HomeNalar PolitikJK Masih Berhasrat Jadi Wapres?

JK Masih Berhasrat Jadi Wapres?

“Kalau sudah ada hasil MK, tentu baru berpikir lebih lanjut lagi. Sementara ini hanya meminta penafsiran saja,” Jusuf Kalla


PinterPolitik.com

[dropcap]B[/dropcap]agi sebagian orang, usia dianggap bukan halangan untuk tetap aktif dan produktif. Meski sudah mencapai usia senja, beberapa orang tetap padat aktivitasnya dan menjauhkan opsi pensiun atau istirahat. Motivasinya  bisa beragam, ada yang memang terpaksa, ada juga yang gemar beraktivitas.

Kondisi serupa nampaknya berlaku dalam diri Wapres Jusuf Kalla (JK). Di usia yang telah menginjak kepala tujuh, pria asal Sulawesi Selatan ini tampak belum akan mengakhiri karier politiknya yang sudah bertahun-tahun dibangun. Padahal, ia sempat mengutarakan niatnya untuk pensiun dari dunia tersebut.

Belakangan, tersiar kabar bahwa JK mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi masa jabatan wapres yang dilakukan oleh Partai Perindo.  Upaya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut bisa menjadi penanda bahwa sang RI-2 masih belum rela tergusur dari kursinya.

Langkah JK ini tentu tidak lazim. Tidak hanya dari segi usia, tetapi juga dari segi konstitusi. Di mata banyak orang, langkah ini tergolong menabrak dan memaksakan konstitusi. Lalu, mengapa ia masih tampak berhasrat menjadi wapres untuk ketiga kalinya?

Tak Jadi Pensiun?

JK boleh jadi jadi memang tidak mengenal kata lelah. Di usia yang tergolong tidak lagi prima, pria berdarah Bugis ini masih sangat aktif di dunia politik. Sempat menyatakan ingin pensiun, nyatanya sang wapres masih melirik-lirik opsi untuk kembali ke kursi yang ia duduki saat ini.

Opsi tersebut tiba-tiba lekat dengan sang wapres karena belakangan muncul kabar bahwa ia kini terlibat dalam uji materi yang diajukan oleh Partai Perindo ke MK. Sang wapres yang semula menampik kabar ingin kembali maju, nyatanya kini menjadi pihak terkait dalam permohonan partai yang dipimpin Hary Tanoesudibjo tersebut.

JK Masih Berhasrat Jadi Wapres?

JK mengaku punya alasan khusus dari terlibatnya ia menjadi pihak terkait dalam permohonan tersebut. Ia mengaku bahwa ia hanya meminta penafsiran terhadap ketentuan batas masa jabatan presiden dan wapres. Ia menjelaskan bahwa ia hanya ingin meminta kejelasan status hukum atas kondisi yang tengah ia alami.

Meski begitu, tampak bahwa gugatan ini mencoba mencari-cari celah agar sang wapres bisa kembali ke kursi kesayangannya. Ini tampak misalnya dari upaya untuk menafsirkan bahwa wapres setara dengan menteri sebagai pembantu presiden. Berdasarkan logika tersebut, JK bisa kembali menduduki posisinya sebagaimana menteri boleh berada di posisinya berkali-kali.

Upaya mencari celah juga berasal dari masa jabatan JK sebagai wapres yang sempat berselang atau tidak berturut-turut. Pemohon tampak ingin memaksakan kata berturut-turut sebagai salah satu jalan kepada JK kembali ke kursi wapres.

Di mata banyak orang, gugatan Perindo yang menyertakan JK ini merupakan hal yang mencederai penerapan konstitusi di negeri ini. Peneliti dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari misalnya, mengatakan bahwa permohonan tersebut melabrak logika konstitusional. Di atas kertas, gugatan tersebut mustahil dikabulkan, kecuali jika motifnya politis.

Baca juga :  Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Yang menarik adalah bahwa diberitakan permohonan yang melibatkan JK ini atas pengetahuan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini diungkapkan oleh Jubir Kepresidenan Johan Budi. Bisa saja Jokowi dan partai-partai pendukungnya memang menghendaki JK menjadi calon RI-2 di Pilpres 2019 nanti. Hal ini membuat JK hanya mengejar kursi wapres, padahal ia bisa mengejar posisi yang lebih tinggi yaitu presiden.

Hasrat Berkuasa JK

Sang wapres tampaknya terinspirasi oleh kiprah politisi uzur asal negeri jiran Malaysia, Mahathir Mohamad. Meski telah menginjak usia kepala sembilan, Mahathir justru kembali aktif di politik dan bahkan menjadi Perdana Menteri negara tersebut.

Sekilas, boleh saja ada yang mengaitkan usaha JK merengkuh kursi wapres keempat kalinya dengan kiprah Mahathir di Malaysia. Sang wapres mungkin terlihat terinspirasi oleh kisah politisi senior di negeri jiran tersebut. Meski begitu, permohonan uji materi ke MK yang melibatkan JK ini juga bisa dilihat dari sisi yang lain.

