pilpres, Presiden Jokowi sendiri cukup menyadari peran musik dalam kampenye politik. Mantan Wali Kota Solo itu beberapa kali mengadakan konser besar guna menyampaikan visi-visi politik, seperti Konser Putih Bersatu pada tahun 2019 dan Konser Salam Dua Jari pada tahun 2014.

Selain kampanye politik, musik juga digunakan oleh pemerintah untuk berkomunikasi dengan warganya. Dalam komunikasi ini, mengacu pada tulisan Street, jenis dan isi musik yang digunakan juga disesuaikan agar dapat menyampaikan pesan-pesan yang dianggap “benar.”

Musik dapat digunakan untuk menarik dukungan masyarakat terhadap partai politik, pemerintah, dan negara. Share on X

Lalu, bagaimana dengan konser pada Oktober nanti? Apakah konser ini juga berhubungan dengan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh pemerintah?

Bisa jadi, konser bertajuk “Persatuan Indonesia dan Perdamaian” bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan yang sesuai dengan keinginan pemerintah. Melalui konser tersebut, musisi-musisi yang bertemu dengan Jokowi tersebut mengharapkan adanya penyampaian pesan-pesan pemersatu – seperti presiden sebagai ikon pemersatu bangsa.

Street sendiri juga menjelaskan bahwa musik memiliki peran untuk membentuk perasaan kebangsaan. Dengan mengutip Benedict Anderson, Street menjelaskan bahwa musik membantu membentuk komunitas yang dibayangkan (imagined community), yakni sebagai sebuah bangsa dan negara.

Di sisi lain, rencana konser ini dapat diamati melalui perspektif budaya politik Jawa yang juga pernah dijelaskan oleh Anderson. Dalam bukunya yang berjudul Language and Power menjelaskan bahwa pemimpin Indonesia kerap menggunakan strategi politik ala Jawa.

Dalam penerapan strategi politik tersebut, pemimpin-pemimpin di Indonesia sering kali terobsesi pada pelaksanaan upacara dan pagelaran. Anderson menilai obsesi ini ditujukan sebagai ekspresi ideologisasi, manuver manipulasi, upaya untuk menyembunyikan realitas politik dan ekonomi dari masyarakat, atau untuk mengintegrasikan secara formal kelompok-kelompok yang berseberangan.

Beberapa contohnya adalah pagelaran pertunjukan wayang di Istana Kepresidenan – telah menjadi tradisi sejak era Soekarno dan Soeharto. Menurut Anderson, tradisi pertunjukan wayang di Istana ini kerap disesuaikan dengan simbolisme politik yang relevan.

Baca juga :  Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Jika rencana konser tersebut dapat menjadi cara pemerintahan Jokowi menyampaikan pesan dan simbolisme politik tertentu, apakah lantas konser itu dapat berdampak pada masyarakat? Kira-kira, apa saja dampaknya?

Identitas Kolektif

Rencana pagelaran konser musik bisa saja membawa dampak pada masyarakat. Setidaknya, pesan-pesan yang disajikan melalui musik dapat menumbuhkan perasaan tertentu di masyarakat.

Seperti yang dijelaskan oleh Street, musik dapat berkontribusi dalam membentuk komunitas yang dibayangkan (imagined community). Dalam hal ini, perasaan identitas dapat terbentuk melalui pesan-pesan yang disampaikan oleh musik.

konser Persatuan Indonesia dan Perdamaian

Kaitan antara musik dan komunitas yang dibayangkan ini pernah dibicarakan dalam sebuah konferensi di Firenze, Italia. Dalam konferensi yang diadakan oleh European University Institute Florence tersebut, disebutkan bahwa musik dapat menimbulkan perasaan memiliki (belonging) sehingga membentuk identitas-identitas kolektif.

Hal senada juga dijelaskan oleh Simon Frith dalam tulisannya yang berjudul Music and Identity. Dalam tulisan itu, Frith menjelaskan bahwa musik memberikan pengalaman atas diri berdasarkan identitas subjektif dan kolektif.

Namun, berbicara mengenai pembentukan identitas, batasan-batasan sosial antar-kelompok kemudian turut terbentuk. Dengan adanya batasan-batasan itu, upaya-upaya alienasi, pengucilan (exclusion), dan stigmatisasi dapat terjadi.

Lalu, apa kaitannya pembentukan identitas melalui musik ini dengan rencana konser musisi-musisi di Cibubur?

Bisa jadi, rencana pagelaran konser itu berkaitan dengan banyaknya gelombang protes yang kini terjadi. Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa sendiri kini semakin identik dengan label-label seperti anarkis, penumpang gelap, massa bayaran, dan lain-lain.

Pelabelan tersebut bisa saja menjadi bertentangan dengan pesan-pesan persatuan dan perdamaian yang disampaikan oleh konser musisi lintas-aliran dan lintas-generasi tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa amplifikasi pesan-pesan itu akan mengalienasi dan meminggirkan gelombang protes tersebut.

Meski pagelaran tersebut dalam perspektif budaya politik Jawa dapat saja memperkuat klaim kekuatan pemimpin, pesan-pesan musik yang mengucilkan kelompok-kelompok lain bisa saja malah melemahkan upaya pemusatan kekuatan dalam kaidah politik ala Jawa.

Pada tingkat ekstremnya, gelombang demonstrasi ini bisa saja dianggap sebagai pengganggu bagi persatuan dan perdamaian Indonesia – atau mungkin bagi Jokowi sebagai ikon pemersatu. Padahal, para demonstran mengklaim bahwa mereka hanya ingin pemerintah memenuhi tuntutan-tuntutan agar RUU bermasalah dan revisi UU KPK dapat dibatalkan.

Mungkin, adanya rencana pagelaran konser ini justru dapat saja menggambarkan insensitivitas atas berbagai persoalan yang terjadi. Seperti lirik mantan rapper Joe Budden di awal tulisan, meski dianggap tidak sensitif, orang-orang di sekitarnya pun tetap bertahan – entah sampai kapan mereka bertahan. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

More Stories

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.