Pemerintah mengambil langkah tegas dengan langsung mencabut izin perusahaan yang terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Namun sejumlah lembaga lingkungan hidup menilai langkah tesebut belum dapat efektif dan tidak menyentuh akar masalah
pinterpolitik.com – Selasa. 24 Januari 2017.
Presiden Joko Widodo tidak ingin main-main dalam penanganan kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Indonesia setiap tahun. Presiden memerintahkan kepada menteri dan jajaran yang terkait untuk langsung mencabut izin perusahaan-perusahaan yang terlibat perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Saya harap tahun 2017 sudah tidak usah pakai peringatan. Bekukan ya bekukan. Cabut ya cabut. Kalau tegas pasti kebakaran ini juga akan dijaga bersama, semua akan menjaga,” kata Presiden di Istana Negara Jakarta, Senin (23/1/2017).
Presiden menjelaskan sikap tegas pemerintah itu diwijudkan dengan pencabutan izin tiga perusahaan. 16 perusahaan pemilik HPH juga mengalami pembekuan. Sementara 115 perusahaan mendapat peringatan karena terlibat perkara kebakaran hutan dan lahan selama periode 2015.
Pemerintah mencatat Angka kerugian pada 2015 bukan angka yang kecil, yakni Rp220 triliun. “Bayangkan 2.6 juta hektare lahan hutan hilang. Belum lagi dampak kesehatan dari 504 ribu orang yang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Aparat hukum harus tegas dan menyelesaikan kasus-kasus kebakaran hutan yang ada. Saya ingatkan lagi, tidak boleh ada kompromi berkaitan dengan kebakaran hutan,” tambah Presiden.
Presiden mengingatkan perusahaan-perusahaan swasta yang sudah mendapat konsesi pemanfaatan hutan supaya benar-benar merawat dan memelihara wilayahnya. Jokowi juga berharap Badan Restorasi Gambut (BRG) mulai bergerak untuk mengelola lahan gambut yang terbakar pada 2015.
Mencegah Sejak Dini
Presiden Jokowi memaparkan strategi penanganan Karhutla tahun ini. Menurutnya selama ini lamanya prosedur membuat upaya pemerintah untuk memadamkan api menjadi terlambat. Penguatan sistem deteksi dini di daerah-daerah rawan kebakaran pun juga perlu dilakukan. Selain itu, ia juga meminta agar pembangunan sekat kanal serta sumur bor dilanjutkan kembali oleh pemerintah dan pemilik lahan,
Selain itu, Jokowi juga meminta agar terdapat posko pengendalian kebakaran baik di tingkat kecamatan maupun desa. Presiden menilai masyarakat di sekitar juga perlu dilibatkan dalam mengantisipasi kebakaran. Ketiga, yakni pengecekan kesiapan dan kesiagaan alat-alat dalam operasi pemadaman api.
“Mengecek kesiapan, mengecek kesiagaan untuk melakukan operasi udara, patroli udara, hujan buatan, water bombing harus segera cepat dari awal. Sehingga begitu ada indikasi begitu ada tanda-tanda muncul spot segera putuskan apakah perlu rekayasa cuaca, apakah perlu water bombing,” ucapnya.
Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengklaim jumlah kebakaran hutan di sejumlah wilayah Indonesia selama 2016 sudah turun rata-rata 62 persen dibandingkan tahun 2015. Menurutnya ada beberapa faktor yang membuat jumlah kebakaran hutan bisa turun cukup signifikan. Salah satunya yakni pelaksanaan patroli terpadu yang dilakukan TNI, Polisi, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
Terpisah, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati mengharap pemerintah melakukan langkah yang lebih tegas pada perusahaan pembakar lahan, salah satunya dengan mempublikasikan nama perusahaan yang melakukan pembakaran atau yang telah dikenai teguran. Cara ini dinilai dapat memberi terapi kejut bagi perusahaan yang melanggar.
Publikasikan Perusahaan Pembakar Hutan
Walhi menilai banyak kasus-kasus kebakaran hutan yang sudah diproses hukum, di SP3 kan. Dan hambatan yang dihadapi petugas di lapangan untuk melakukan patroli hutan, yang dihalangi oleh perusahaan, hingga terjadi penyanderaan. “Kami berharap pemerintah benar-benar serius untuk menunjukan sikap yang tegas,” ujar dia.
Ia menambahkan jika tidak ada upaya pencegahan yang signifikan, maka dapat dipastikan kabut asap akibat kebakaran hutan kembali melanda sejumlah daerah seperti Riau dan Kalimantan. Selain itu, temuan di lapangan banyak perusahaan besar yang berafiliasi dengan perusahaan kecil untuk melindungi usahanya.
Bank Dunia mencatat, kebakaran hutan menjadi salah satu bencana yang menguras kocek pemrintah. Sepanjang 2015, total kerugian yang dialami Indonesia diperkirakan mencapai Rp 221 triliun atau US$ 16,1 miliar. Nilai tersebut dua kali lipat dibandingkan dengan biaya rehabilitasi dan reksonstruksi pasca tsunami dan gempa di Provinsi Aceh pada 2004 dan setara dengan 1,9 persen PDB Indonesia. (VN/KD/023)