Kumpulan massa alumni kampus jadi cara Jokowi untuk menarik sorotan media.
Pinterpolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]erkumpulan alumni perguruan tinggi tampaknya menjadi salah satu kelompok favorit capres untuk dimobilisasi massanya. Pemandangan ini tampak misalnya pada acara deklarasi dukungan alumni sejumlah perguruan tinggi kepada kandidat petahana Joko Widodo (Jokowi). Diinisiasi oleh individu alumni Universitas Indonesia (UI), acara tersebut dihadiri juga oleh alumni perguruan tinggi lain.
Jika dilihat sekilas, jumlah massa yang hadir di acara tersebut tergolong cukup banyak. Para alumni tersebut tak hanya hadir untuk mendengar pidato dari Jokowi secara langsung, tetapi juga sempat menyanyikan lagu nasional dipandu oleh pemimpin orkestra ternama, Addie MS.
Konsentrasi massa yang banyak tersebut disoroti oleh kubu penantang, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Mereka menyebut bahwa massa yang hadir bukanlah alumni UI melainkan massa bayaran yang dimobilisasi. Mengutip istilah mereka, massa tersebut diisi oleh stuntman, alih-alih alumni UI atau kampus manapun.
Terlepas dari tudingan tersebut, secara visual, massa yang menghadiri acara tersebut memang tergolong tidak sedikit. Lalu, apa pentingnya mengumpulkan massa sebanyak itu bagi capres seperti Jokowi, terutama dari alumni perguruan tinggi,?
Mengumpulkan Massa
Mengumpulkan massa boleh jadi bukanlah hal yang benar-benar mudah, apalagi jika massa yang dimaksud adalah golongan terpelajar seperti alumni perguruan tinggi. Meski demikian, secara visual, tim Jokowi bisa menghadirkan banyak orang di kawasan Senayan untuk mewujudkan hal itu.
Memang, ada tudingan bahwa massa tersebut adalah massa bayaran atau sejenisnya. Meski begitu, menghadirkan manusia dengan jumlah tinggi seperti tetap saja bisa menjadi semacam cara untuk unjuk kekuatan yang efektif. Di hadapan media massa dan media sosial, aksi yang dapat dikategorikan sebagai political rally ini memang bisa menarik perhatian.
Political rally semacam itu kerap kali dirancang untuk menunjukkan antusiasme pemilih terhadap suatu kandidat. Menurut Keith R. Sanders dan Lynda Lee Kaid, kandidat yang melakukan rally ini akan mendapatkan sorotan berita yang berharga.
Seseruan alumni UI di Plaza Timur GBK #AlumniPTMenangkanJokowi pic.twitter.com/QEk5N4jUIi
— Iman Brotoseno (@imanbr) January 12, 2019
Sanders dan Kaid menyebutkan bahwa ada dua hal yang bisa menyebabkan political rally mendapatkan sorotan media. Pertama, adalah jika acara pseudo-event tersebut berhasil diatur dengan baik dan yang kedua adalah jika pidato disampaikan secara dramatis.
Mereka juga menyebutkan bahwa pengumpulan massa seperti ini lebih banyak berfungsi sebagai penguatan kembali atau reinforcement. Acara ini dapat membuat orang yang sudah berkomitmen pada suatu kuat menjadi lebih berkomitmen.
Lazimnya penggunaan strategi ini disebutkan misalnya oleh Costas Panagopoulos, Direktur Center for Electoral Politics and Democracy di Fordham University. Menurutnya, elemen visual seperti jumlah masa menjadi salah satu yang diberi perhatian dalam kampanye politik belakangan ini.
Perlu diakui bahwa terkadang mobilisasi ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang dibuat-buat. Dengan kata lain, mobilisasi massa dilakukan dengan insentif tertentu, alih-alih terjadi secara organik dan suka rela. Praktik membayar orang untuk mengikuti acara tersebut lazim terjadi bahkan di negara seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun.
Langkah seperti itu misalnya dilakukan pada Pilpres AS 2016 lalu. Masing-masing capres yang terlibat, yaitu Donald Trump dan Hillary Clinton, melakukan mobilisasi massa untuk melengkapi strategi kampanye mereka di tahun tersebut.
Secara spesifik, banyak yang menganggap beberapa rally atau aktivitas tersebut dapat digolongkan sebagai hal yang memang diatur. Ada dugaan bahwa orang-orang yang hadir di acara-acara yang melibatkan massa besar itu adalah orang-orang yang dibayar. Dalam kadar tertentu, langkah ini digunakan oleh Rusia untuk mempengaruhi Pilpres AS 2016.
Menjadi Sorotan
Lalu bagaimana dengan Jokowi dan mobilisasi massa alumni perguruan tinggi? Jika ukurannya adalah hal-hal yang disebut oleh Sanders dan Kaid, tampaknya capres nomor urut 01 telah mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Sebagaimana disebut di atas, acara seperti itu banyak dimaksudkan untuk mendapatkan sorotan media. Jika melihat peliputan media massa dan pembicaraan media sosial, acara tersebut tergolong berhasil mengarahkan sorotan lampu kepada Jokowi.
