Prabowo-Sandi mensimposiumkan kecurangan Pemilu 2019, mereka melaporkan sudah ada kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif. Bukti sekitar 1 boks kontainer sudah mereka laporkan ke Bawaslu. Sidang sedang diproses, namun nampak bahwa Bawaslu tidak bisa, atau tidak mau berbuat banyak.
Pinterpolitik.com
Di Simposium Kecurangan Pilpres 2019, ahli dari tim Prabowo-Sandi membeberkan beberapa perkara besar yang menjadi konsentrasi utama mereka dalam rentetan kecurangan Pemilu 2019. Prabowo-Sandi kompak bahwa Pemilu ini dicurangi secara sistematis, terstruktur dan masif. Bukti sebanyak 1 buah kontainer telah mereka serahkan ke Bawaslu. Namun Prabowo-Sandi tidak melihat ada upaya ketegasan dari Bawaslu.
Selain dari tim BPN Prabowo-Sandi, dari masyarakat sipil juga turut melaporkan adanya kecurangan, laporan secara sporadis datang dari masyarakat, dengan jumlah 121.993 laporan di Bawaslu. Pelaporan tersebut berkisar dari adanya intimidasi dan pengarahan pada calon tertentu, pencoblosan surat suara, serta TPS yang tutup sebelum waktunya.
Sandiaga Uno di pidatonya pada acara Simposium Kecurangan Pilpres 2019 dengan jelas mengatakan ada upaya kecurangan dari sebelum, ketika, dan setelah Pilpres berlangsung. Dia memaparkan poin-poin yang senada dengan laporan kecurangan yang banyak masuk dari kalangan masyarakat.
Temuan Prabowo-Sandi
Soal pertama yang disoroti adalah terdapat DPT ganda, ada sekitar 25 Juta DPT ganda yang diklaim oleh tim BPN. DPT ganda tersebut tersebar di berbagai TPS, satu nama bisa tergandakan sebanyak 11 kali di satu TPS.
Kekhawatiran dari DPT ganda tersebut adalah bisa saja datanya disalahgunakan, atau bahkan menghilangkan hak orang lain untuk memilih. Berdasarkan temuan dari Sudirman Said di Jateng, dimana Prabowo kalah 11,8 juta suara, didapati sekitar 3,7 juta DPT fiktif.
DPT fiktif ini kemudian dikoreksi menjadi sekitar hanya 17,5 juta, dimana ada orang yang lahir di tanggal 1 bulan Juli sekitar 9,8 juta, 31 Desember 5,3 juta, dan tanggal 1 Januari sekitar 2,3 juta. Belum lagi ada catatan bahwa jumlah lansia 90 tahun mencapai 304.782, dan warga di bawah 17 tahun sebanyak 20.474, termasuk KK manipulatif sebanyak 41.555.
Selain itu, terdapat sekitar 31 juta pemilih yang belum terdaftar, 31 juta daftar pemilih tersebut diserahkan oleh Dirjen Dukcapil Kementrian Dalam Negeri ke KPU setelah KPU menetapkan DPT nasional.
Berdasarkan data yang masuk di Situng KPU, Jokowi-Ma’ruf unggul 15,7 juta suara, data pemutakhiran terakhir sekitar 82,46% suara masuk. Jumlah tersebut mirip dengan jumlah data DPT fiktif yang diklaim oleh Prabowo-Sandi.
Belum lagi ada sekitar, 6,7 warga yang tidak mendapatkan undangan memilih, mereka tidak mendapatkan formulir C6. Bahkan di Malaysia C6 tidak dibagikan sama sekali, yang terjadi warga bingung harus memilih di TPS mana, padahal C6 adalah hak rakyat. Informasi ini didapat dari Rahmat Bagja dari Bawaslu.
Tim Prabowo-Sandi juga memaparkan terjadinya hambatan, kekurangan dan ketelambatan logistik ke TPS yang menjadikan potensi kecurangan semakin besar.
Selain itu, mereka juga menyoroti banyaknya intimidasi dan pengusiran saksi paslon 02. Prabowo-Sandi juga mengeluhkan Beberapa kepala daerah yang terang-terangan mendukung palson 01, dan diancam pidana jika tidak mendukung paslon Jokowi-Ma’ruf. Sandi juga membeberkan bagaimana sulitnya mendapatkan izin untuk berkampanye, dan sering dilempar ke tempat yang jauh dan sulit ditempuh.
Kasus yang paling terang benderang di masyarakat menurut Sandi adalah bagaimana penangkapa Bowo Sidik, anggota DPR dari Golkar membawa Rp 8 miliar uang digunakan untuk serangan. Berdasarkan beberan dari Bowo Sidik, Rp 2 miliar uang tersebut berasal dari Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita.
Belum cukup di situ, menurut mereka media juga mendapatkan tekanan agar tidak memberitakan kecurangan yang terjadi di lapangan. Belum lagi survei yang dianggap memberondong kesadaran publik pasca pemilu.
Yang paling menggegerkan berdasarkan data Prabowo-Sandi adalah Situng KPU yang bermasalah dari awal pengoperasiannya. Banyak sekali kekeliruan yang mudah ditemukan beredar di media sosial.
