HomeNalar PolitikHendropriyono, Ganjalan Andika Jadi Panglima?

Hendropriyono, Ganjalan Andika Jadi Panglima?

Faktor Hendropriyono kerap disebut sebagai “pelicin” bagi KASAD Andika Perkasa untuk menuju Panglima TNI. Namun, mungkinkah faktor mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini yang justru menghambat Andika? 


PinterPolitik.com

“One must work with time and not against it.” – Ursula K. Le Guin, penulis asal Amerika Serikat

Andika dikejar waktu. Saat ini perdebatan berputar soal waktu atau kapan KASAD Andika Perkasa harus menjabat Panglima TNI jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang menginginkannya. Pasalnya, jika menunggu masa pensiun Marsekal Hadi Tjahjanto pada November 2021, Andika hanya punya waktu sekitar setahun menjadi Panglima.

Waktu yang singkat ini dinilai kurang baik untuk organisasi TNI. Ini misalnya disebutkan oleh pengamat pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi dan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Adhityo Rizaldi.

Kendati konsisten memberi dukungan, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Effendi Simbolon juga menyinggung soal waktu. Menurutnya, jika Presiden Jokowi berkehendak menjadikan Andika sebagai Panglima TNI, maka itu harus dilakukan bulan depan.

Baca Juga: Pertengahan Tahun, Andika Jadi Panglima?

Indikasi persoalan ini semakin jelas terlihat pada manuver mertua Andika, A.M. Hendropriyono yang disebut Tempo telah melakukan lobi ke Presiden Jokowi agar menantunya dapat menjadi Panglima TNI.

Laporan Tempo tersebut kemudian dibantah oleh Hendro. “Saya tidak pernah begitu hina mau nyosor meminta-minta jabatan. Tidak untuk menantu, anak, apalagi untuk saya sendiri. Tidak pernah,” begitu tegasnya pada 14 Juni.

Well, terlepas dari ada tidaknya lobi Hendro, telah sejak lama “faktor Hendro” disebut banyak pihak memperkuat peluang Andika sebagai pengganti Hadi Tjahjanto. Pada 2018 ketika Andika diangkat menjadi KASAD, faktor Hendro juga jamak disebut di belakangnya.

Namun, apabila kita mencermati dinamika yang ada, mungkinkah faktor Hendro yang justru menjadi ganjalan Presiden Jokowi memilih Andika Perkasa menjadi Panglima TNI selanjutnya?

Hendro Telah Memudar?

Dalam analisis berbagai pengamat dan akademisi, di periode pertamanya, Presiden Jokowi disebut “insecure” karena tidak memiliki pengalaman dalam mengelola hubungan dengan militer.

Ini disebutkan Stephen Wright dalam tulisannya Indonesia: Army’s influence sparks fear for democracy ketika mengutip Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo yang menyebut Presiden Jokowi kurang percaya diri tanpa tentara di sisinya.

Ihwal tersebut kemudian membuat Presiden Jokowi mengandalkan purnawirawan berpengaruh seperti Luhut B. Pandjaitan, Moeldoko, Agum Gumelar, Ryamizard Ryacudu, Wiranto, dan Hendropriyono. Ini disebutkan oleh peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Evan A. Laksmana dalam tulisannya Civil-Military Relations under Jokowi: Between Military Corporate Interests and Presidential Handholding.

Terkait Hendro, namanya juga disebut sebagai satu dari enam tokoh yang bisa disebut sebagai enam matahari Presiden Jokowi di periode pertamanya. Lima lainnya adalah Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri, Menko Marves Luhut B. Pandjaitan, Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan (BG), dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Baca juga :  Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Mengacu pada lumrahnya spoils system di Indonesia, yakni praktik pemenang pemilu memberikan posisi kepada pendukungnya sebagai hadiah karena berjasa menghantarkan kemenangan, tidak heran kemudian terdapat pihak yang mengaitkan posisi Hendro atas pengangkatan Andika sebagai KASAD. Pun begitu dengan peluang Andika menjadi Panglima TNI.

Baca Juga: Andika Perkasa Sulit Jadi Panglima?

Persoalan ini dapat pula direfleksikan pada fenomena princelings di Tiongkok. Tony Huiquan Zhang dalam tulisannya The Rise of The Princelings in China: Career Advantages and Collective Elite Reproduction menyebut princelings adalah fenomena di mana elite-elite di Tiongkok mendapatkan keuntungan dari latar belakang keluarganya.

