HomeNalar PolitikThe Kingmaker: Jokowi?

The Kingmaker: Jokowi?

Kecil Besar

Jokowi diharapkan bisa mempersiapkan sosok pemimpin mumpuni untuk suksesi kepemimpinan di tahun 2024. Idealnya, ia harus bisa memainkan peran sebagai seorang kingmaker.


Pinterpolitik.com

Periode 2019-2024 akan menjadi masa terakhir bagi Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi presiden di negeri ini, jika nanti benar-benar dilantik. Terlepas dari beragam capaian yang ia raih selama lima tahun nanti, bagaimanapun ia harus siap untuk melepas jabatan orang nomor satu di negeri ini.

Berdasarkan kondisi tersebut, hampir dipastikan bahwa di tahun 2024 nanti akan ada suksesi kepemimpinan baru di negeri ini. Generasi yang lebih baru dan lebih muda jelas harus siap untuk mengisi posisi yang akan ditinggalkan oleh Jokowi.

Menurut kader PDIP Budiman Sudjatmiko, Jokowi harus mampu melahirkan pemimpin yang lebih baik dari dirinya di masa pasca 2024. Pentolan Partai Rakyat Demokratik era Orde Baru tersebut berujar bahwa ukuran sukses tak hanya berlaku di tahun 2024 saja, tetapi juga menyangkut lahirnya pemimpin baru tersebut.

Budiman dalam pernyataan tersebut lebih banyak mengaitkannya dengan masalah perbaikan SDM yang ada di negeri ini. Meski begitu, pernyataan tersebut juga dapat memiliki makna lebih luas terkait dengan potensi peran Jokowi sebagai kingmaker di tahun 2024 nanti.

Lalu, bagaimana sebenarnya peluang Jokowi menjadi kingmaker di kontestasi elektoral tersebut? Apakah ia memilki beragam prakondisi yang bisa membuatnya melahirkan sosok pemimpin yang mumpuni seperti banyak politisi ulung dunia?

Menyiapkan Suksesi

Menyiapkan suksesor bagi kepemimpinan nasional boleh jadi bukanlah hal yang sepenuhnya wajar dalam negara demokrasi. Tak seperti sistem lain, dalam sistem ini pemimpin berikutnya tidak diwariskan ataupun ditunjuk langsung oleh pemimpin sebelumnya.

Meski demikian, dalam banyak kasus, pemimpin di sistem demokrasi juga tetap harus bisa memuluskan langkah agar suksesornya nanti tak lebih buruk ketimbang dirinya. Tak hanya itu, beberapa aktor politik juga menghendaki agar popularitas pemimpin dapat menular ke parpol atau calon pemimpin berikutnya sehingga kekuasaan mereka tetap terjaga.

Merujuk pada kondisi tersebut, permintaan Budiman kepada Jokowi untuk menghasilkan pemimpin yang lebih baik ketimbang dirinya boleh jadi memiliki dasar. Budiman meminta Jokowi fokus pada pembangunan SDM untuk mewujudkan hal tersebut.

Budiman memang tak spesifik menyebutkan bahwa pemimpin yang lebih baik tersebut adalah proses yang serupa dengan para kingmaker di seluruh dunia. Meski demikian, di tengah wacana Kongres PDIP yang direncanakan akan dipercepat, belakangan muncul gagasan Jokowi akan menjadi seorang kingmaker.

Tak hanya itu, istilah kingmaker kepada Jokowi juga pernah diutarakan oleh Nyarwi Ahmad, Direktur for Presidential Studies-Digital Media and Communication Research Center, Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Label tersebut ia lontarkan ketika Jokowi melakukan pertemuan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Baca juga :  How About Dasco’s Destiny?

Di satu sisi, Jokowi boleh jadi saat ini memiliki jejaring pemimpin potensial yang bisa didorong untuk maju di Pilpres 2024. Ada beberapa kepala daerah yang menyatakan dukungan padanya pada Pilpres 2019, yang bisa saja diprospek untuk kepemimpinan nasional di tahun 2024.

