HomeHeadlineJaksa Agung ST Burhanuddin Capres PDIP?

Jaksa Agung ST Burhanuddin Capres PDIP?

Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan ST Burhanuddin belakangan cukup kesohor berkat kesuksesan mengungkap kasus korupsi kelas kakap. Dengan afiliasi tidak langsungnya dengan PDIP, mungkinkah sang Jaksa Agung akan menjadi calon presiden (capres) di 2024?


PinterPolitik.com

Kejaksaan Agung (Kejagung) di bawah pimpinan Sanitiar (ST) Burhanuddin baru saja meraih pencapaian istimewa sekaligus ironis. Itu setelah Korps Adhyaksa berhasil mengungkap kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah Indonesia senilai Rp78 triliun.

Bos produsen minyak goreng merek Palma, Surya Darmadi menjadi aktor utama dibaliknya. Sosok yang kini masih buron itu disebut melakukan praktik rasuah dalam proses perizinan lahan di Provinsi Riau sejak tahun 2004 silam.

Jika dikomparasikan, nominal tersebut setara dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau selama sembilan tahun terakhir.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan bahwa penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang bertempat di Kawasan Indragiri Hulu itu menyangkut lahan seluas 37.095 hektare (ha).

Kasus fenomenal ini merupakan pengembangan Kejagung dari perkara yang menjerat mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap alih fungsi lahan pada September 2014.

Selain itu, Surya Darmadi juga menyeret Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman.

image 17

Dari total nominal korupsi, Kejagung melakukan kalkulasi dan mendapati temuan bahwa Surya kabur ke luar negeri dengan mengantongi Rp54 triliun .

Menariknya, ST Burhanuddin belakangan ini kerap menjadi aktor sentral di balik pengungkapan sejumlah kasus korupsi kelas kakap. Sebelumnya, Kejagung juga berhasil menguak nama-nama tersangka di balik kasus minyak goreng yang menyedot perhatian khalayak.

Kasus Jiwasraya yang merugikan negara sebesar Rp16,8 triliun pun berhasil diungkap Kejagung yang diampu ST Burhanuddin.

Atas pengungkapan itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango bahkan menginginkan lembaganya untuk belajar metode membangun perkara (case building) dari Kejagung.

Sosok ST Burhanuddin kemudian mengemuka sebagai subjek yang begitu prominen, meski awalnya ditengarai membawa kepentingan politik karena merupakan adik kandung dari politisi PDIP TB Hasanuddin.

Perspektif politik kiranya cukup menarik mengingat prestasinya sebagai Jaksa Agung tentu dapat menarik simpati masyarakat. Popularitasnya yang semakin sering dibicarakan media juga bisa saja bertransformasi menjadi modal politik personal setelah purna tugas kelak. Mengapa demikian?

Akan Diglorifikasi PDIP?

Kinerja dan kepemimpinan apik ST Burhanuddin bisa saja akan meninggalkan citra positif bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), plus PDIP secara tidak langsung.

Baca juga :  Tak Ada Megawati, Hanya Jokowi

Hal itu mengacu dari korelasi konsep modal sosial dan modal politik. William Ocasio, Jo‐Ellen Pozner, dan Daniel Milner dalam Varieties of Political Capital and Power in Organizations menyebut bahwa dikenal dan diakui karena memiliki kualitas khusus tertentu merupakan sebuah modal sosial sekaligus modal politik.

image 18

Dengan mengadopsi pemikiran sosiolog Prancis Pierre Bourdieu tentang modal sosial, Ocasio dkk melihat konsep modal politik dari aspek prestasi, tidak hanya berdampak secara personal, tetapi memiliki efek ke lembaga dan organisasi yang tegak lurus.

Selain kasus Surya dan Jiwasraya, Kejagung di bawah komando ST Burhanuddin juga sukses menguak kasus ASABRI dan korupsi minyak goreng yang menyeret elite Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Tak cuma itu, data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2021 saja, Kejagung berhasil menangkap 137 buronan hingga menyelamatkan Rp21 triliun uang negara.

Selain memberikan citra positif bagi rezim Presiden Jokowi, plus jika memang memiliki tendensi politis yang mengarah pada PDIP, boleh jadi eksistensi dan torehan ST Burhanuddin akan menguntungkan bagi partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu dalam menyongsong tahun politik 2024.

Bukan tidak mungkin, ST Burhanuddin akan dipromosikan lebih awal ke jabatan prestisius lain untuk kemudian direkrut partai berlambang banteng.