Menurut Bo Zhiyue dalam tulisannya Who Are China’s ‘Princelings’?princelings terbagi dalam tiga macam, yakni politik, jenderal, dan pengusaha. Presiden Tiongkok Xi Jinping adalah contoh politisi princelings. Ayahnya, Xi Zhongxun adalah seorang komunis veteran yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dan Wakil Perdana Dewan Negara pada tahun 1950-an dan tahun 1960-an, serta anggota Politburo pada tahun 1980-an.

Contoh jenderal princelings adalah Jenderal Zhang Youxia. Ayahnya, Jenderal Zhang Zongxun adalah mantan Wakil Kepala Staf dan Direktur Departemen Logistik Umum Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Jika benar karier Andika karena Hendro, alumnus Harvard University ini mungkin bisa disebut sebagai jenderal princelings ala Indonesia.

Nah, sekarang persoalannya menjadi menarik. Bagaimana jika faktor Hendro tidak lagi berpengaruh? Pasalnya, tidak seperti di periode pertamanya, saat ini Presiden Jokowi disebut telah memiliki modal politik dan pengalaman yang cukup untuk mengelola hubungan dengan militer. Ini misalnya disebutkan oleh Evan A. Laksmana dan Khairul Fahmi.

Artinya, jika Hendro tidak memiliki peran vital di pemerintahan, seperti Luhut atau Moeldoko, mantan Kepala BIN itu tampaknya tengah meredup saat ini. Ihwal tersebut misalnya terlihat pada kasus Wiranto dan Ryamizard yang tidak lagi menonjol. 

Baca juga :  The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Dengan demikian, dapat dikatakan tidak tepat jika menyebut salah satu daya tawar terbesar Andika saat ini adalah Hendro.

Justru Hambatan?

Selain dugaan pengaruh Hendro telah memudar, mengacu pada lekatnya nama Andika dengan Hendro, ada kemungkinan faktor Hendro justru adalah penghambat Presiden Jokowi dalam memilih Andika. Mengapa demikian?

Alasannya sederhana, mereka yang ditunjuk sebagai Kapolri dan Panglima TNI adalah president’s man. Keduanya adalah posisi penting yang memberi jaminan keamanan. Mengacu pada sejarah politik Indonesia, memiliki hubungan baik dengan militer adalah fakta yang tak terelakkan untuk menjaga dukungan dan konsolidasi.

Sejak tahun 1513, persoalan ini telah ditegaskan oleh Niccolo Machiavelli dalam bukunya Il Principe. Menurut Machiavelli, kekuasaan dan pengaruh memang lebih mudah dipertahankan apabila pihak terdekat atau yang paling dipercaya yang ditunjuk sebagai penerus (successor), pembantu, dan sebagainya.

Ini membuat sangat penting bagi Presiden untuk menjamin posisi Panglima TNI adalah orang yang benar-benar setia kepadanya. Komunikasi antara Presiden dan Panglima TNI juga harus bersifat langsung dan tanpa “perantara”.  

Ini juga ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. “Panglima ini kan tidak hanya soal pintar, tapi juga yang prioritas adalah loyalitas,” begitu tuturnya.

Poin tersebut sangat perlu digarisbawahi. Pasalnya, jika benar karier Andika berkat Hendro, ada kemungkinan komunikasi Andika dengan Presiden sedikit tidaknya terhalang oleh Hendro. Misalnya, Andika meminta saran dari Hendro “harus bagaimana”. Spekulasi terburuknya adalah Hendro dapat memberi “intervensi” atas kebijakan Andika.

Baca Juga: Andika Perkasa Akan Berlabuh di PDIP?

Selain itu, sudah lama diketahui Hendro memiliki hubungan yang erat dengan PDIP, khususnya Megawati. Kedekatan ini sekiranya menjawab mengapa politisi senior PDIP, seperti Effendi Simbolon memberi dukungan kepada Andika. Masalahnya, hubungan Presiden Jokowi disebut sedikit merenggang dengan PDIP saat ini.   

Nah, konteks-konteks tersebut sekiranya dapat membuat Presiden Jokowi kurang nyaman bekerja dengan Andika jika nantinya ditunjuk sebagai Panglima TNI.

Well, terlepas dari semua perdebatan yang ada, pada akhirnya kita hanya dapat menanti siapa sosok yang akan dipilih Presiden Jokowi.Bagaimana pun, ini adalah hak prerogatif Presiden. Semuanya di tangan Pak Jokowi. (R53)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...