Terpilihnya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI dinilai sebagai sinyal kuat dukungan Jokowi ke Prabowo Subianto. Sebelumnya, kuat beredar isu bahwa Jokowi akan menjadi Ketua Umum Partai Gerindra. Mungkinkah Jokowi sedang bersiap untuk lepas dari PDIP?
PinterPolitik.com
“But fight we must; and conquer we shall; in the end.” – Abraham Lincoln
Joseph Rachman dalam tulisannya Indonesia election 2024: could rise of Jokowi’s ‘political clan’ boost Prabowo Subianto’s chances? di South China Morning Post (SCMP), menilai terpilihnya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI sebagai sinyal kuat dukungan Jokowi ke Prabowo Subianto.
Rachman misalnya mengutip pernyataan analis politik dari KRA Group, Fedullah Ahmad. “Ini salah satu tanda paling jelas yang disuarakan Jokowi melalui dukungan PSI terhadap Prabowo,” ungkap Fedullah Ahmad.
Setelah kunjungan Prabowo ke kantor DPP PSI pada 2 Agustus 2023, partai yang identik dengan anak muda itu dipercaya kuat akan mendukung Prabowo. Sebelumnya, PSI menarik dukungan dari Ganjar Pranowo karena merasa “tidak dianggap” oleh PDIP.
Menariknya, PSI adalah partai politik pertama yang mendukung Ganjar sebagai capres di Pilpres 2024. Dukungan itu disampaikan pada 3 Oktober 2022. Jauh sebelum PDIP menetapkan Ganjar sebagai bacapres pada 21 April 2023.
Kembali mengutip Fedullah Ahmad, kini tinggal menunggu waktu untuk melihat kemana arah dukungan PSI. Belakangan, Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga merayu Kaesang agar PSI mendukung Ganjar Pranowo.
Jika PSI benar-benar mendukung Prabowo, maka analisis berbagai pihak selama ini sekiranya tepat. Adalah benar bahwa Jokowi lebih mendukung Prabowo daripada Ganjar di Pilpres 2024.
Bukan Hanya Kaesang
Menariknya, kemungkinan bukan hanya Kaesang yang akan menjadi ketua umum partai di keluarga inti Jokowi. Pada bulan Juli 2023, kuat beredar isu bahwa Jokowi akan menjadi Ketua Umum Partai Gerindra sebagai “bayaran” mendukung Prabowo di Pilpres 2024.
Isu itu telah dikupas dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Jokowi Ketua Umum Gerindra Selanjutnya? pada 17 Juli 2023.
“Jika Prabowo menang di Pilpres 2024, bukan tidak mungkin Jokowi yang menggantikan Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra, sekaligus Ketua Dewan Pembina,” ungkap pengamat politik Igor Dirgantara pada 7 Juli 2023.
Sedikit mengulang, terdapat dua kalkulasi yang dapat dibayangkan apabila tawaran menjadi Ketua Umum Partai Gerindra benar-benar ada.
Pertama, mengutip tulisan Wahyudi Soeriaatmadja yang berjudul Jokowi leaning towards endorsing populist party chairman for Indonesia president: Analysts di The Straits Times, Jokowi disebut merasa lebih nyaman dan aman dengan Prabowo.
Soeriaatmadja menyebut karier politik anggota keluarga Jokowi akan lebih aman jika mendukung Prabowo, daripada mendukung Ganjar yang berada di bawah bayang-bayang PDIP dan Megawati.
Kedua, peluang menjadi Ketua Umum Partai Gerindra jauh lebih besar ketimbang menjadi Ketua Umum PDIP. Sebagai partai yang lekat dengan trah Soekarno, Jokowi akan mendapat berbagai gelombang hantaman untuk menjadi suksesor Megawati.
Keuntungan kedua ini juga berkorelasi kuat dengan keuntungan pertama. Dengan menjadi Ketua Umum Partai Gerindra, Jokowi dapat “menjamin” karier politik keluarganya.
Jokowi Lepas Landas?
Apabila benar Jokowi menggantikan Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, kita dapat memahaminya melalui tulisan Julie Beck yang berjudul People Want Power Because They Want Autonomy.
Mengutip studi gabungan dari University of Cologne, University of Groningen dan Columbia University, Beck hendak menjawab pertanyaan, “apakah kekuasaan (power) itu sebagai pengaruh (influence) atau sebagai otonomi (autonomy)?”.
Pertanyaan penelitiannya adalah, antara (1) kondisi dapat memengaruhi atau mengontrol orang lain, dengan (2) kondisi berotonomi atau terbebas dari kontrol orang lain, mana yang lebih memuaskan hasrat individu akan kekuasaan?
Dari berbagai eksperimen yang dilakukan, hasilnya menunjukkan hasrat kekuasaan partisipan ternyata lebih terpuaskan dengan kondisi berotonomi daripada kondisi mengontrol orang lain.
Jika temuan tersebut berlaku universal, sekiranya dapat disimpulkan bahwa Jokowi ingin berotonomi atau terlepas dari bayang-bayang Megawati dan PDIP.
Pada tahun 2016, Kikue Hamayotsu dan Ronnie Nataatmadja dalam tulisan berjudul Indonesia in 2015: The People’s President’s Rocky Road and Hazy Outlooks in Democratic Consolidation, menjelaskan bahwa Megawati dan Puan Maharani berusaha memengaruhi kebijakan serta memasang orang-orang favoritnya dalam jabatan-jabatan strategis di pemerintahan.
Itu dilakukan dengan mengontrol Jokowi dan melakukan beberapa upaya untuk melemahkan pengaruh sang presiden.
Sebagaimana yang teramati beberapa tahun terakhir, Jokowi tampaknya tidak nyaman dengan usaha itu. Puncaknya mungkin pada Pilpres 2024. Jokowi dipercaya bermain mata dengan memberi sinyal dukungan kepada Prabowo.
Jika semua skenario yang beredar terjadi, Jokowi tampaknya akan lepas landas dari PDIP. Tidak lagi berada di bawah bayang-bayang Megawati dan PDIP, Jokowi akan menjadi politisi yang berdikari. Menarik untuk ditunggu. (R53)