Kisruh status Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kembali aktif sebagai gubernur DKI Jakarta masih terus bergulir. Tjahjo Kumolo sebagai Menteri Dalam Negeri dituding telah melanggar hukum atas kebijakannya mengaktifkan kembali Ahok.
pinterpolitik.com
JAKARTA – Empat fraksi di DPR pun mengusulkan untuk membentuk panitia khusus (Pansus) Hak Angket yang kemudian dikenal sebagai “Ahok Gate” , keempat fraksi tersebut berasal dari fraksi PKS, fraksi Partai Gerindra, fraksi Partai Demokrat, dan fraksi PAN.
Mereka menilai pengaktifan kembali tersebut cacat yuridis, jika mengacu pada Pasal 83 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menyatakan kalau kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.
Walau Ahok sudah didakwa dengan pasal 156 dan 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tentang penodaan agama dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun atau 4 tahun, namun sidangnya masih bergulir dan hakim belum ketuk palu. Itulah yang menjadi alasan Tjahjo Kumolo untuk kembali mengaktifkan Ahok setelah masa cutinya habis.
Tuntutan keempat fraksi DPR tersebut pun sepertinya tidak akan bergulir seperti yang diinginkan. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Hanura, Dadang Rusdiana, meski inisiatif itu sudah ditandatangani oleh 93 anggota fraksi, namun upaya itu tetap akan kandas di tengah jalan, karena mayoritas fraksi pendukung pemerintah masih mempunyai hubungan yang solid.
Di sisi lain, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengaku tidak sepaham dengan anggota fraksinya di DPR mengenai pengajuan hak angket tersebut dan menyatakan keberatannya. Meski begitu, ia tetap mempersilakan anggotanya bila ada yang ingin menandatangani, sebab hak angket merupakan hak spontanitas setiap anggota dewan.
Melihat tidak ada dukungan yang signifikan dan jumlah fraksi partai pendukung pemerintah di DPR lebih banyak serta lebih solid, membuat para pengusung pembentukan Pansus Hak Angket “Ahok Gate” mulai ragu kalau misinya memberhentikan sementara Ahok bisa sukses.
Hak angket memang hak setiap anggota dewan untuk mempertanyakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang “kurang dipahami”. Namun ada baiknya, sebelum isunya digulirkan ke pubik, dibicarakan terlebih dahulu dengan seluruh anggota dewan, sehingga tidak menimbulkan kebingungan dalam masyarakat. (Berbagai sumber/A15)