HomeNalar PolitikIbu Mau Jadi Doktor

Ibu Mau Jadi Doktor

(Sepucuk surat untuk anakku, dari ibu yang sebentar lagi mau jadi doktor)

Lihat presiden sebelumnya, Nak, ia bergelar doktor. Ibu mau juga dong.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]N[/dropcap]ak, punya pendidikan tinggi itu ternyata penting. Apalagi gelarnya itu loh nak, bisa bikin harkat dan martabat diri meninggi, setinggi harga Tarif Dasar Listrik (TDL) sekarang ini. Tinggiiiiiii banget! Merdeka!

Makanya, jangan heran, banyak pejabat yang berlomba-lomba pengen dapat gelar doktor. Saking ngebetnya, kemarin-kemarin kita lihat berita tentang kasus plagiasi disertasi doktoral di sebuah universitas berinisial UNJ – eh, universitas mah di mana-mana emang disingkat ya namanya.

Pokoknya itulah kampusnya. Bahkan, ada gubernur ketangkep KPK gara-gara korupsi, yang lulus doktoral dari kampus ini. Doktor kok plagiat. Pantesan aja korupsi. Anak-anak zaman sekarang pasti bilang: hadeeh.

Itulah dunia pendidikan, Nak. Walaupun tujuannya mulia, masih aja penuh dengan korupsi dan penyelewengan. Dana bantuan untuk pendidikan dikorupsi, seragam buat anak sekolah juga dikorupsi.

Inget ndak itu anak-anak di Kalimantan yang minta tas sama presiden. Kasihan banget kan mereka. Padahal di Jakarta sini kita masih aja numpuk tas, bahkan banyak yang segelnya belum dibuka itu di rak-rak. Hadeeh.

Sebentar lagi ibu juga mau dikasih gelar doktor lagi, Nak. Tapi, bukan doktor kayak yang plagiat-plagiat itu. Gelarnya Doktor Honoris Causa, lebih keren kan? Itu artinya gelar doktor kehormatan, nggak perlu bikin disertasi segala. Dulu ibu juga pernah dapat dari UNPAD, walaupun saat itu banyak yang bikin petisi menolak.

Bu Susi Pudjiastuti aja juga dapet kok, mosok ibumu ini nggak boleh. Bu Susi kan cuma lulusan SMP. SMA-nya nggak selesai, tapi dapet gelar Doktor Honoris Causa dari UNDIP. Lha mosok ibumu yang lulus SMA ini nggak boleh. Hadeeh.

Baca juga :  Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Gini-gini, ibukmu ini loh yang bikin Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Tahun 2003 kalau ndak salah, tahun zaman-zaman kekacauan pasca BLBI dan tawar-tawaran Indosat itu loh.

Tapi, yo ngono. Pada pelaksanaannya masih amburadul. Mesakke banget lah. Kurikulum gonta ganti terus, kayak gonta ganti popok bayi aja.

Jadi, ibu nasehatin kamu, kalau sekolah harus sampai selesai. Yang bener sekolahnya, jangan sibuk pacaran. Sekolah setinggi-tingginya terus jadi presiden. Ingat kata eyangmu: Merdeka! Eh, maksudnya, eyangmu bilang: belajar lah terus untuk kemajuan bangsa karena perjuangan kalian nanti adalah melawan bangsamu sendiri.

Ibu sih sebenernya menganggap nggak penting lah gelar doktor ini. Sing paling penting itu apa yang seorang doktor itu buat untuk bangsa dan negara. Lha kalau doktor tapi korupsi justru malah merusak bangsa toh.

Tapi, ya gelar doktor tetap penting sebenernya sih buat politisi. Apalagi orang-orang di kampung-kampung masih melihat gelar-gelar di depan nama sebagai sesuatu yang ‘wah’. Jadinya kalau ada doktor di depan nama calon pemimpin, sapi-sapi sekalipun pasti ikut milih! Merdeka!

Oleh sebab itu daripada demikian dan karena alasan itu, kamu harus hadir pada acara pemberian gelar itu nanti ya. Nama kampusnya berinisial UNP, carilah nanti juga ketemu. Pakai google maps. Gitu aja kok repot – eh itu slogan punya orang. Merdeka!

Udah dulu ya, ibu mau siap-siap dulu untuk acaranya. Jangan lupa dandan yang cantik.

Salam sayang,

 

Ibu

Merdeka!

(S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Beberapa konglomerat menyiratkan “ketakutan” soal akan seperti apa pemerintahan Prabowo bersikap terhadap mereka.