HomeHeadlineGibran Panen Investasi Gerindra di Bali?

Gibran Panen Investasi Gerindra di Bali?

Dengarkan Artikel Ini :

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Kampanye calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka di Bali kiranya merupakan bagian dari bentuk investasi panjang Partai Gerindra sebagai upaya untuk merebut Bali yang dikenal sebagai “kandang banteng”. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menghadiri kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Bali pada Selasa 9 Januari lalu.

Selama di Pulau Dewata, Gibran melakukan sejumlah kegiatan. Di antaranya adalah menghadiri acara konser relawan bertajuk “Pesta Rakyat Gemoy dan Santuy” yang diisi band ternama Indonesia, Dewa 19.

Dalam konser yang dipadati penonton itu, Gibran menitipkan pesan kepada pendukungnya agar tidak meributkan fitnah atau nyinyiran yang muncul, cukup membalas dengan senyuman.

Saat di Bali, Gibran juga meminta untuk para relawan dan simpatisan bekerja keras demi memenangkan dirinya dan Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 mendatang.

prabowo gibran awas kena comeback

Sebelumnya, kedatangan Gibran di Bali disambut oleh spanduk bernada sindiran yang terpasang di beberapa titik di Denpasar.

Hal itu tampaknya sesuatu yang wajar ketika bertandang ke “kandang” lawan. Seperti yang diketahui, Bali selama ini identik dengan salah satu daerah dengan pendukung PDIP yang militan.

Atas dasar itu, banyak pihak yang kemudian menyangsikan kampanye Gibran di Bali akan berdampak signifikan pada tingkat elektoralnya.

Hal itu karena kecondongan loyalitas masyarakat Bali lebih besar kepada partai politik, yakni PDIP dibandingkan kepada tokoh tertentu.

Contohnya, dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu, PDIP berhasil mendominasi perolehan suara di Bali dengan 54,3 persen suara.

Meski begitu, TKN Prabowo-Gibran tetap menargetkan kemenangan di Pulau Dewata di atas 50 persen untuk pasangan Prabowo-Gibran.

Demi merealisasikan target itu, tak mengherankan jika Gibran “menumpang” popularitas band Dewa 19 untuk menarik massa. 

Lalu, kembali ke postulat di atas bagaimana sebenarnya pengaruh manuver Gibran di Bali?

Gibran Berdiplomasi?

Dengan menghadirkan band ternama seperti Dewa 19 dalam acara yang bertajuk “Pesta Rakyat Gemoy dan Santuy” kiranya menjadi salah satu strategi kampanye Gibran untuk merebut suara di Pulau Dewata.

Erving Goffmann dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life terdapat sebuah penekanan terhadap istilah impression management yang secara garis besar menjelaskan tentang suatu pembentukan persepsi yang dilakukan oleh seseorang dengan strategi yang cenderung lebih halus, sehingga objek yang didekati merasa nyaman.

Baca juga :  Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Dengan menyajikan kampanye yang diisi oleh band Dewa 19 kiranya itu menjadi sebuah strategi Gibran untuk mendekati dan secara tidak langsung membujuk masyarakat Bali untuk datang ke kampanye itu.

Hal itu dikarenakan Dewa 19 mempunyai basis penggemar yang cukup besar di seluruh Indonesia. Dengan begitu, Gibran tampaknya juga berharap para penggemar Dewa 19 di Bali untuk memilihnya di Pilpres 2024 nanti.

Dalam dunia politik yang terus berkembang, politisi telah mencari cara kreatif untuk mendekati pemilih. Dan membawa kelompok musik atau band terkenal menjadi salah satu implementasi strategi tersebut.

Pendekatan ini bukan hanya sekadar hiburan semata, melainkan juga merupakan bentuk diplomasi modern yang bertujuan untuk memperluas jangkauan pesan politik dan menarik perhatian generasi yang lebih muda.

Joseph S. Nye dalam tulisannya yang berjudul Soft Power: The Means to Success in World Politics memperkenalkan konsep soft power sebagai alternatif bagi penggunaan hard power (militer dan ekonomi) untuk mencapai tujuan-tujuan politik.

Nye menjelaskan soft power adalah kemampuan untuk memengaruhi orang lain melalui daya tarik dan pembentukan opini.

