Sosok Jack Ma muncul sebagai salah satu taipan terkemuka di dunia.
PinterPolitik.com
[dropcap]B[/dropcap]erbagai media ramai mengangkat pemberitaan dengan tajuk “Manusia 500 Triliun menjejakkan kaki di Indonesia”. Tajuk tersebut digunakan untuk menggambarkan kedatangan taipan asal negeri tirai bambu Tiongkok, Jack Ma ke tanah air. Kala itu, sang taipan hadir untuk mengikuti penutupan Asian Games 2018 sekaligus juga menyambut Asian Games 2022 di tanah kelahirannya Hangzhou, Tiongkok.
Ternyata, selain untuk menghadiri penutupan pesta olahraga tersebut, Jack Ma sempat melakukan kegiatan lain. Sang taipan tercatat bertemu dengan petinggi-petinggi negeri ini mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga jajaran menterinya.
Pertemuan tersebut membicarakan berbagai kemungkinan kerjasama yang dapat terjadi di antara kedua belah pihak. Perkara investasi jelas masuk sebagai agenda sebagaimana lazimnya pertemuan pemerintah dengan pengusaha dari negara asing. Selain itu, tercetus juga wacana untuk membangun Jack Ma Institute di negeri ini untuk membantu pendidikan.
Berbagai pembicaraan dan sambutan terhadap sosok berjuluk Manusia 500 Triliun itu tergolong menarik. Tentu banyak yang bertanya siapakah sosok taipan ini sebenarnya dan apa yang membuatnya begitu spesial? Apakah kehadirannya akan memberi peluang atau justru ancaman?
Menjadi Seorang Taipan
Kisah hidup Jack Ma boleh jadi serupa dengan berbagai cerita melodrama berbagai pengusaha atau sosok terkemuka dunia. Ia tidak terlahir dari keluarga yang menyuapinya dengan sendok perak. Sosok yang kini bergelimang harta ini dikisahkan tidak memiliki karier mentereng sebelumnya.
Jack Ma diceritakan sempat mengalami jatuh bangun dalam kariernya. Beberapa kali ia harus ditolak bekerja di institusi yang ia lamar. Ia bahkan sempat ditolak bekerja di salah satu restoran waralaba ayam goreng terkemuka. Selain itu, ia juga berkali-kali ditolak oleh Harvard Business School. Ma kemudian dikenal melalui kisahnya sebagai guru bahasa Inggris pasca lulus dari Hangzhou Teacher’s Institute.
Ma berkenalan dengan internet saat berkunjung ke negeri Paman Sam di tahun 1995. Saat itu, ia cukup terkejut bahwa kata Tiongkok tergolong asing untuk internet saat itu. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk membangun perusahaan internet di kampung halamannya. Meski demikian, dua usahanya yang pertama tidak mencapai kesuksesan.
Ma akhirnya berhasil menebus berbagai kegagalannya melalui perusahaan teknologi yang ketiga, Alibaba. Perusahaan tersebut kini tercatat sebagai perusahaan dengan IPO terbesar di bursa Wall Street dengan nilai pasar 231 miliar dolar AS. IPO tersebut menjadi langkah Alibaba untuk merambah pasar dunia.
Wow, Manusia 500 Triliun hadir Indonesia. Mau apa ya kira-kira? Share on XBisnis Alibaba memiliki spesialisasi di dunia teknologi, utamanya internet, e-commerce, bahkan hingga kecerdasan buatan. Jejaring bisnis grup ini merambah ke lebih dari 200 negara. Nama grup ini dikenal melalui berbagai jenama di bawahnya, seperti alibaba.com, UCWeb, Taobao, Tmall, AliExpress, dan Alibaba Cloud.
Di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, jejak Ma dapat dilihat melalui situs belanja Lazada. Selain itu, Ma juga ikut berinvestasi di situ belanja lain, yaitu Tokopedia.
Kesuksesannya bersama Alibaba membuatnya kini mendapat julukan Manusia 500 Triliun oleh media-media tanah air. Julukan tersebut merefleksikan total kekayaannya yang seperti dilansir oleh majalah Forbes mencapai 39 miliar dolar AS di tahun ini. Atas kekayaan itu, Ma menjadi orang terkaya nomor 20 di dunia dan nomor 2 di Asia.
Visi Globalisasi
Jack Ma belakangan tergolong gencar melakukan kunjungan ke berbagai negara. Negara tujuan sang taipan tergolong beragam, mulai dari negeri adidaya seperti Amerika Serikat hingga negara-negara terpencil di benua hitam Afrika. Indonesia, menjadi salah satu dari sekian banyak negara yang menjadi tujuan kunjungannya.
Tujuan dari kunjungan Ma memang sebagian besar bermotif bisnis. Ia memang tengah berusaha membangun kerajaan bisnisnya hingga ke seluruh dunia. Dapat dikatakan, pria asal Hangzhou ini tengah berupaya untuk membangun diri sebagai kekuatan global.
