Site icon PinterPolitik.com

Habib Novel Jelaskan Fitsa Hats

“Saya waktu itu kurang perhatiin karena kan saya tanda tangan, ada 6 lembar. Ya nggak mungkin, satu per satu huruf saya teliti,” ujar Novel Chaidir Hasan Bamukmin.


pinterpolitik.comRabu, 4 Januari 2017.

JAKARTA – Sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kemarin menyisakan sebuah fenomena baru di kalangan netizen. Hal itu akibat adanya kesalahan dalam penulisan riwayat hidup Sekjen Ketua Dewan Syuro DPP FPI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin.

Dalam riwayatnya, Novel Chaidir Hasan Bamukmin atau yang akrab disapa Habib Novel menuliskan bahwa dirinya pernah bekerja di Fitsa Hats yang seharusnya ditulis Pizza Hut.

“Nama saksinya Habib Novel. Dia kerja dari tahun 92 sampai 95 di Pizza Hut. Tapi mungkin karena dia malu kerja di Pizza Hut karena itu punya Amerika, dia sengaja menuliskan Fitsa Hats,” ujar Ahok.

“Dia sengaja ubah. Ini saya kasih lihat. Saya sampai ketawa. Dia ngakunya nggak perhatikan, padahal dia tanda tangan semua,” sambung Ahok sembari memegang berkas identitas Novel.

Di tempat terpisah, Habib Novel menyanggah bahwa nama Fitsa Hats tersebut sengaja ditulisnya karena malu bekerja di perusahaan Amerika.

“Saya waktu itu kurang perhatiin karena kan saya tanda tangan, ada 6 lembar. Ya nggak mungkin, satu per satu huruf saya teliti,” ujarnya.

Novel menjelaskan nama tempat bekerjanya dahulu bukan ‘Fitsa Hats’, melainkan Pizza Hut, di wilayah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Ia bekerja di restoran tersebut pada 1992-1995 sebagai maintenance mesin di dapur.

“Pizza Hut Park Royal, daerah Farmasi, Bendungan Hilir. Samping RSAL. Saat itu saya kuliah sambil kerja. Saya bekerja sebagai maintenance mesin di kitchen. Karena saya STM mesin, jadi maintenance produksi. Mesin yang menunjang kerja di dapur dan juga kendaraan operasional,” sambung Sekjen Ketua Dewan Syuro DPP FPI Jakarta itu.

Novel mengancam membawa persoalan ini ke ranah hukum dengan melaporkan Ahok. Ia sekarang sedang berkoordinasi dengan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) apakah akan melanjutkan masalah itu ke ranah hukum. (dtk/A15)

Exit mobile version