Site icon PinterPolitik.com

Ini Rahasia Gairah Pertahanan Prabowo?

projo gagal jika pilih prabowo

Prabowo Subianto menghadiri pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2019 silam. (Foto: Reuters)

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dikabarkan melakukan lawatan ke Amerika Serikat (AS) untuk memperkuat alutsista TNI, utamanya pembelian pesawat tempur. Jika diamati, gairah pertahanan Indonesia di bawah komando Prabowo seolah tampak begitu menggelora dibandingkan Menhan RI sebelumnya. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Prabowo Subianto seolah membawa semangat baru dalam era pembaharuan pertahanan Indonesia. Mengampu jabatan strategis sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) sejak 2019 lalu, mantan Danjen Kopassus itu tampak memberikan perubahan yang belum pernah digalakkan oleh pejabat serupa sebelumnya.

Kabar manuver progresif teranyar Prabowo datang dari Amerika Serikat (AS) setelah bertemu elite serta stakeholder terkait.

Taklimat media yang disampaikan Juru Bicara (Jubir) Pentagon Pat Ryder pada Jumat, 21 Oktober dini hari WIB menyebut Prabowo melakukan pertemuan resmi dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin pada Kamis pagi waktu setempat.

“Keduanya mendiskusikan penyelarasan kerja sama ke depan antara Amerika Serikat dan Indonesia di mana kedua negara menginginkan kawasan Indopasifik yang bebas dan terbuka di mana ini menjadi concern global,” ujar Ryder dalam keterangannya.

Prabowo dan Austin membicarakan pula perluasan cakupan latihan “Super” Garuda Shield yang telah digelar tahun ini sebagai latihan angkatan bersenjata terbesar yang pernah dilakukan antara kedua negara.

Bahkan, berdasarkan informasi yang beredar, Prabowo juga bertatap muka dengan Direktur CIA William Burns di Washington meski belum muncul keterangan lebih lanjutnya.

Selain itu, agenda finalisasi rencana pembelian jet tempur F-15 IDN untuk memperkuat TNI-AU disebut-sebut menjadi intisari pembicaraan di antara para elite pemerintahan kedua negara.

Jadwal lawatan Prabowo juga begitu padat. Kedutaan Besar Indonesia di Washington DC menyebut petinggi Lockheed Martin dan Boeing turut menerima kedatangan Prabowo untuk menjajaki potensi kerja sama dengan kedua perusahaan penerbangan itu dengan negeri +62.

Belum cukup sampai disitu, sosok yang juga Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra itu didampingi Duta Besar Indonesia untuk AS Rosan P Roeslani dijamu oleh Sekretaris Angkatan Darat AS, Christine Wormuth untuk membahas cara meningkatkan kerja sama pertahanan antara Indonesia dan negeri Paman Sam.

Sebelumnya, diketahui diplomasi pertahanan Prabowo ke Prancis pada awal tahun 2020 lalu membuahkan akuisisi 42 jet tempur Rafale yang akan diaktualisasikan secara bertahap.

Selain memperkuat alutsista, sang Menhan seolah cukup komprehensif memperhatikan aspek sumber daya pertahanan dengan mewujudkan Komponen Cadangan (Komcad) yang selama ini hanya menjadi wacana.

Semangat yang dibawa Prabowo seolah menular ke penguatan aspek pertahanan lain. Terbaru, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PAL berencana membuat kapal induk dalam negeri.

Pada akhir September kemarin Direktur Utama PT PAL Indonesia Kaharuddin Djenod cukup percaya diri bahwa Indonesia mampu memanifestasikan rencana ambisius itu.

Meski diliputi pro dan kontra sebagai sebuah keniscayaan dalam kebijakan pemerintah di sektor apapun, sekali lagi, Prabowo tampil cukup bold untuk membangkitkan gairah pertahanan dalam negeri yang kiranya nihil dirasa saat diampu sosok-sosok sebelumnya.

Lalu, mengapa itu bisa terjadi?

Ditempa Menjadi Menhan?

Takdir memang membawa nama seorang Prabowo Subianto menapaki karier sempurna sebagai politisi karismatik di Indonesia.

Bagaimanapun, tak bisa dipungkiri bahwa Indonesia lekat dengan warisan nuansa kepemimpinan pemerintahan militeristik. Prabowo kemudian lahir di lingkungan serta momentum yang begitu ideal.

Anak kandung ekonom dan politisi Orde Lama (Orla) dan Orde Baru (Orba) Soemitro Djojohadikoesoemo itu mengisi masa mudanya dengan memenuhi panggilan negara sebagai seorang perwira pasukan khusus angkatan bersenjata.

Dia kemudian dipercaya dan turun laga memimpin pasukan elite di berbagai kampanye militer esensial negeri ini di masa kepemimpinan Soeharto.

Sedikit tersendat akibat ekses tuntutan rakyat di era transisi di tahun 1998, Prabowo kemudian purna tugas dan mengeksplorasi kariernya dengan berkelana ke dunia bisnis, sebelum akhirnya terjun ke dunia politik.