Nama-nama seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo misalnya, dapat menjadi sosok yang menjadi suksesor Jokowi, jika ia mengambil peran sebagai kingmaker. Hal tersebut masih belum ditambah AHY – jika benar-benar merapat ke kubu koalisi pemerintah – ketika peran sebagai kingmaker yang diungkapkan oleh Nyarwi Ahmad benar-benar dimainkan oleh Jokowi.

Memberikan Jalan

Istilah kingmaker kerap kali diidentikkan dengan sosok Richard Neville, Earl ke-16 Warwick. Ia digelari sebagai Warwick the Kingmaker pada masa Perang Mawar (War of the Roses) di Inggris akibat perannya di perang tersebut.

Warwick memiliki peran untuk menjatuhkan Raja Henry VI dan memberikan jalan kepada Raja Edward IV. Meski begitu, ia kemudian justru menjatuhkan Edward untuk memberikan jalan kepada Henry. Terlihat bahwa meski piawai berperang, hal itu semata-mata ia lakukan untuk memberikan jalan kepada sosok lain untuk menjadi raja.

Oleh karena itu, meski tak merinci Jokowi harus melakukan suksesi secara khusus, ungkapan Budiman kepada Jokowi boleh jadi tetap memiliki unsur serupa kingmaker. Ada permintaan kepada Jokowi untuk menyiapkan jalan bagi pemimpin baru seperti yang lazim dilakukan oleh para kingmaker.

Di era saat ini, istilah kingmaker kerap dialamatkan kepada sosok yang memimpin di balik bayang-bayang pemimpin yang secara resmi menjabat. Sejarah yang terjadi pada Warwick the Kingmaker sebenarnya tidak benar-benar berlaku demikian, tetapi itulah yang saat ini menjadi pandangan banyak orang. Perubahan makna seperti ini disoroti oleh Michael Hicks profesor sejarah dari Winchester University.

Ada beberapa hal yang dapat didorong oleh seorang kingmaker untuk mempengaruhi sebuah suksesi politik. Pengaruh baik yang bersifat politik, uang, agama, dan militer bisa saja digunakan untuk memberikan pengaruh pada proses tersebut.

Hal tersebut dapat ditemukan dalam diri Warwick the Kingmaker. Kekuatannya untuk memberi pengaruh dalam posisi raja bersumber dari kekayaan yang melimpah, jejaring yang ekstensif kepada orang berkuasa lainnya, dan kemampuannya sebagai komandan.

Di berbagai negara dunia, istilah kingmaker ini tergolong lazim dialamatkan kepada tokoh politik. Di India misalnya, sosok Sonia Gandhi dianggap sebagai kingmaker melalui berbagai langkahnya sebagai politisi.

Gandhi sebenarnya memiliki peluang untuk menjadi Perdana Menteri India di tahun 2004. Kala itu, partai tempat ia bernaung, Indian National Congress (INC), memenangkan Pemilu. Meski begitu ia memilih untuk tak menjadi Perdana Menteri dan memberikan jalan kepada Manmohan Singh. Hingga saat ini, sosok Gandhi kerap dianggap sebagai sosok yang seharusnya menjadi king alih-alih kingmaker.

Butuh Waktu

Di atas kertas, Jokowi boleh jadi kini tengah memiliki beberapa nama yang bisa ia prospek untuk menjadi pemimpin di masa depan. Sosok seperti Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowo kini berada di kubunya dan sangat potensial untuk kepemimpinan nasional tahun 2024.

Meski demikian, seperti yang disebutkan sebelumnya, istilah kingmaker di era saat ini tak hanya semata-mata memberikan jalan kepada sosok lain untuk memimpin. Ada unsur memimpin di balik bayang-bayang, yang meski kerap mendapat konotasi buruk, merupakan gambaran dari pengaruh dari sosok yang didaulat sebagai kingmaker.

Seperti disebutkan sebelumnya, kingmaker  memerlukan pengaruh yang bersifat politik, uang, agama, dan militer untuk dapat mempengaruhi proses suksesi. Jika merujuk pada Warwick the Kingmaker, ia memiliki kekayaan, jejaring, dan kemampuan sebagai komandan.