Apalagi, namanya yang sedang harum saat ini boleh jadi akan memantik simpati masyarakat dan pemilih. Tidak hanya sebagai “kader biasa”, peluang ST Burhanuddin untuk diusung PDIP sebagai calon presiden (capres) kejutan pun kiranya masih terbuka. Benarkah demikian?

image 16

Kandidat Alternatif PDIP?

Tidak bisa dipungkiri bahwa penentuan capres dan calon wakil presiden (cawapres) cukup ditentukan oleh faktor popularitas. PDIP pun kiranya cukup memahami hal tersebut.

Itu berdasarkan riwayat intrik Jokowi yang pada akhirnya ditunjuk Megawati sebagai capres di Pilpres 2014 karena popularitas, walau sebelumnya sempat tak direstui.

Dalam buku Seeing Stars: Spectacle, Society and Celebrity Culture, Pramod K. Nayar menyebutkan bahwa kehidupan kontemporer kental dengan budaya selebriti (culture of celebrity).

Dengan popularitasnya, sosok selebriti memegang berbagai peranan dalam kehidupan bermasyarakat. Jika sebelumnya hanya sebagai penghibur, saat ini selebriti dapat menjadi pembawa suara kelompok marginal, sarana marketing, hingga simbol politik negara.

Aktor politik juga dapat menjadi seorang selebriti ketika manuver-manuvernya kerap menarik perhatian masif pewarta atau yang lebih dikenal sebagai media darling, di mana Jokowi adalah salah satu produk suksesnya.

Baca juga :  Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Predikat “selebriti” dalam ranah penegakan hukum yang kini tampak tengah diraih ST Burhanuddin, agaknya dapat turut menjadi simbol yang konstruktif dalam aspek politik untuk dikapitalisasi.

Hal itu diperkuat oleh Marcus Mietzner dalam analisisnya yang berjudul Indonesia’s 2009 Elections: Populism, Dynasties and the Consolidation of the Party System.

Associate professor dari Australian National University itu mengatakan, seseorang yang memiliki kepopuleran seperti para artis lebih mudah untuk merengkuh elektabilitas.

Dalam politik Indonesia, Mietzner menyebut pemanfaatan ketenaran seorang sosok merupakan bagian dari konsolidasi demokrasi, yaitu kecenderungan partai politik untuk memberikan ruang dan mencalonkan seseorang yang memiliki kepopuleran.

Pada konteks ST Burhanuddin, popularitasnya pun diraih berkat prestasi dan kontribusi nyata bagi negara, bukan akibat tendensi kontroversial layaknya sejumlah aktor lain.

Artinya, masyhurnya ST Burhanuddin saat ini tampak cukup ideal untuk menjadi sebuah modal politik yang sangat bernilai.

Di titik ini, PDIP, lewat keterkaitan dengan sang kakak TB Hasanuddin, bisa saja dalam beberapa waktu ke depan “melamar” ST Burhanuddin.

Pertanyaan selanjutnya, jika benar-benar dilamar, apakah PDIP akan mengusung Burhanuddin sebagai capres atau cawapres?

Jika mengutip pernyataan politisi senior PDIP Panda Nababan di acara Total Politik, PDIP pasti mengincar posisi capres. Namun, sebagai sosok baru, apakah tiket itu akan diberikan ke Burhanuddin?

Dalam kalkulasi, jika Burhanuddin adalah cawapres, maka PDIP harus menempatkan kader potensialnya sebagai capres. Sebenarnya Ganjar Pranowo bisa mengisi itu, tapi kans-nya kecil karena ketegangan dengan pendukung Puan Maharani.

Namun, jika capresnya Puan, seperti yang disiratkan Panda Nababan, ada kemungkinan PDIP akan mengalami kekalahan. Oleh karenanya, bukan tidak mungkin PDIP akan berjudi dengan menempatkan Burhanuddin sebagai capres.

Posisi cawapres sekiranya akan diisi oleh partai koalisi PDIP nantinya. Karena meskipun memenuhi presidential threshold, partai banteng tentu tidak ingin mengambil risiko dengan bertarung sendirian.

Di titik ini, mungkin ada yang memandang sinis terhadap analisis ST Burhanuddin akan menjadi kandidat alternatif PDIP. Namun, sayangnya, Pilpres 2019 dapat menjadi bantahan tersendiri. Saat itu, tanpa diduga, Ma’ruf Amin tiba-tiba muncul sebagai pendamping Jokowi di detik-detik akhir.

Kendati demikian, dengan berbagai kemungkinan yang ada, ST Burhanuddin diharapkan tetap fokus menjalankan tugasnya saat ini sebagai Jaksa Agung.

Masih akan sangat menarik kiranya untuk menantikan kasus korupsi kelas kakap apa lagi yang akan diungkap Kejagung di bawah kepemimpinannya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?