Bertransformasi menjadi simbol Partai Gerindra, Prabowo kemudian mendapat kepercayaan partai sekaliber PDIP untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri di Pilpres 2009.

Seiring waktu, pengalaman dan kemampuan inheren Prabowo membawanya sebagai sosok prominen di level tertinggi perpolitikan nasional. Dua kali mampu bertarung sebagai kandidat RI-1 di Pilpres 2014 dan 2019, serta kini aktif mengawal pemerintahan sebagi Menteri Pertahanan.

Kepiawaian Prabowo juga diamati oleh Associate Research Fellow di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Jefferson Ng. Dalam publikasi analisisnya yang berjudul How Indonesia’s Defense Ministry Has Changed Under Prabowo Subianto, Ng menyiratkan bagaimana kuatnya posisi politik Prabowo saat ini.

Setelah dirangkul masuk kabinet pemerintah dan menempati posisi strategis di bidang pertahanan, Ng menilai kapabilitas politik dan pemerintahan Prabowo semakin sempurna.

Tiga variabel kunci, yakni sumber daya pribadi, jaringan internal-eksternal, dan koneksi eksekutif telah diakuisisi oleh Panglima Kostrad ke-22 itu.

Mengacu pada gagasan Georg W. F. Hegel tentang Zeitgeist atau roh zaman, kata kunci pengalaman militer dan ketokohan politik menjadikan posisi Menhan seolah memang ditakdirkan bagi Prabowo.

Oleh karena itu, manuver dan kinerja pemerintahan di bidang pertahanan Indonesia kali ini seolah terasa begitu istimewa karena dilakukan langsung oleh abiturien Akabri 1974 itu.

Lantas, esensi apa yang dapat diambil dari impresi positif Menhan Prabowo itu?

Pentingnya Diplomasi Pertahanan

Pasca Reformasi, pertahanan Indonesia memang tampak mengalami pasang-surut. Saat era kepemimpinan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, misalnya, Indonesia sempat mengalami embargo dari Amerika Serikat (AS) dan sekutunya.

Dengan alternatif lain, Mega saat itu berhasil mengalihkan belanja pertahanan ke Rusia, salah satunya dengan membeli jet tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30.

Pergantian kepresidenan dan Menhan nyatanya tak serta merta membuat geliat pertahanan bangkit dari stagnasi.

Barulah di era Menhan Prabowo sejumlah dobrakan di bidang pertahanan menyeruak dan seolah membangkitkan semangat kolektif dalam revolusi baru di bidang pertahanan Indonesia, meskipun di tengah situasi sulit pasca Pandemi Covid-19 dan bayang-bayang krisis ekonomi.

Teori arms military build up dan konsep turunannya, yaitu revolution in military affairs (RMA) kiranya tepat untuk menjelaskan esensi pertahanan sesungguhnya yang ingin dilakukan Prabowo.

Wayne Mapp dalam Military Modernization and Build Up menjelaskan arms military build up untuk menggambarkan proses peningkatan kapabilitas militer oleh suatu negara.

Peningkatan itu diwujudkan oleh peningkatan dalam beberapa indikator, seperti peningkatan anggaran pertahanan, pengembangan industri pertahanan, penambahan pasukan, perubahan strategi, maupun peningkatan teknologi persenjataan.

Sementara itu, secara khusus RMA dijelaskan Michael J. Thompson dalam publikasinya yang berjudul Military Revolutions and Revolutions in Military Affairs: Accurate Descriptions of Change or Intellectual Constructs?.

Thompson menyebut RMA merupakan revolusi atau perubahan secara cepat dalam bidang militer suatu negara yang tidak hanya meningkatkan secara kuantitas atau kualitas, tapi juga mengubah suatu pola atau cara yang telah dianut lama.

Melalui pendekatan yang berbeda dari Menhan sebelumnya, Prabowo melakukan sejumlah progresivitas seperti melakukan diplomasi pertahanan ke banyak negara untuk membuka alternatif sebanyak-banyaknya bagi pemenuhan kebutuhan alutsista.

Selain itu, Prabowo juga tampak melakukan revolusi paradigma saat mengaktualisasikan Komcad bagi para pemuda potensial bangsa yang diharapkan banyak pihak dapat berkelanjutan.

Restorasi jaringan pertahanan juga dilakukan Prabowo dengan tetap membuka hubungan positif dengan Tiongkok meski Indonesia kerap “diganggu” di Natuna. Di saat yang sama, kemesraan dengan AS dan Barat tampak terus dilakukan, yang kemungkinan demi menyeimbangkan kutub kekuatan dunia.

Bagaimanapun, dengan kapabilitas Indonesia yang terbatas, Prabowo kiranya memang ditakdirkan untuk membawa perubahan positif bagi pertahanan Indonesia saat ini. Dengan peluangnya untuk memimpin negeri di 2024, kemajuan yang ditinggalkan Prabowo diharapkan dapat diteruskan oleh suksesornya kelak. (J61)

Exit mobile version