HomeNalar PolitikJokowi Berharap Tuah Senior Golkar

Jokowi Berharap Tuah Senior Golkar

Kabar dukungan dari tokoh-tokoh senior Partai Golkar menjadi angin segar bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Hal ini juga menunjukkan bahwa partai beringin ini solid dalam mendukung pasangan nomor urut 01 tersebut.


PinterPolitik.com 

[dropcap]D[/dropcap]ikisahkan, tidak ada yang mengira bahwa perguruan silat Tapak Siring harus mengalami kejatuhan yang begitu menyakitkan. Sebelumnya perguruan itu pernah ditakuti seantero negeri persilatan karena punggawanya yang terkenal memiliki ilmu di atas rata-rata.

Meski namanya masih ada dalam peta persilatan, namun perannya sudah tidak sekuat seperti dulu.

Kejayaan Tapak Siring tinggallah cerita. Kini perguruan itu tengah tertatih-tatih untuk memperbaiki citranya karena beragam masalah. Bahkan untuk mengangkat jati dirinya, mereka harus melibatkan tokoh-tokoh sepuh yang seharusnya sudah menyingkir dari dunia yang identik dengan ilmu kanduragan tersebut. Maklum saja, para tokoh sepuh ini memang menjadi “jago” di masa kejayaan perguruan tersebut. Pengaruh mereka tidak bisa dianggap remeh karena disegani oleh banyak kalangan.

Cerita di atas memang hanya fiktif belaka. Namun, setidaknya kisah itu sedikit menggambarkan kondisi Partai Golkar yang sedang menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Golkar dihadapkan pada persoalan arah dukungan untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) sekaligus Pemilihan Legislatif (Pileg).

Tentu saja arah dukungan kepada kontestan Pilpres sangat menentukan nasib partai kuning itu ke depannya. Masalahnya adalah partai ini disebut belum satu suara untuk melabuhkan dukungan kepada Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Meski Musyawarah Nasional (Munas) sudah menentukan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf, namun suara itu masih terbelah, terutama di tingkat elite partai. Hal ini pernah terjadi di Pilpres 2014 ketika secara kebijakan organisasi, partai itu mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa, namun beberapa tokoh Golkar justru menyatakan dukungan kepada Jokowi-Jusuf Kalla (JK).

Namun, seolah membungkam isu yang ada, kini tokoh-tokoh sepuh atau senior Golkar disebut sudah bulat mendukung Jokowi. Hal itu mengindikasikan adanya aksi “turun gunung” dari para tokoh senior partai yang berdiri sejak 1964 tersebut.

Jika ditarik lebih jauh, publik tentu masih ingat ketika Aburizal Bakrie alias Ical mengadakan pertemuan dengan Tim Koalisi Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan tersebut juga dirinya menyatakan dukungannya kepada pasangan nomor urut 01 tersebut, berbeda dengan Pilpres 2014 di mana ia mendukung pasangan Prabowo-Hatta.

Setelah Ical, mantan Ketum Golkar, JK juga memastikan dirinya mendukung 100 persen Jokowi-Ma’ruf. Hal ini menjadi penegas terkait isu yang menyebut sang wapres itu setengah-setengah mendukung petahana.

Yang terakhir adalah ketika Alumni Menteng 64 mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf. Dalam kesempatan itu ada senior Golkar seperti Akbar Tandjung, Ginandjar Kartasasmita, hingga Sofjan Wanandi.

Pada titik ini, pertanyaannya adalah seperti apa dampak dukungan ini terhadap citra Partai Golkar dan Jokowi?

jokowi berharap tuah senior golkar

Senior Turun Gunung

Golkar pernah menjadi kekuatan politik paling dominan di masa Orde Baru. Partai ini selalu nomor satu dan terdepan di bawah rezim Soeharto. Namun, semuanya mulai berubah ketika sang jenderal bintang lima itu turun tahta.

Leo Suryadinata dalam The Decline of the Hegemonic Party System in Indonesia: Golkar after the Fall of Soeharto menyebut setelah kejatuhan Soeharto, partai itu terpecah dengan beberapa faksi kuat dengan masing-masing tokohnya.

Faksi yang dimaksud Leo adalah kelompok Sulawesi yang kini direpresentasikan oleh JK, kelompok Sumatera dipegang oleh Akbar Tandjung dan kelompok Jawa yang di representasikan oleh Agung Laksono dan Ical.