Sulit untuk mengatakan bahwa Jokowi saat ini sudah memiliki kondisi-kondisi tersebut. Secara politik, mungkin cukup punya pengaruh karena memiliki posisi sebagai presiden. Meski demikian, untuk unsur-unsur lain, sulit untuk mengatakan hal tersebut saat ini sudha ada padanya.

JkJokowi masih butuh waktu panjang untuk bisa dianggap sebagai sosok kingmaker. Share on X

Dalam relasi dengan berbagai tokoh lain di Indonesia, Jokowi juga tampak masih belum memiliki daya saing yang benar-benar superior. Hal ini berbeda dengan sosok Megawati Soekarnoputri misalnya, yang kerap dianggap sebagai sosok kingmaker sesungguhnya di Indonesia.

Secara spesifik, Megawati kerap disebut kingmaker bagi Jokowi. Hal ini dapat menjadi gambaran bahwa ada sosok yang lebih berpengaruh ketimbang Jokowi yang bahkan bisa mempengaruhi dirinya.

Berdasarkan kondisi tersebut, memberikan label kingmaker kepada Jokowi boleh jadi masih membutuhkan waktu yang lebih panjang. Saat ini, Jokowi boleh jadi tak punya berbagai jenis kondisi yang membuatnya memiliki pengaruh maksimal untuk berperan sebagai seorang kingmaker.

Terlepas dari hal tersebut, semua orang tetap berharap Jokowi bisa meninggalkan legacy yang baik. Suksesi yang mulus adalah salah satu bentuknya. Dalam perkara suksesi ini, perlu dinanti kembali, apakah Jokowi nanti sudah bisa menjadi kingmaker atau belum. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo’s Revolusi Hijau 2.0?

Presiden Prabowo mengatakan bahwa Indonesia akan memimpin revolusi hijau kedua di peluncuran Gerina. Mengapa ini punya makna strategis?

Cak Imin-Zulhas “Gabut Berhadiah”?

Memiliki similaritas sebagai ketua umum partai politik dan menteri koordinator, namun dengan jalan takdir berbeda, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Zulkifli Hasan (Zulhas) agaknya menampilkan motivasi baru dalam dinamika politik Indonesia. Walau kiprah dan jabatan mereka dinilai “gabut”, manuver keduanya dinilai akan sangat memengaruhi pasang-surut pemerintahan saat ini, menuju kontestasi elektoral berikutnya.

Indonesia Thugocracy: Republik Para Preman?

Pembangunan pabrik BYD di Subang disebut-sebut terkendala akibat premanisme. Sementara LG “kabur” dari investasinya di Indonesia karena masalah “lingkungan investasi”.

Honey Trapping: Kala Rayuan Jadi Spionase

Sejumlah aplikasi kencan tercatat kerap digunakan untuk kepentingan intelijen. Bagaimana sejarah relasi antara spionase dan hubungan romantis itu sendiri?

Menguak CPNS “Gigi Mundur” Berjemaah

Fenomena undur diri ribuan CPNS karena berbagai alasan menyingkap beberapa intepretasi yang kiranya menjadi catatan krusial bagi pemerintah serta bagi para calon ASN itu sendiri. Mengapa demikian?

It is Gibran Time?

Gibran muncul lewat sebuah video monolog – atau bahasa kekiniannya eksplainer – membahas isu penting yang tengah dihadapi Indonesia: bonus demografi. Isu ini memang penting, namun yang mencuri perhatian publik adalah kemunculan Gibran sendiri yang membawakan narasi yang cukup besar seperti bonus demografi.

Anies-Gibran Perpetual Debate?

Respons dan pengingat kritis Anies Baswedan terhadap konten “bonus demografi” Gibran Rakabuming Raka seolah menguak kembali bahwa terdapat gap di antara mereka dan bagaimana audiens serta pengikut mereka bereaksi satu sama lain. Lalu, akankah gap tersebut terpelihara dan turut membentuk dinamika sosial-politik tanah air ke depan?

Korban Melebihi Populasi Yogya, Rusia Bertahan? 

Perang di Ukraina membuat Rusia kehilangan banyak sumber dayanya, menariknya, mereka masih bisa produksi kekuatan militer yang relatif bisa dibilang setimpal dengan sebelum perang terjadi. Mengapa demikian? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...