Jack Ma's #qotd "Don't give up, the opportunity has just begun, it will be better in the future. In fact, the start will always be very difficult. Work hard young generations in Indonesia, together, we can make things happen!"@alibaba.group #crazyrichasians #jackma pic.twitter.com/kC1f9eDG40
— Maggie Calista (@Maggie_MetroTV) September 5, 2018
Ma memiliki pandangan tersendiri terkait globalisasi. Dalam sebuah pertanyaannya di Forum Ekonomi Dunia 2017 di Davos, Ma menyebut bahwa globalisasi yang digawangi AS tidak berhasil memberikan manfaat kepada masyarakat. Menurutnya, perusahaan-perusahaan global tersebut harus mampu membangun infrastruktur untuk komunitas dan mendistribusikan uang dengan lebih tepat.
Pandangan positif Ma tentang globalisasi ini menggambarkan posisinya sebagai seorang globalis. Secara umum, menurut Paul James, profesor studi globalisasi dari University of Western Australia, globalisasi adalah ideologi dominan dan subjektivitas yang terasosiasi dengan pembentukan perluasan global.
Secara spesifik, upaya Ma untuk menunggangi globalisasi ini akan diejawantahkan melalui kekuatan bisnisnya dalam Alibaba Group. Jika diperhatikan, Ma berniat membantu bisnis-bisnis kecil di seluruh dunia dan dipasarkan lewat jejaring milik Alibaba.
Di satu sisi, Ma boleh jadi akan berhasil memberdayakan perekonomian banyak warga dunia. Ia juga bisa saja akan mampu memberikan lapangan pekerjaan kepada banyak orang. Akan tetapi, melalui berbagai bantuannya, ia juga menggenggam nasib banyak orang di seluruh dunia.
Dalam tulisan yang diterbitkan oleh Majalah Fortune, visi globalisasi Jack Ma ini sejalan dengan pemikiran pemerintahan Beijing di bawah Presiden Xi Jinping. Seperti Xi, Ma mempromosikan “nilai-nilai luhur” dari perdagangan global. Ma sendiri pernah memuji pidato Xi tentang globalisasi di forum yang sama.
Ma memang tidak secara formal menjadi anggota Partai Komunis Tiongkok. Akan tetapi, ada indikasi bahwa ia mendukung partai tunggal di Tiongkok tersebut. Ia menyebutkan bahwa bisnisnya diuntungkan dengan sistem partai tunggal ala negaranya. Selain itu, dalam kunjungan pertama Xi ke AS, Ma menjadi salah satu pengusaha yang mendampinginya.
Menelusuri Jejak Ma
Ma memang sukses dengan kerajaan bisnisnya. Visinya tentang globalisasi juga dapat dipandang sebagai terobosan berbeda ketimbang yang sudah ada sebelumnya. Tetapi, apakah ada hal lain yang ingin dituju oleh pengusaha tersebut?
Di berbagai forum internet, pertanyaan soal siapa Jack Ma mengemuka. Salah satu yang kerap terlontar adalah, apakah Ma seorang mata-mata atau bukan. Beberapa orang menyebutkan bahwa ia adalah agen ganda.
Sejauh ini, belum ada yang bisa membuktikan bahwa Ma adalah seorang mata-mata atau agen ganda. Akan tetapi, pengusaha teknologi ini boleh jadi memiliki peran dalam urusan telik sandi pemerintahan Beijing. Alibaba bersama perusahaan lain seperti Tencent disebut-sebut berkooperasi dengan pemerintah untuk membantu mereka dalam mengawasi warga.
Memang, kamera pengawas yang digunakan pada program pengawasan tersebut ditujukan untuk mencari jejak pelaku kriminal. Akan tetapi, secara alamiah jejak-jejak lain juga akan terekam melalui kamera tersebut. Dalam konteks ini, Jack Ma dan Alibaba seperti tengah membantu pemerintah untuk menyadap atau memata-matai warganya.
Interaksi Ma dengan urusan sadap-menyadap ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama dengan ambisinya menjadi kekuatan global. Apakah ia akan melakukan tindakan serupa melalui kegiatan bisnisnya di penjuru dunia? Secara spesifik, apakah Indonesia, katakanlah, berada dalam ancaman penyadapan tersebut?
Dalam banyak laporan di internet, UC Browser, sebuah peramban internet milik Alibaba Group dilaporkan mengirim data pribadi milik pengguna ke Tiongkok. Sebuah lab milik pemerintah India di Hyderabad menyebut bahwa peramban tersebut dapat mengirimkan detil pengguna ke sebuah server jarak jauh. Ada pula laporan dari Kanada yang menyebut bahwa Alibaba Group membayar lebih dari 1 miliar dolar AS untuk membocorkan data pengguna yang sensitif. Tak pelak, aplikasi tersebut sempat diturunkan dari Play Store oleh Google.
Laporan-laporan tersebut tentu dapat menjadi ancaman yang mengerikan. Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi terkait dugaan pencurian data itu digunakan untuk apa. Akan tetapi, adanya kedekatan Ma dengan pemerintahan Tiongkok, kekhawatiran tentang data akan digunakan oleh Beijing untuk kepentingan mereka mengemuka. Kekhawatiran akan bertambah jika spekulasi di forum-forum internet bahwa Ma bekerja sebagai agen ganda untuk negara lain benar adanya.
Perlu diakui, kondisi-kondisi tersebut belum memiliki bukti yang bersifat formal. Akan tetapi, bukan berarti pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak perlu berhati-hati dengan jejak sang taipan. Jika tidak, bisa saja jejak terkecil hingga terbesar di negeri ini terekam oleh Jack Ma entah untuk kepentingan apa dan siapa. (H33)