Situng melakukan sebanyak 73.715 kesalahan input daya, atau jika dikonversi sebesar 15,4 % dari total 477.021 TPS yang sudah diinput. Kesalahan banyak terjadi di daerah yang berkontribusi suara banyak untuk Jokowi, yaitu Jawa Tengah sebanyak 7.666 TPS, dan Jawa Timur 5.826.
Sederet dugaan kecurangan tersebut sudah dilaporkan, namun pihak Prabowo-Sandi sendiri sudah merasa pesimis dengan hasil dari tindak lanjut laporan. Di mata banyak pihak, selama ini memang Bawaslu nampak tidak terlalu bertaji dalam hal pelanggaran pemilu, mereka bekerja nampak hanya sebagai penonton, bukan wasit dalam sebuah pertandingan.
Bawaslu dan Ikatan Politik Dibelakangnya
Berdasarkan Undang-Undang, Bawaslu diatur di Bab IV No.15 tahun 2011 soal Penyelenggara Pemilihan Umum. Kewenangan Bawaslu diatur di Undang-Undang No.22 tahun 2007, termasuk dalam hal ini menangani sengketaPemilu. Bawaslu semakin kuat dengan hadirnya Bawaslu Provinsi, sehingga jejaring pengawasan hingga ke tingkat paling bawah.
Kuasa dari Bawaslu berdasarkan amanat undang-undang sangat besar, sebab BAWASLU turut bekerja dari hulu ke hilir Pemilu. Mulai dari mengawasi persiapan penyelenggaraan, pelaksanaan, logisitik, kampanye, DPT, dan TPS turut diawasi secara penuh oleh BAWASLU.
Segala kecurangan juga bisa dilaporkan ke BAWASLU, wewenang tersebut ada di lembaga ini, dan kewajibannya yaitu menindaklanjuti laporan tersebut, memprosesnya, dan menyelesaikan sengketa Pemilu.
Dari segi keanggotaan, betul bahwa anggota BAWASLU tidak diperbolehkan dari partai politik, namun orang yang mengisinya adalah hasil dari seleksi para politisi, dan sehingga kandidat memang memiliki afiliasi dengan politik.
BAWASLU perlu viagra biar makin kuat! Share on XKetua Bawaslu juga diduga dekat dengan kalangan NU, yang merupakan daya sokong dari petahana. Abhan adalah orang yang diduga dekat dengan Said Aqil Siraj, Ketum PBNU. Berdasarkan testimoni Yusril Ihza Mahendra, Abhan bahkan pernah ditelepon oleh Said soal pelolosan PBB dan dilaporkan ke DKPP karena pelanggaran kode etik. Latar belakang Abhan sebagai NU kultural juga mengafirmasi, bagaimana jejang pendidikan dari SD hingga SMA ditamatkan di perguruan NU.[A1]
Indikasi lain bahwa pemegang divisi Penyelesaian Sengketa di Bawaslu, Rahmat Bagja pernah menjabat sebagai Kepala LPBH Ansor DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, dia adalah mantan dari Ketum HMI FH UI, dimana beberapa tokoh penting HMI seperti Akbar Tandjung, Mahfud MD, Bambang Soesatyo juga Ade komaruddin berada di kubu Jokowi. Jokowi juga selalu datang ke acara KAHMI. Terakhir KAHMI kompak untuk mendukung Jokowi 2 periode.
Anggota lain, Mochammad Afifuddin adalah mantan anggota Badan Politik dan Pemerintahan PP GP Ansor.
Anggota Bawaslu lain seperti Fritz Edward Siregar pernah menjadi asisten hakim Jimly Assidiqie ketika masih di MK, dimana Jimly di secara terang mendukung jokowi 2 periode, ini pun jelas bahwa Jimly sebagai ketua ICMI hingga 2020 nanti mendukung Jokowi, sebab pendirinya Habibie adalah pendukung Jokowi sedari awal.
Dari 5 anggota, hanya Ratna Dewi Pettalolo yang nampak tidak terafilisasi dengan kalangan dan kepentingan tertentu.
Proses politik yang terjadi di belakang ini bisa saja menjadikan Bawaslu tidak memiliki taji yang tajam, sebab orang orang yang ada di belakangnya adalah orang yang memiliki afiliasi dengan kelompok politik tertentu.
Perkara keterkaitan lembaga pengawas pemilu dengan aktor politik ini diungkapkan misalnya oleh Sara Rich Dorman dari University of Edinburgh. Penelitian di Zimbabwe oleh Dorman menunjukkan bahwa keterkaitan lembaga pengawas dengan aktor politik membuatnya menjadi pengawas yang tidak efektif dan imparsial.
Tentu, saat ini sulit untuk menuding bahwa Bawaslu berpihak pada kelompok manapun. Meski begitu, kerkaitannya dengan banyak aktor politik membuatnya tidak imun pada konflik kepentingan. Oleh karena itu, apa yang diungkapkan Dorman sangat mungkin terjadi.
Pada akhirnya, semua tentu berharap laporan yang diterima Bawaslu bisa diproses dan diputuskan dengan baik, termasuk laporan Prabowo-Sandi. Semua berharap Bawaslu bisa menunjukkan tajinya di masa yang krusial ini. Jika tidak, maka bisa saja semakin banyak yang mempersoalkan legitimasi dari hasil dan proses Pilpres 2019 ini. (N45)