Sebagaimana disebut sebelumnya, permohonan tersebut dianggap melabrak logika konstitusional. Terlihat bahwa JK -atau siapa pun orang di sekitarnya- rela memaksakan aturan hukum asalkan ia bisa kembali ke kursi RI-2. Terlepas dari pemohon utamanya bukan JK, sulit untuk tidak melihat bahwa ia memiliki peran dalam usaha tersebut.

Upaya JK tersebut seperti menunjukkan bahwa sang wapres ini masih memiliki hasrat berkuasa atau will to power. Konsep will to power ini pernah diungkapkan oleh filsuf kenamaan asal Jerman, Friedrich Nietzsche.

Dalam pandangan Nietzsche, will to power adalah pendorong utama manusia untuk meraih suatu pencapaian, ambisi, atau posisi yang lebih baik dalam hidup. Kehendak untuk berkuasa ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk atau baik, tetapi lebih merupakan sesuatu yang ada di dalam diri setiap manusia.

Nietzche menggambarkan kondisi tersebut melalu dua sisi. Melalui istilah machtgelüst, ia menggambarkan bahwa hasrat berkuasa adalah kepuasan untuk berkuasa dan rasa lapar untuk mengalahkan atau menjadi lebih kuat.

Ketiga unsur tadi, pencapaian, ambisi, dan perjuangan untuk mencapai posisi setinggi mungkin dalam hidup adalah manifestasi utama dari kehendak berkuasa. Seseorang ingin berkuasa karena ingin mencapai salah satu atau bahkan ketiga unsur tersebut di dalam hidup.

Berdasarkan kondisi tersebut, terlihat bahwa meski berusia cukup uzur, hasrat JK masih belum sepenuhnya hilang. Barangkali, ia masih ingin menggapai suatu capaian, ambisi, atau posisi yang lebih baik di dalam hidup. Boleh jadi, ketiga unsur tersebut baru akan terpenuhi jika sang wapres tidak dilepas dari posisinya saat ini.

Baca juga :  AHY, the New “Lee Hsien Loong”?

Cari Aman?

Hasrat berkuasa JK bisa jadi memiliki penyebab lain di belakangnya. Di atas kertas, sulit untuk melihat JK mengejar kursi wapres murni hanya untuk jabatannya saja. Ada kemungkinan bahwa sang wapres sedang berupaya mempertahankan urusan lain melalui jabatan tersebut.

Meski terkenal sebagai seorang politisi, JK juga adalah seorang pengusaha besar. Korporasi yang ia besarkan bersama keluarganya, Kalla Group, dikenal sebagai salah satu grup perusahaan yang paling besar di negeri ini.

Secara rasional, publik bisa saja menilai bahwa ada motif bisnis di balik usaha JK kembali merengkuh kursi RI-2. Dalam konteks ini, bisnis Kalla Group bisa saja berada dalam ancaman jika JK tidak lagi menjadi orang berkuasa di negeri ini.

Salah satu bisnis yang disebut-sebut akan terimbas dari lengsernya JK dari kursi wapres adalah proyek listrik yang dikerjakan bersama PLN. Kalla Group diketahui memang terlibat dalam proyek listrik 35.000 MW yang tengah digenjot oleh pemerintah.

Publik bisa saja menduga bahwa upaya JK kembali ke kursi wapres adalah upaya untuk menjaga bisnis Kalla Group di proyek tersebut. Diketahui bahwa di mata banyak pihak proyek ini tidak realistis dan bisa saja gagal dan perlu dibatalkan. Meski begitu, dalam beberapa kesempatan, JK hampir selalu pasang badan untuk proyek ini agar tetap berjalan.

Jika melihat kondisi terakhir, proyek listrik besar tersebut tengah dirundung masalah. Terjadi sebuah skandal korupsi yang menyebabkan seorang anggota DPR diciduk dan rumah Dirut PLN Sofyan Basir digeledah.

Merujuk pada pembelaan JK pada Sofyan dalam kasus tersebut, upaya JK kembali ke kursi RI-2 juga bisa saja menjadi langkah untuk mencegah kasus ini merembet ke mana-mana, termasuk ke grup miliknya. Langkah defensif JK bisa saja membuat publik berpikir demikian.

Terlihat bahwa ada unsur ambisi dari geliat JK menuju kursi wapres jika kondisi tersebut benar. Hal ini ditunjukkan melalui proyek listrik tersebut. Oleh karena itu, hasrat berkuasa JK harus timbul untuk kembali meraih ambisi tersebut.

Memang, terlalu dini untuk menilai bahwa sang wapres memiliki hasrat berkuasa yang lebih besar ketimbang keinginan memperjelas hukum. Meski begitu, sulit juga untuk bersikap naif dan menganggap bahwa JK tidak memiliki motif melalui permohonan ke MK tersebut. (H33)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...