Diplomasi publik menjadi salah satu instrumen utama dalam menjalankan konsep soft power.

Diplomasi publik telah menjadi elemen kunci dalam kampanye politik modern, di mana politisi berusaha membangun hubungan positif dengan pemilih dan masyarakat.

Diplomasi publik adalah suatu bentuk diplomasi yang fokus pada hubungan dan interaksi langsung antara pemerintah atau organisasi dengan masyarakat umum.

Konsep ini menekankan pentingnya membangun pemahaman, kepercayaan, dan dukungan dari masyarakat dalam mencapai tujuan-tujuan politik atau diplomatik.

Menghadirkan band papan atas seperti Dewa 19 dalam kampanye politik tampaknya juga merupakan salah satu contoh nyata penerapan “diplomasi” oleh Gibran.

Dengan membangun koneksi emosional, menarik pemilih muda, merangkul budaya populer, dan memanfaatkan media sosial, Gibran kiranya dapat menciptakan kampanye yang lebih dinamis, inklusif, dan merangsang partisipasi publik.

Strategi Gibran ini kiranya membuktikan bahwa dalam era informasi dan keterhubungan, diplomasi publik bukan hanya menjadi alat, tetapi juga menjadi pilar penting dalam upaya memenangkan hati dan suara pemilih.

Baca juga :  Hype Besar Kabinet Prabowo

Lalu, pertanyaan berikutnya yang kiranya penting untuk dijawab adalah mengapa Bali seolah menjadi fokus yang tampak cukup penting di mata Prabowo-Gibran?

infografis gibran tenang saja pak prabowo

Bentuk Investasi Gerindra?

Dengan banyaknya spanduk yang bernada sindiran ketika Gibran tiba di Bali, ditambah Bali adalah daerah dengan basis pendukung PDIP yang kuat. Maka, tak heran kiranya Gibran memerlukan gebrakan untuk memulihkan citranya.

Petras Orzekauskas dan Ingrida Smaiziane dalam Public image and reputation management: Retrospective and actualities mengemukakan dua tipe pencitraan politik yang lazim dilakukan politikus.

Kedua tipe tersebut dibedakan berdasarkan jangka waktu atau periodenya, yakni citra jangka panjang dan jangka pendek.

Citra jangka panjang dapat dibentuk secara berkelanjutan dan bersumber dari reputasi serta kampanye yang sudah dibangun selama bertahun-tahun.

Sementara itu, citra jangka pendek dibentuk untuk kepentingan elektoral yang spesifik. Umumnya, citra dengan jangka waktu tersebut dibentuk dalam waktu yang singkat dan hanya demi memenangkan pemilu.

Kendati ada pembedaan tipe tersebut, politikus kiranya dapat menikmati citra jangka pendek melalui citra jangka panjang yang telah lebih dahulu dibangun.

Dalam konteks kampanye Gibran di Bali, dengan banyaknya pendukung dan relawan yang hadir, menggambarkan jika citra Gibran adalah sebuah citra jangka pendek yang merupakan sebuah dampak dari citra jangka panjang yang telah di bangun Partai Gerindra di Bali.

Hal ini dikarenakan, mesin politik Gerindra di Pulau Dewata tampaknya telah bekerja secara maksimal dalam beberapa waktu terakhir untuk memenangkan Prabowo-Gibran, bahkan kiranya sebelum kedatangan Gibran ke Bali.

Sejak Pemilu 2014, Partai Gerindra selalu menjadi 4 besar partai dengan perolehan suara terbanyak di Bali. Selain itu, Gerindra juga berhasil menempatkan kadernya I Made Kasta sebagai Wakil Bupati Klungkung dua periode sejak 2013. 

Selain itu, hal tersebut bisa dilihat dari pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani yang mengatakan dukungan terhadap Prabowo-Gibran semakin massif.

Wakil Ketua TKN itu juga mengungkapkan, saat ini, banyak orang di Bali yang terang-terangan mendukung Prabowo tapi juga ada yang secara sembunyi-sembunyi.

Well, menarik untuk ditunggu sejauh mana keberhasilan berbagai strategi Prabowo-Gibran untuk merebut Bali dari PDIP. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?