HomeNalar PolitikIsu Agama di Pilkada DKI Putaran Kedua

Isu Agama di Pilkada DKI Putaran Kedua

Kecil Besar

Menuju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI putaran kedua, isu agama masih menjadi senjata mujarab bagi salah satu pasangan calon (paslon) untuk menggusur paslon lainnya. Namun masihkah isu SARA ini berlaku bagi warga Ibukota?


pinterpolitik.com

DKI JAKARTA – DKI Jakarta masih mencari sosok gubernur baru yang akan memimpin ibukota ini hingga lima tahun ke depan. Sebab pada Pilkada Serentak 15 Februari lalu, DKI Jakarta masih belum mendapatkan paslon yang mampu mendapatkan jumlah presentase yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berdasarkan hasil penghitungan cepat dari sejumlah lembaga survei, telah dipastikan bahwa paslon Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) mendapat suara tertinggi mengungguli paslon Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (AHY-Sylvi).  Sehingga keduanya berhak bertarung kembali di Pilkada DKI putaran kedua.

Tipisnya selisih suara yang diraih Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, memastikan Pilkada DKI putaran kedua nanti akan bersaing sangat sengit. Jika melirik pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama, isu agama begitu kencang dihembuskan hingga banyak warga menjadi antipati terhadap agama tertentu.

Belum lagi berbagai gerakan aksi yang dilakukan Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang bernuansa politis, begitu sering digelar untuk meraih simpati massa.  Sehingga dipastikan putaran kedua nanti, situasinya akan lebih panas dan isu agama pun akan terus dimanfaatkan untuk menciptakan perlawanan masyarakat kepada Ahok walaupun porsinya tidak sebanyak Pilkada DKI putaran pertama.

Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya memperkirakan, pertarungan putaran kedua kemungkinan besar akan diwarnai sentimen primordial oleh lawan Ahok. Yunarto mengaku, ia  tidak yakin kalau Anies tidak memanfaatkan isu sentimen primordial sebagai strategi jitu untuk mengalahkan Ahok.

Sedangkan Ahok diperkirakan akan tetap menggunakan cara kampanye dengan penjabaran program kerja nyata ke masyarakat dan tidak terpengaruh dengan isu agama atau SARA. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil suara Ahok-Djarot yang mendapat perolehan suara 43,19 persen, mengungguli suara Anies-Sandi dan Agus-Sylvi. Hasil tersebut seakan memberi tahu bahwa masyarakat DKI Jakarta lebih melihat program kerja dan tidak terpengaruh dengan isu agama.

Baca juga :  The Tale of Budi Gunawan

Namun potensi konflik tetap tinggi, untuk mencegah terjadinya konflik yang diakibatkan dinamika politik yang dibumbui dengan isu SARA, maka pemerintah perlu kerja keras bersama masyarakat untuk melakukan pencegahan. Karena bagaimanapun, Pilkada adalah pesta demokrasi yang penuh kegembiraan, bukan perang untuk menjatuhkan kubu lawan dengan segala cara. (Berbagai sumber/A15)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Titiek Puspa: ‘Pinnacle’ Nyanyian Soeharto?

Penyanyi legendaris, Titiek Puspa, yang meninggal dunia pada Kamis (10/3) kemarin kerap disebut "penyanyi Istana." Mengapa demikian?

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dasco’s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami “Warisan” yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

More Stories

Bukti Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

PinterPolitik.com mengucapkan Selamat Hari Kemerdekaan Indonesia ke 72 Tahun, mari kita usung kerja bersama untuk memajukan bangsa ini  

Sejarah Mega Korupsi BLBI

KPK kembali membuka kasus BLBI yang merugikan negara sebanyak 640 Triliun Rupiah setelah lama tidak terdengar kabarnya. Lalu, bagaimana sebetulnya awal mula kasus BLBI...

Mempertanyakan Komnas HAM?

Komnas HAM akan berusia 24 tahun pada bulan Juli 2017. Namun, kinerja lembaga ini masih sangat jauh dari harapan. Bahkan desakan untuk membubarkan lembaga...