Dari segi penggarapan acara, deklarasi tersebut juga dapat dianggap diatur dengan baik untuk menggambarkan pseudo-event. Terlepas dari tudingan massa bayaran, acara itu berhasil mencitrakan bahwa ada banyak alumni UI dan perguruan tinggi lain yang mendukung Jokowi.
Sementara itu, dari segi pidato yang dramatis, pidato Jokowi di hadapan massa tersebut juga berhasil menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak, Jokowi secara berapi-api menampik pernyataan kubu lawannya bahwa Indonesia akan bubar atau punah. Gaya berapi-api itu juga ditunjukkan untuk menampik tudingan bahwa dirinya adalah antek asing.
Sebagaimana disebut sebelumnya, acara seperti ini memang lebih banyak bersifat reinforcing alih-alih berusaha secara agresif merebut massa baru. Meski begitu, bukan berarti mobilisasi massa alumni perguruan tinggi ala Jokowi itu dapat dikatakan sia-sia. Jika dimaksudkan sebagai sebuah cara merebut sorotan media dan mendorong antusiasme pemilih, boleh jadi tim Jokowi sudah berhasil mencapai tujuannya.
Memburu Waktu
Memang, cara mengumpulkan massa seperti ini tergolong lazim dan efektif untuk mendapatkan sorotan media massa maupun media sosial. Meski demikian, boleh jadi Jokowi dan tim pemenangannya melakukan hal itu di detik-detik akhir sehingga perlu diketahui lebih jauh efektivitasnya nanti seperti apa.
Jika dibandingkan dengan rally lain yang berkaitan dengan tema Pilpres, deklarasi alumni perguruan tinggi itu terlampau dekat dengan agenda debat capres 2019. Kubu-kubu yang memilih untuk beroposisi atau mengritik Jokowi sudah terlebih dahulu melakukan pengumpulan massa seperti itu.
Mobilisasi massa cukup banyak, misalnya sempat terlihat dalam berbagai aksi yang terkait dengan gerakan #2019GantiPresiden. Digawangi tokoh-tokoh seperti Mardani Ali Sera atau Neno Warisman, gerakan ini cukup rajin unjuk kekuatan dengan mengerahkan banyak orang.
Mumpung lg bicarakan UI, bukan UI palsu. Sy alumni UI S1 n S3. Sy mewakili UI debat ASEAN, fellow SIF, n forum2 internasional. Sy jg memimpin demonstrasi mhs UI, sy Mahasiswa Berprestasi I UI n Berprestasi III Nasional. Sy tentu di pihak berakal sehat: memilih @prabowo @sandiuno https://t.co/b3vCFF4X3V
— Fadli Zon (@fadlizon) January 13, 2019
Selain itu, Reuni 212 beberapa waktu lalu juga dapat menjadi gambaran dari mobilisasi massa yang dilakukan lebih dulu ketimbang deklarasi alumni kampus tersebut. Bisa dibilang ini adalah salah satu rally terbesar yang terjadi tahun lalu. Dari segi komposisi, aksi ini diisi oleh oposisi Jokowi dan sempat dihadiri Prabowo meski tidak banyak berbicara tentang Pilpres.
Secara spesifik, langkah Jokowi menggarap massa para alumni perguruan tinggi juga tergolong terlambat. Memang, merebut suara kaum terpelajar seperti ini tetap merupakan hal yang penting. Akan tetapi, massa seperti ini juga tergolong sudah lebih dahulu digarap oleh kubu yang beroposisi dengannya.
Perlu diakui lingkungan kampus belakangan dikenal sebagai tempat tumbuh suburnya gerakan Tarbiyah yang menjadi tulang punggung bagi PKS yang merupakan oposisi bagi Jokowi. Kuku PKS menancap begitu dalam di kampus sehingga banyak organisasi mahasiswa atau alumni yang kerap mengritik keras Jokowi. Pada titik ini, Jokowi dan partai-partai pendukungnya sudah berada selangkah di belakang PKS yang setia pada Prabowo.
Melalui deklarasi dukungan alumni kampus, Jokowi berupaya untuk mengarahkan sorotan lampu kepadanya. Share on XKeterlambatan Jokowi untuk menggarap dan mengumpulkan alumni kampus ini juga terlihat misalnya dari berbagai hasil Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA. Dalam survei tersebut, disebutkan bahwa Prabowo menguasai responden lulusan perguruan tinggi dengan 46,8 persen. Sementara itu, Jokowi hanya mendapatkan 40,5 persen suara responden.
Oleh karena itu, meski langkahnya ini bisa menjadi semacam cara untuk menunjukkan antusiasme pemilih intelektual padanya, pilihan waktu Jokowi tergolong telat jika dibandingkan dengan lawan-lawannya. Sorotan media sudah terlebih dahulu diambil oleh kubu lawannya melalui manuver-manuver mereka sejak lama. (H33)