Dengarkan artikel berikut
Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya?
Tensi geopolitik antara Iran dan Israel masih belum mereda. Setelah kiriman serangan dari Israel pekan lalu, kini Presiden Iran, Ebrahim Raisi, justru malah semakin memantik perselisihan dengan mengancam bahwa mungkin tidak akan ada lagi yang tersisa dari rezim zionis jika Israel menyerang “tanah suci” Iran.
Ya, kalau mau diumpamakan, garis batasan antara terjadinya all-out war dan perdamaian di Timur Tengah kini mungkin hanya setipis benang. Hanya sedikit salah manuver yang dilakukan suatu negara di sana mungkin bisa berdampak besar bagi kestabilan politik kawasan untuk waktu yang lama.
Menariknya, meski perang besar belum terjadi, Iran diketahui sudah mempersiapkan kekuatan militer di wilayah-wilayah yang kerap dianggap sebagai proksinya, utamanya wilayah seperti Irak, Lebanon, Suriah, dan wilayah Yaman yang dikuasai kelompok Houthi di sisi selatan Arab Saudi.
Pengaruh Iran di tempat-tempat ini bahkan kerap menjadikan negara yang “diketuai” Pemimpin Agung Ali Khamenei tersebut sebagai salah satu negara paling kuat di Timur Tengah saat ini, karena bisa mengepung negara besar lain seperti Arab Saudi jika mereka menginginkannya.
Namun, bicara soal proksi Iran, sebetulnya ada satu negara lagi yang saat ini tidak menampakkan dirinya sebagai perpanjangan kepentingan Iran tapi sewaktu-waktu bisa jadi “bom waktu” Iran. Negara tersebut adalah negara pulau Timur Tengah yang bernama Bahrain.
Lantas, mengapa Iran bisa dianggap demikian?
Bahrain dan Kelompok Syi’ah Iran
Bahrain memiliki satu fakta menarik yang membedakannya dari negara-negara lain di Semenanjung Arab, yaitu persebaran populasi mereka di mana diperkirakan bahwa setidaknya sebanyak 49 persen dari total populasi Bahrain adalah penduduk dari kelompok Muslim Syi’ah.
Sebagai pengantar singkat, kelompok Muslim Syi’ah adalah kelompok yang dari aspek sosial politik berasal dari Iran dan dipengaruhi oleh sejarah panjang Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979. Setelah revolusi tersebut terjadi, kelompok Muslim Syi’ah Iran diketahui menyebar ke negara-negara Timur Tengah dan lambat laun menjadi kelompok Muslim mayoritas bersamaan dengan kelompok Muslim Sunni.
Menariknya, keberadan jumlah besar kelompok Syi’ah di Bahrain kerap dinilai sebagai celah potensi masuknya kepentingan Iran ke tubuh sosial dan politik Bahrain, karena mereka kini jadi oposisi politik besar yang bisa sewaktu-waktu menjadi ancaman bagi pemerintah Bahrain.
Giorgio Cafiero dalam tulisannya Why overcoming tensions in Bahrain-Iran relations will be tough, menyebutkan bahwa Bahrain selalu melihat koneksi sejarah dan kultural kelompok-kelompok Syi’ah di Bahrain dengan Iran selalu menjadi ancaman politik internal terbesar mereka.
Ketakutan ini bukan tanpa alasan, karena Bahrain tercatat punya pengalaman buruk dengan kelompok milisi Syi’ah yang disponsori Iran. Contohnya adalah Islamic Front for the Liberation of Bahrain (IFLB) yang pernah meneror kestabilan politik di Bahrain pada tahun 1990-an. Bahkan hingga saat ini ancaman kelompok milisi serupa masih belum hilang karena masih terdapat kelompok milisi lain, contohnya seperti al-Ashtar yang belakangan juga mendapatkan perhatian dari pemerintah Amerika Serikat (AS).
Tapi, apakah keberadaan kelompok-kelompok milisi Syi’ah ini benar-benar bisa jadi ancaman?
Well, kalau kita melihat contoh bagaimana milisi Houthi bisa jadi ancaman besar di Yaman, maka kita tidak boleh meremehkan kemampuan Iran dalam memainkan politik proksinya. Iran punya catatan sejarah hampir selalu sukses menjadikan kelompok proksinya di negara lain sebagai sebuah kelompok yang besar, Yaman dan Palestina jadi bukti nyatanya.
Maka dari itu, menarik untuk diasumsikan bahwa bisa jadi Bahrain pun menyimpan semacam “bom waktu” yang sewaktu-waktu bisa dimainkan Iran bila mereka mulai melihat perlu memainkan pion baru di Semenanjung Arab.
Lantas, apakah Iran kira-kira akan menggunakan proksi tersembunyinya ini dalam perangnya dengan Israel nanti?
Bahrain Disiapkan untuk Saudi?
Kalau kita melihat catatan sejarah, kemungkinan paling besar bagi Iran dalam mengagitasi proksinya di Bahrain adalah digunakan untuk keperluannya mendominasi Semenanjung Arab.
Sejak Revolusi Iran 1979, Bahrain selalu ditakutkan dijadikan sebagai jembatan Iran untuk menyerang Saudi. Selain karena posisi geografisnya yang memang berada di tengah-tengah Saudi, Bahrain pun diketahui sangat dekat dengan salah satu ladang minyak bumi terbesar yang dimiliki Saudi yakni Ladang Minyak Ghawar. Bila milisi Iran bisa kuasai mayoritas Bahrain, Iran bisa dengan mudah sabotasi ekonomi Saudi dengan mengirim drone atau misil ke ladang minyak di Ghawar.
Karena secara teknis Saudi dan Iran masih menyimpan benih perselisihan, ada kemungkinan besar milisi-milisi Syi’ah di Bahrain sebetulnya dipersiapkan untuk agenda besar Iran dalam menaklukkan musuh besar mereka yang kedua, yakni Kerajaan Arab Saudi, di masa depan.
Akan tetapi, tentu perlu diingat bahwa ini semua hanyalah interpretasi belaka. Kendati demikian, pembahasan kita ini menarik untuk terus dipertimbangkan karena dinamika geopolitik yang terjadi di Timur Tengah tampaknya akan terus temui babak-babak yang baru setiap waktunya. Kita harap saja tidak ada yang sampai nekat memicu perang besar (D74)