Dengarkan artikel ini:
Usai majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan terkait sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, mengunggah fotonya sendiri dengan sebuah sound berjudul “Ahhhhhh”.
“Look at new scenes. I opened my life. I’m subject to memes” – Baby Keem, “Praise God” (2021)
Di suatu hari pada tahun 1990-an, internet baru saja menjadi teknologi yang bisa diakses oleh masyarakat umum. Salah satu individu yang mendapatkan akses itu adalah Sheldon Cooper, seorang bocah jenius yang sudah berkuliah di usia 11 tahun.
Perkenalan Sheldon dengan internet dimulai dengan sebuah komputer yang dibelikan oleh orang tuanya George Cooper, Sr. dan Mary Cooper di toko favorit Sheldon, RadioShack. Sejak saat itu, Sheldon makin sering menggunakan internet untuk medium komunikasi.
Ketika mencari episode Star Trek yang tidak dimilikinya, Sheldon akhirnya mendapatkan teman baru dari internet. Selain itu, melalui internet, Sheldon juga berdebat mengenai teori fisika dengan seseorang yang dia tidak kenal.
Meski kisah Sheldon hanyalah kisah fiktif yang berasal dari franchise seri sitkom bernama The Big Bang Theory, gambaran permulaan dari budaya internet (internet culture) bisa digambarkan dengan baik dalam seri berjudul Young Sheldon (2017-2024).
Berawal dari forum-forum, kini budaya internet telah jauh berkembang. Salah satu unsur yang ramai dalam budaya internet saat ini adalah meme.
Meme sendiri bisa dipahami sebagai gambar atau video yang dimodifikasi dengan tujuan menghibur. Meski terkadang tidak memiliki makna atau arti tertentu, meme biasanya menjadi pembicaraan dalam pengguna internet.
Nah, salah satu politikus yang bisa dibilang menjadi anggota budaya internet sepenuhnya adalah Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo yang kini berstatus sebagai wakil presiden terpilih dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pasalnya, usai Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya terkait sengketa Pilpres 2024, yakni dengan menolak segala permohonan dari pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Gibran langsung mengunggah foto dirinya dengan sound yang berjudul “Ahhhhhh” di akun Instagram miliknya.
Namun, mengapa Gibran justru menggunakan meme – atau juga dikenal sebagai sh*tpost – untuk menjalankan komunikasi politiknya? Bukannya komunikasi publik yang baik dari politisi adalah komunikasi yang bersifat programatis dan eksplanatif?
Meme dalam Politik
Meme telah lama digunakan dalam politik. Dalam beberapa upaya aktivisme, meme bahkan dipilih untuk menciptakan satire dan memobilisasi dukungan sosial dan politik.
Salah satu contoh penggunaan meme dalam gerakan politik adalah ketika gerakan Occupy Wall Street (OWS) pada tahun 2011 silam memengaruhi diskursus melalui platform-platform media sosial (medsos). Melalui meme, mereka mendefinisikan gerakan mereka dan menjangkau publik secara lebih luas.
Di Indonesia, gerakan yang menggunakan cara yang mirip juga pernah terjadi pada tahun 2019 silam. Kala itu, gerakan #ReformasiDikorupsi menggunakan meme di medsos untuk menyebarkan gagasan dan tuntutan mereka.
Bisa dibilang gerakan-gerakan politik yang masif ini bisa bertumbuh akibat meme. Namun, mengapa meme bisa memiliki dampak luas? Bagaimana cara kerjanya?
Meme politik sebenarnya merupakan informasi politik yang digunakan masyarakat untuk pengetahuan politik mereka. Namun, meme politik bukanlah sekadar informasi yang sama seperti informasi lainnya.
Dalam berita politik, informasi yang disajikan jelas lebih mengandung fakta dan gambaran terkait peristiwa politik. Meme menghadirkan hal berbeda atas informasi itu.
Mengacu ke tulisan Anne Leiser yang berjudul Psychological Perspectives on Participatory Culture: Core Motives for the Use of Political Internet Memes, komedi dalam politik bisa memengaruhi audiens lebih mudah.
Inilah mengapa meme bisa menjangkau lebih mudah, khususnya bagi audiens yang berusia muda yang lebih memahami budaya internet. Leiser juga menjelaskan bahwa komedi dan meme politik bisa membuat mereka yang awalnya tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan politik menjadi lebih mudah dalam menjalankan proses kognitif atas informasi politik yang disajikan.
Mungkin, inilah mengapa akhirnya para politisi juga menggunakan meme untuk berkomunikasi dengan para pemilihnya. Salah satu politisi yang menggunakan meme untuk komunikasi kampanyenya adalah Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi.
Pada Agustus 2023 lalu, misalnya, akun X milik Bharatiya Janata Party (BJP) mengunggah meme berisikan foto Arnold Schwarzenegger dari franchise Terminator. Muka Modi-pun terpasang dan terdapat tulisan “2024! I’ll be back!” – memberikan sinyal bahwa Modi akan maju lagi pada Pemilihan Umum (Pemilu) India 2024.
Bukan tidak mungkin, cara yang sama juga digunakan Gibran dalam banyak kesempatan, termasuk dalam kampanye Pilpres 2024 kemarin. Cara Gibran mengambil hinaan yang diberikan kepadanya, seperti Samsul, misalnya menjadi cara jitu bagaimana menambahkan nilai humor dalam menjangkau audiensnya.
Hmm, namun, apakah benar hanya itu tujuan Gibran menggunakan meme? Mengapa penggunaan meme ala Gibran ini bisa memiliki pengaruh dan dampak yang lebih?
Political Branding ala Gibran?
Dalam politik, istilah branding-pun berlaku. Mudahnya, branding menjadi identitas atas politisi itu, apalagi di saat kontestasi pemilu berlangsung.
Ini sejalan dengan penjelasan Catherin Needham dan Gareth Smith dalam tulisan mereka yang berjudul Introduction: Political Branding, politisi dan partai politik dapat dikonseptualisasikan sebagai brands atau merek.
Salah satu contoh branding politik dapat dilihat dari kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2008 yang dijalankan oleh Barack Obama. Obama menggunakan narasi “Change” (perubahan) yang beresonansi dengan publik dan juga simbol kampanye yang mudah diingat.
Melalui pesan-pesan yang kuat dan konsisten serta gaya komunikasi yang unik, politisi mencoba untuk membedakan diri mereka dari lawan politiknya. Penerapan branding yang efektif dapat meningkatkan daya tarik dan kepercayaan pemilih, memungkinkan politisi untuk menginspirasi, memobilisasi, dan memenangkan dukungan dalam kompetisi politik.
Bukan tidak mungkin, meme poliitik menjadi gaya komunikasi yang unik ala Gibran. Inipun membuat dirinya berbeda bila dibandingkan dengan politisi-politisi lain yang notabene masih kaku.
Bila dibandingkan dengan konten medsos Ganjar Pranowo, misalnya, konten-konten Gibran lebih banyak berisikan konten meme dan sh*tposts. Sementara, konten Ganjar justru lebih banyak video pendek meskipun sifatnya sudah bernuansa humor.Ini menjelaskan bahwa meme politik ala Gibran lebih mudah dicerna oleh mereka yang merupakan para pengguna internet, sejalan dengan budaya meme di medsos. Hmm, mungkin nggak ya nanti Gibran pidatonya pakai meme juga saat sudah menjadi wakil presiden? Who knows? (A43)