HomeNalar PolitikJokowi dan Politik "Game of Thrones"

Jokowi dan Politik โ€œGame of Thronesโ€

Kecil Besar

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tampaknya akan menjadi tempat pertarungan politik antar-trah politik โ€“ mulai dari trah Megawati Soekarnoputri, trah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga trah Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

โ€œPower resides where men believe it residesโ€ โ€“ Varys, Game of Thrones (2011-2019)

Perang besar terjadi di Westeros. Setiap keluarga bangsawan memperebutkan kekuasaan agar bisa menduduki Takhta Besi (the Iron Throne). 

Setidaknya, begitulah alur kisah yang diceritakan dalam serial Game of Thrones (2011-2019) โ€“ atau dikenal sebagai GoT. Peperangan antara keluarga Lannister, keluarga Stark, dan keluarga Targaryen terus meluas โ€“ hingga melibatkan berbagai keluarga bangsawan lainnya. 

Keluarga Lannister, misalnya, berhasil menduduki Takhta Besi dan berkuasa di Westeros. Namun, karena legitimasi atas kekuasaan itu terbatas, keluarga-keluarga bangsawan lainnya akhirnya mempertanyakan dan menantang kekuasaan Lannister.

Tantangan ini datang dari keluarga Stark yang menganggap bahwa keabsahan Lannister tidak memiliki dasar yang kuat. Sementara, dari Essos, datanglah keluarga Targaryen yang merasa memiliki klaim atas Takhta Besi.

Kemelut politik yang ada di Westeros ini bisa dibilang mirip dengan apa yang ada di Indonesia yang mana juga banyak diisi oleh dinasti-dinasti politik. Trah-trah politik ini akhirnya juga saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan politik.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa persaingan politik di Indonesia banyak terjadi di antara trah-trah politik. Apakah ini semacam perebutan โ€œTakhta Besiโ€ ala Indonesia di Pilpres 2024?

Jokowi Presiden Terbaik Sepanjang Sejarah

โ€œGame of Thronesโ€ ala Pilpres RI 2024?

Seperti yang dijelaskan di atas, dinasti atau trah politik turut mengisi persaingan politik di Indonesia. Merekapun memperebutkan โ€œTakhta Besiโ€ untuk mencapai kekuasaan di โ€œIndonesosโ€.

Trah Soekarno, misalnya, kini direpresentasikan oleh Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri dan putra-putrinya, seperti Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Sementara, trah Sumitro Djojohadikusumo direpresentasikan oleh Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Baca juga :  Jokowi's Patience: Tak Setipis Tisu?

Tidak hanya dua trah tersebut, ada juga trah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang tampaknya mulai kembali mengisi dinamika politik Indonesia โ€“ dengan pernyataan kesiapan Yenny Wahid untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres).

Dalam pertarungan posisi cawapres, ada juga trah lain yang ikut bermanuver, yakni trah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), misalnya, sempat mengincar posisi bakal cawapres untuk Anies Baswedan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Banyak akademisi menilai bahwa maraknya politik trah di Indonesia ini terjadi karena lemahnya kelembagaan partai politik (parpol). Hagi Hutomo Mukti dan Rodiyah dalam tulisan mereka Dynasty Politics in Indonesia: Tradition or Democracy, misalnya, menilai bahwa politik dinasti sebagian juga dipengaruhi oleh budaya primordial dalam lanskap sosial-politik Indonesia.

Ini juga sejalan dengan konsep kekuatan (power) ala Jawa yang dijelaskan oleh Benedict Anderson dalam bukunya yang berjudul Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia. Dalam buku itu, dijelaskan bahwa pola kekuatan politik dalam budaya politik Jawa adalah pemusatan kekuatan โ€“ di mana entitas-entitas politik yang ada akan terpusat pada kutub-kutub politik (kraton).

Apalagi, dalam budaya politik Jawa, kekuatan bukanlah sesuatu yang ditanyakan legitimasinya. Alhasil, bukan tidak mungkin, trah-trah politik yang ada masih memiliki kekuatan meskipun tidak berkuasa secara politik.

Lantas, mengapa Pilpres 2024 menjadi momentum bagi trah-trah politik ini untuk saling bertarung kembali? Mungkinkah pertarungan โ€œTakhta Besiโ€ ini menjadi lebih sengit dari pilpres-pilpres sebelumnya?

Jokowi Presiden Terkuat Setelah Soeharto

Trah Jokowi vs Trah Megawati?

Pilpres dan pemilihan umum (pemilu) lainnya memang menjadi โ€œmedan tempurโ€ untuk perubahan pada status quo di antara trah-trah politik di Indonesia, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Hal yang sama juga berlaku dalam Pilpres 2024 โ€“ yang mana para trah politik ini akan bersaing satu sama lain.

Baca juga :  Mitos โ€œHantu Dwifungsiโ€, Apa yang Ditakutkan?

Namun, tentu saja, untuk mendapatkan keuntungan maksimum dalam persaingan antar-trah ini, sejumlah trah akan membangun โ€œaliansiโ€ guna memperkuat diri โ€“ seperti keluarga Targaryen dan keluarga Stark yang akhirnya membangun aliansi guna melawan keluarga Lannister yang dominan di Westeros.

Dinamika politik terbaru bisa dibilang menunjukkan keberadaan trah baru โ€“ selain trah-trah yang telah disebutkan di atas. Banyak pengamat menilai bahwa trah terbaru tersebut adalah trah Joko Widodo (Jokowi).

Ini terlihat dari bagaimana Jokowi dan Megawati tidak memiliki kesamaan dalam pilihan bakal cawapres untuk Ganjar Pranowo. Ini mengapa banyak pihak menilai Jokowi kini mendukung Prabowo Subianto, sosok yang mewakili trah Djojohadikusumo.

Mungkin, ini sebagai bentuk โ€œaliansiโ€ yang dibangun oleh trah Jokowi dan trah Djojohadikusumo. Seperti yang dijelaskan dalam tulisan PinterPolitik.com yang berjudul Jokowi Ketua Umum Gerindra Selanjutnya?, beberapa bahkan memprediksi bahwa Gerindra dapat menjadi tempat aman bagi Jokowi usai lengser dari jabatannya sebagai presiden โ€“ apalagi tidak menutup kemungkinan trah-trah lain akan โ€œmenyerangโ€ trah Jokowi di kemudian hari.

Tidak hanya mendukung Prabowo, putra Jokowi yang bernama Kaesang Pangarep kini bergabung dengan PSI โ€“ partai politik (parpol) yang hingga kini masih bergabung dalam koalisi parpol yang mendukung Prabowo sebagai bakal calon presiden (capres). 

Dinamika di atas memang belum terlihat jelas. Semuanya masih bersifat dinamis hingga tahun 2024 mendatang. Mungkin, persaingan trah ini masih harus kita tunggu dan amati kelanjutannya. (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Siasat Ahok โ€œBongkarโ€ Korupsi Pertamina

Ahok tiba-tiba angkat bicara soal korupsi Pertamina. Mengacu pada konsep blame avoidance dan UU PT, mungkinkah ini upaya penghindaran?

Dari Deng Xiaoping, Sumitro, hingga Danantara

Presiden Prabowo Subianto telah resmikan peluncuran BPI Danantara pada Senin (24/2/2025). Mengapa mimpi Sumitro Djojohadikusumo ini penting?