Baca juga :  Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Nama-nama tersebut merupakan sosok senior sekaligus tokoh bangsa yang memiliki rekam jejak dan pengaruh yang signifikan di partai tersebut.

Akbar Tandjung misalnya, merupakan tokoh besar yang telah meniti karir mulai dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Ketua Umum Partai Golkar, hingga pernah menjadi  Ketua DPR RI.

Rekam jejak Akbar Tandjung di Golkar tersebut tidak bisa dianggap remeh. Bahkan menurut Leo, setelah tumbangnya Soeharto, Akbar merupakan salah satu tokoh terkuat selain B.J. Habibie yang menjadi presiden saat itu dan Edi Sudrajat – mantan Panglima ABRI dan pendiri Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Bahkan Akbar mampu mengalahkan Edi saat Munaslub Partai Golkar tahun 1998.

Selain Akbar, ada juga nama Agung Laksono yang telah menyatakan dukungannya bersama Pelangi Kebangsaan – organisasi massa yang diampunya – kepada Jokowi-Ma’ruf.

Sama seperti Akbar, Agung merupakan orang “kuat” di dalam internal Partai Golkar. Di tahun 2015, ia pernah menjadi Ketua Umum dalam Musyawarah Nasional (Munas) versi Jakarta. Agung dengan clique Jawanya, mengindikasikan pengaruh dan kekuatan untuk menggalang massa di kalangan internal partai.

Selanjutnya, tokoh senior Golkar yang hadir dalam deklarasi adalah Ginandjar Kartasasmita. Sosok politikus yang dikenal memiliki kedekatan dengan pemerintah Jepang beserta kelompok bisnisnya ini juga punya pengaruh yang cukup besar. Bahkan ia mendapatkan anugerah bintang tanda jasa “Grand Cordon of Order of the Rising Sun” yang merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga negara asing oleh pemerintah Jepang.

Selain itu, Ginandjar sendiri dikenal sebagai mantan Menteri Pertambangan dan Energi, Kepala BAPPENAS, serta Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko  Ekuin) di masa kepemimpinan Soeharto. Ginandjar juga dikenal memiliki pengaruh kuat di wilayah Jawa Barat.

Kemudian, sebagai partai yang menyerap dari berbagai elemen masyarakat, Golkar juga diisi oleh pebisnis atau pengusaha yang memilki power tidak sama kalah pentingnya. Salah satunya adalah Sofjan Wanandi yang turut hadir dalam deklarasi Alumni Menteng 64. Sofjan adalah pengusaha yang sudah malang melintang di dunia bisnis Indonesia.

Selain pebisnis, adik dari Jusuf Wanandi itu adalah kader Golkar dan pernah mencicipi kursi parlemen selama 20 tahun dari partai beringin. Sekjen DPP Partai Golkar periode 1983-1988, Sarwono Kusumaatmadja menyebutkan bahwa Sofjan adalah satu dari dua pelopor kalangan pengusaha yang masuk ke Golkar.

Sofjan juga dikabarkan dekat dengan JK yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden. Ia disebut sebagai orang di balik pemasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan JK di Pilpres 2004 dan Jokowi-JK di Pilpres 2014. Saat ini Sofjan menjabat sebagai Ketua Tim Ahli Wapres.

Dari rekam jejak tokoh-tokoh tersebut, artinya  aksi “turun gunung” nama-nama besar di atas tentu saja memiliki implikasi politik baik kepada Jokowi-Ma’ruf maupun Partai Golkar sendiri. Jika dilihat dari tipologi partai politik, Partai Golkar masuk dalam kategori presidentialized party.

Presidentialized party ini berbeda dengan personalized party yang bertumpu pada tokoh kuat di internal partai. Partai seperti ini adalah yang mengincar kemenangan di Pilpres maupun Pileg karena tergolong partai besar.

Merujuk pada pendapat Koichi Kawamura dalam Why are All Parties Not Presidentialized, karena ketiadaan tokoh sentral di dalam partai, maka salah satu karakter utama presidentialized party, adalah keterlibatan dari sosok yang memiliki poularitas tinggi untuk menjaring elektabilitas. Hal ini termasuk di dalamnya tokoh-tokoh senior partai yang memiliki kapasitas pengaruh kuat.

Baca juga :  Ke Mana Jokowi Akan Berlabuh?

Konteks turun gunung ini juga penting sebab sebagai pemain lama di panggung politik nasional, Golkar disebut terancam bakal menelan hasil buruk pada Pemilu 2019. Bahkan, hasil survei terakhir oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menempatkan elektabilitas Golkar di posisi ketiga, di bawah Partai Gerindra, dan kehilangan sekitar tiga hingga enam persen suara.

