HomeNalar PolitikGugatan Ditolak, GKR Hemas Berkeras

Gugatan Ditolak, GKR Hemas Berkeras

Kisruh dalam tubuh DPD RI kemungkinan besar masih belum tuntas, walaupun PTUN telah menyatakan kalau putusan yang dikeluarkan MA mengenai pengangkatan OSO sebagai Ketua DPD tidak cacat hukum.


PinterPolitik.com

“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima.”

[dropcap size=big]S[/dropcap]orakan lega terdengar saat Ketua Majelis Hakim Abdullah Ujang, dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) menolak gugatan GKR Hemas atas keabsahan pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang (OSO), sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Mahkamah Agung. “Putusan ini diharapkan mampu menghentikan konflik di internal DPD,” harap Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.

Menurutnya, apa yang telah diputuskan oleh hakim adalah yang terbaik. Ia berharap semua pihak menghormati keputusan yang telah ditetapkan hakim. “Kita sangat menghormati keputusan itu dan kita juga harap seluruh pihak termasuk teman-teman yang masih menuntus proses hukum itu dapat menghormati keputusan hakim. Saya kita ini sudah final,” ujarnya di PTUN Jakarta Timur, Kamis (8/6).

Ia juga berharap agar semua anggota DPD yang saat ini masih belum bergabung untuk kembali melakukan kewajibannya di Senayan. “Sayang sekali kalau teman-teman masih di luar dan tidak bergabung. Mereka kan punya kewajiban juga,” ajak Nono yang datang mewakili OSO. Ia juga berharap agar kekisruhan di DPD dapat segera berakhir, ini terlihat dari beberapa anggota yang sebelumnya kontra mulai ikut bergabung.

Ia juga membantah kalau pergantian kepemimpinan DPD lalu merupakan kudeta, sebab polemik ini merupakan proses politik yang biasa terjadi. “Sudah waktunya kita bekerja bersama-sama dan sekarang di sidang paripurna juga sudah lebih dari 95 persen yang bekerja normal. Sisanya 5 persen, ayo cepat bergabunglah. Kita bekerja untuk daerah, untuk rakyat,” lanjutnya.

Baca juga :  Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Menurut hakim anggota persidangan, Nelvy Christin, penolakan gugatan ini berdasarkan pasal 15 huruf a peraturan MA RI tahun 2015. Ia mengatakan, permohonan itu tidak diterima karena tidak memenuhi syarat formal dan tidak memiliki legal standing. Sehingga majelis hakim berkesimpulan bahwa formalitas para pemohon dianggap fiktif positif, sehingga tidak memenuhi pasal 53 tentang UU Administrasi Pemerintah.

Menanggapi penolakan tersebut kubu GKR Hemas melalui pengacaranya, Irmanputra Sidin, mengatakan putusan ini tidak menyebut kepemimpinan OSO di DPD sah. “Harus dipahami bahwa putusan ini tidak satu pun kata dan kalimat yang menyatakan bahwa kepemimpinan Oesman Sapta Odang dan kawan-kawan itu sah. Itu yang paling penting,” ujarnya usai sidang, Kamis (8/6).

Irman yakin, majelis hakim mengambil putusan karena ada ketakutan tersendiri. Padahal, seharusnya PTUN berani mengambil putusan, terlebih ini untuk kepentingan bangsa dan negara. “Permohonan ini bukan gugatan, karena bukan sengketa pribadi, tapi persoalan bangsa. Persoalan putusan MA yang dilakukan dengan pemanduan pengambilan sumpah yang menentukan ahli, tapi nampaknya hilang dari pertimbangan pengadilan.”

Mei lalu, mantan Wakil Ketua DPD itu menggugat pemanduan sumpah OSO sebagai Ketua DPD oleh hakim MA. Ia bersama anggota DPD lainnya, melayangkan gugatan bersama menolak kepemimpinan OSO ke PTUN. Menurutnya, pemanduan sumpah itu bertentangan dengan Putusan MA No. 20P/HUM/2017 mengenai masa jabatan DPD yang lima tahun. Bila putusan MA ini dilaksanakan, pelantikan OSO tak akan terjadi.

Namun MA akhirnya melantik pimpinan DPD periode 2017-2019 terpilih tersebut. Sedang posisi wakil ketua I serta II diisi Nono Sampono dan Darmayanti Lubis. Pelantikan dan pengambilan sumpah pimpinan DPD pada awal April 2017 itu dilakukan Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi. Majelis hakim PTUN menyatakan tak dapat menerima gugatan karena apa yang dipermasalahkan bukan kewenangan PTUN.

Baca juga :  Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Hakim menilai, pemanduan sumpah tersebut digolongkan sebagai agenda seremonial kenegaraan. Sementara PTUN hanya mengurusi persoalan yang bersifat konstitusional. Misalnya penetapan OSO sebagai pimpinan DPD. Meskipun putusan PTUN tersebut bersifat final, namun kedua belah pihak dapat mengajukan peninjauan kembali.

Hemas dan mantan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad keberatan dengan pergantian pimpinan DPD beberapa waktu lalu. Pasalnya, pergantian itu berdasarkan pada Tata Tertib DPD yang sudah dibatalkan MA. Dalam aturan itu, masa kepemimpinan Ketua dan Wakil Ketua DPD yang selama 2,5 tahun dibatalkan. Sehingga, seharusnya kembali ke aturan lama, yaitu lima tahun, di mana Hemas dan Farouk tetap menjadi Wakil Ketua. (Berbagai sumber/R24)

 

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Pemerintahan Prabowo Subianto siapkan sejumlah strategi untuk tingkatkan investasi dan SDM. Mungkinkah Prabowo siap untuk “lompat katak”?

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...