Bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyebut Jawa Tengah (Jateng) sebagai kandang pihak tertentu adalah mitos belaka. Apakah Jateng sebagai kandang banteng alias kandang PDIP hanyalah mitos?
PinterPolitik.com
“Myths which are believed in tend to become true.” – George Orwell
Harus diakui, dari ketiga bacapres saat ini, Anies Baswedan yang paling menarik menjadi sorotan mata kamera. Tidak seperti Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang masih “bermain aman”, pernyataan-pernyataan Anies lebih berani dan provokatif.
Yang terbaru, misalnya, Anies menyebut Jawa Tengah (Jateng) bukanlah kandang pihak tertentu. Anies bahkan menyebutnya sebagai mitos.
“Mitos kandang macam-macam ditembus semua itu. Justru kita mau bilang ini lah kandang Republik Indonesia, bukan kandang salah satu, ini kandang kita semua,” ungkap Anies pada 20 Agustus 2023.
Pernyataan itu disampaikan Anies dalam pidatonya di acara Jambore DPW Partai NasDem Jawa Tengah di Bumi Perkemahan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
Meski tidak menyebut spesifik pihak yang dimaksud, dengan jelas pernyataan Anies menyasar ke PDIP. Sudah lama Jateng disebut sebagai kandang banteng alias kandangnya PDIP. Dan tentunya, pernyataan itu memantik perhatian PDIP.
Ketua Bappilu PDIP Bambang “Pacul” Wuryanto, misalnya, merespons santai dengan menyebut pernyataan itu sebagai “impian”.
“Ada salah satu capres mengatakan ingin mengalahkan Jawa Tengah dan DIY. Itu adalah impian dia untuk menjebol kandang banteng,” ungkap Bambang Pacul pada 25 Agustus 2023.
Api Pembakar Semangat
Seperti respons Bambang Pacul, secara cepat dapat dikatakan, pernyataan Anies adalah bentuk pembakar semangat. Salah satu kapabilitas yang harus dimiliki panglima perang adalah membangkitkan semangat tempur prajuritnya.
Dalam bukunya yang masyhur, The Art of War, Sun Tzu mengatakan, “Apabila prajurit sangat cemas, putus asa, dan tidak memiliki semangat, maka ia tidak bisa diberdayakan.”
Dalam pandangan Sun Tzu, memiliki seorang panglima yang mampu membangkitkan semangat prajurit adalah kunci untuk mencapai kemenangan dalam pertempuran. Seorang panglima yang mampu memotivasi dan menginspirasi prajuritnya akan mampu mengarahkan energi dan tekad mereka dengan lebih efektif.
Kata-kata dan tindakan panglima yang mampu membangkitkan semangat dapat mengubah suasana hati dan mempengaruhi psikologi prajurit, mendorong mereka berjuang lebih keras dan berani.
Dalam menghadapi situasi yang sulit, panglima yang mampu membakar semangat prajuritnya akan mampu menciptakan atmosfer yang positif. Prajurit akan termotivasi dan yakin terhadap tujuan pertempuran.
Kemampuan ini juga dapat membantu dalam mengatasi tantangan dan rintangan, sehingga prajurit lebih termotivasi untuk bertahan dan berjuang, bahkan dalam kondisi yang sulit.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali, Anies lemah di 7 provinsi, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Jatim).
“Dari beberapa wilayah, kalau dari internal kita kurang lebih Anies kalau tidak salah kalah di 7 provinsi, tapi yang lebih substantif itu di Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ungkap Ahmad Ali pada 19 April 2023.
Anies jelas ingin menjadi api pembakar semangat. Jika pendukungnya kalah mental duluan, tidak akan ada usaha besar untuk bertarung di Jawa Tengah. Mereka mungkin mengatakan, “Ini adalah daerah kekuasaan PDIP, kita bertarung mati-matian saja di daerah lain”.
Benarkah Kandang Banteng?
Namun, meskipun pernyataan Anies dengan mudah kita pahami sebagai pembakar semangat, menarik kiranya untuk menguji, seberapa valid Jawa Tengah disebut sebagai kandang banteng?
Sekali lagi, melihat datanya, secara cepat banyak pihak akan mengatakan “tentu saja”. Pertama, sejak Pemilu 2004, PDIP adalah partai dengan raihan suara terbesar di Jawa Tengah. Kedua, sejak Pemilu 2004, PDIP selalu mendapatkan mayoritas kursi DPRD Jawa Tengah.
Data dan fakta itu harus diakui, termasuk oleh Anies. Adalah kenyataan bahwa PDIP selalu menang di Jawa Tengah.
Lantas, dengan data dan fakta itu, kenapa Anies dengan pedenya ingin mendobrak Jawa Tengah? Apakah itu hanya pernyataan naif?
Mungkin “iya”, namun, mungkin juga “tidak”.
Disebut “tidak”, karena Anies mungkin menggunakan definisi istilah “kandang” yang berbeda. Dalam benak banyak pihak, yang disebut kandang politik adalah daerah basis suara. Jawa Tengah telah memenuhi definisi ini.
Namun, dalam definisi Anies, yang dimaksud mungkin adalah kemenangan 50% plus satu. Sekarang kita akan bedah datanya. Pertama-tama harus ditegaskan bahwa data yang digunakan adalah perolehan suara di DPR RI dan DPRD.
Kenapa tidak menggunakan data pilpres? Karena suaranya bercampur dengan suara partai lain. Suara Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019, misalnya, tidak semuanya berkat mesin partai PDIP, melainkan juga mesin partai koalisi lainnya.
Pemilu | Suara DPR RI di Jateng (juta) | Kursi DPRD Jateng |
2004 | 4,9/22,8 | 31/100 |
2009 | 5/26,1 | 23/100 |
2014 | 4,2/27,6 | 27/100 |
2019 | 5,7/27,8 | 42/120 |
Pada tabel di atas dapat dilihat, PDIP tidak pernah memenuhi 50% plus 1. Jangankan menyentuh 50%, perolehan DPR RI PDIP di Jawa Tengah bahkan tidak mencapai 30%. Sedangkan kursi di DPRD Jawa Tengah, perolehan tertinggi mereka adalah 35%. Jauh dari 50% plus 1.
Singkatnya, ini adalah perang definisi. Mengutip Ludwig Wittgenstein dalam bukunya Philosophical Investigations, Anies tengah memainkan language games atau permainan bahasa.
Jika mengacu pada definisi 50% plus satu, “Jateng kandang banteng” memang benar adalah mitos. Namun, jika mengacu pada definisi basis suara, adalah fakta bahwa selama ini Jateng adalah kandang banteng.
Permainan bahasa semacam ini juga digunakan PAN untuk menghadapi Pemilu 2024. Tagline provokatif “Jawa Timur Basis PAN” bukan bermakna PAN akan menguasai Jawa Timur.
Menurut Ketua DPW PAN Jatim Ahmad Rizki Sadig, yang dimaksud bukan menguasai Jatim dalam artian riil, melainkan memiliki wakil di setiap dapil di Jawa Timur.
Di Jatim ada 11 dapil RI, 14 dapil provinsi, dan 200 dapil kab/kota. Jika dihitung, PAN sebenarnya hanya menargetkan total 225 kursi dari 1620 kursi kab/kota, 120 kursi provinsi, dan 89 kursi RI dari Jatim.
Ya, begitulah politik dan permainannya. Politik adalah pertarungan persepsi. Dan bahasa adalah senjata utamanya. (R53)