Selain itu, survei Indikator Politik menunjukkan bahwa Golkar juga mengalami split-ticket voting atau perbedaan pilihan antara kebijakan resmi partai dengan pilihan pribadi pendukung. Jika mengacu survei tersebut, total simpatisan Partai Golkar yang mendukung Prabowo-Sandiaga Uno ada di kisaran 31,2 persen.

Pada titik ini, untuk mengantisipasi mimpi buruk tersebut, diperlukan peran tokoh senior yang memiliki pengaruh untuk meningkatkan elektabilitas, terutama di daerah yang potensi kemenangannya kecil.

Selain itu, dalam konteks Pemilu serentak, menyampaikan dukungan kepada salah satu pasang calon akan bisa memberikan efek positif kepada partai politik, terutama jika yang menyampaikannya adalah sosok yang disegani. Hal ini tentu saja akan positif untuk Golkar, demikian pun untuk Jokowi-Ma’ruf Amin.

Ternyata Solid?

Golkar memang seringkali di cap sebagai partai pragmatis yang bermain “dua kaki”. Artinya mereka selalu menempatkan sosok-sosok di tiap kubu kontestan yang bertarung. Hal itu misalnya terlihat dengan adanya perbedaan dukungan saat Pilpres 2014.

Pilpres 2019 juga diwarnai dengan isu perpecahan di tubuh Golkar. Anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fadel Muhammad misalnya sempat menyebut Golkar terancam pecah suara karena perbedaan dukungan. Menurut mantan Gubernur Gorontalo tersebut, penyebab perpecahan Golkar adalah karena telah mendukung Jokowi, padahal cawapresnya bukan dari orang Golkar.

Dukungan segenap tokoh senior Partai Golkar kepada Jokowi-Ma'ruf menunjukkan partai tersebut solid. Share on X

Namun, adanya dukungan dari segenap senior Partai Golkar ini kepada Jokowi, bisa menjadi tanda soliditas partai dan membalikkan dugaan yang selama ini beredar. Secara hitungan politik, diharapakan kondisi ini akan meningkatkan elektabilitas partai, terutama di daerah. Solidnya dukungan dari orang-orang berpengaruh di partai tersebut kepada Jokowi bisa mendatangkan coattail effect atau efek ekor jas secara dua arah.

John Sides dan Andrew Karch dalam Messages that Mobilize? Issue Publics and the Content of Campaign Advertising menyebut bahwa keterlibatan tokoh senior dalam kampanye politik bisa lebih memudahkan untuk penyebaran konten kampanye itu sendiri. Hal ini juga berkaitan dengan endorsement kepada salah satu kandidat yang didukung dalam kontestasi politik. Berdasarkan kondisi tersebut, Jokowi juga bisa mendapatkan keuntungan dengan terlibatnya para tokoh senior partai beringin.

Hal ini juga akan berimplikasi seandainya Jokowi-Ma’ruf menang di Pilpres kali ini. Dengan keterlibatan total, partai beringin itu bisa mendapatkan jabatan menteri yang lebih banyak dari partai politik lain.

Jika demikian, dengan sisa waktu yang tidak lebih dari tiga bulan, bagaimana konteks soliditas yang ditunjukkan para senior Golkar ini mempengaruhi mesin partai untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf? Apakah masih ada kader yang membelot untuk mendukung Prabowo-Sandi? Menarik ditunggu. (A37)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Unikop Sandi Menantang Unicorn

Di tengah perbincangan tentang unicorn, Sandi melawannya dengan konsep Unikop, unit koperasi yang memiliki valuasi di atas Rp 1 triliun. Bisakah ia mewujudkannya? PinterPolitik.com  Dalam sebuah...

Emak-Emak Rumour-Mongering Jokowi?

Viralnya video emak-emak yang melakukan kampanye hitam kepada Jokowi mendiskreditkan Prabowo. Strategi rumour-mongering itu juga dinilai merugikan paslon nomor urut 02 tersebut. PinterPolitik.com Aristhopanes – seorang...

Di Balik Tirai PDIP-Partai Asing

Pertemuan antara PDIP dengan Partai Konservatif Inggris dan Partai Liberal Australia membuat penafsiran tertentu, apakah ada motif politik Pilpres? PinterPolitik.com  Ternyata partai politik tidak hanya bermain...