Dengarkan artikel ini:
TikTok menjadi salah satu media kampanye paling populer bagi pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Pasangan yang telah diumumkan oleh KPU sebagai pemenang di gelaran elektoral ini memang terlihat memaksimalkan peran media sosial berbagi video ini untuk meraih dukungan di kalangan pemilih muda. Nyatanya, TikTok kini jadi salah satu alat kampanye yang efektif meraih dukungan politik di kalangan pemilih berusia muda.
Pada Pemilu India di tahun 2019 lalu, TikTok menjadi salah satu media kampanye bagi para pendukung Perdana Menteri Narendra Modi. Meski kemudian Modi-lah yang mengeluarkan kebijakan pelarangan TikTok di kemudian hari pasca ketegangan politik antara India dan Tiongkok di perbatasan, nyatanya kampanye politik PM yang maju lagi di Pemilu 2024 ini mengambil keuntungan dari bagaimana para pendukungnya memanfaatkan platform ini untuk kampanye.
Kala itu, lagu-lagu yang populer di India, diubah liriknya oleh para pengguna TikTok dengan menambahkan nama Modi di dalamnya – menjadikannya alat kampanye politik yang catchy.
Dan kini, di tahun 2024, penggunaan TikTok sebagai alat kampanye politik yang efektif lagi-lagi berhasil dilakukan – bukan di India, melainkan di Indonesia. Adalah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang sukses memanfaatkan gelombang TikTok atau “TikTok Wave” ini untuk mendapatkan simpati dan dukungan publik.
Narasi “gemoy” yang merujuk pada hal yang sifatnya menggemaskan dan lucu diarahkan pada Prabowo. Ini menarik karena citra Prabowo sejak terjun ke politik dipersepsikan sebagai sosok yang keras dan kaku. Namun, gemoy membuat citra politik tersebut bergeser. Aksi-aksi joget Prabowo dan tingkahnya yang lucu kemudian dikemas menjadi bahan kampanye gemoy ini.
Hasilnya cukup efektif. Kampanye di platform TikTok ini memungkinkan mereka untuk menjangkau anak-anak muda, utamanya dari generasi Z, yang merupakan bagian dari mayoritas pemilih dalam Pemilu 2024 bersama kelompok milenial. Melalui analisis konten dan interaksi, TikTok berperan dalam menciptakan keterlibatan dan kesadaran politik di kalangan pemilih muda.
Prabowo, yang bertubuh agak gempal dan kebiasaannya joget, sedikit banyak mempengaruhi citra personalnya di hadapan para pemilih muda ini. Survei LSI Denny JA pada November 2023 menggambarkan hal itu.
Survei tersebut menyebutkan bahwa di bulan Oktober 2023, hanya 36,9 persen pemilih milenial yang mendukung Prabowo. Tapi sejalan dengan semakin populernya istilah gemoy, pada bulan November 2023, jumlah dukungan pada Prabowo di kalangan milenial kalangan milenial meningkat menjadi 41,6 persen.
Secara keseluruhan, TikTok dan gelombang gemoy telah menjadi alat yang efektif dalam kampanye Prabowo-Gibran. Tentu pertanyaannya adalah apa yang membuat hal ini bisa terjadi? Mengapa secara spesifik TikTok-lah yang bisa mengambil tempat kampanye politik ini?
TikTok Wave
TikTok telah menjadi fenomena global dengan jutaan pengguna di seluruh dunia, terutama di kalangan anak muda. Kemampuannya untuk menjangkau audiens yang luas, khususnya generasi milenial dan Z, membuatnya menjadi alat kampanye politik yang potensial.
Hal yang utama tentu saja adalah soal jangkauan. Data dari We are Social menyebutkan bahwa pada Januari 2024, pengguna TikTok di Indonesia mencapai 126 juta. Jumlah ini sangat besar dan memungkinkannya menjadi media kampanye yang sangat efektif karena dilihat oleh banyak orang.
Kemudian, hal lain yang membuat TikTok menjadi sangat efektif digunakan adalah karena platform ini dikenal dengan konten yang pendek, kreatif, dan menghibur. Kandidat politik dapat memanfaatkan ini untuk menyampaikan pesan mereka secara singkat namun efektif. Video pendek yang menarik perhatian, lucu, atau menginspirasi dapat membantu memperkuat citra kandidat dan mempengaruhi opini publik.
Faktor lain adalah soal viralitas konten. TikTok dikenal karena kemampuannya untuk membuat konten viral dengan cepat. Jika sebuah video kampanye politik menjadi viral, maka hal tersebut dapat menciptakan buzz di platform tersebut dan meningkatkan popularitas dan visibilitas kandidat secara signifikan.
Kemudian, TikTok menyediakan fitur segmentasi audiens yang memungkinkan kandidat untuk menargetkan pesan mereka kepada kelompok tertentu berdasarkan faktor demografis, minat, dan perilaku. Hal ini memungkinkan kampanye politik untuk lebih efektif menjangkau dan mempengaruhi pemilih yang potensial.
Dalam konteks itu, kampanye Prabowo-Gibran telah sangat sukses memanfaatkan platform ini. Selain gemoy, berbagai akun pendukung pasangan ini juga membuat narasi-narasi kreatif lain, misalnya soal klarifikasi masalah HAM yang melibatkan Prabowo, atau mengetengahkan pencapaian-pencapaian Prabowo dan Gibran yang secara tidak langsung meningkatkan kesan positif pada dua tokoh ini.Top of Form
The Influencers Era
Masifnya dampak TikTok dalam kampanye politik menunjukkan bahwa era saat ini adalah eranya para influencer atau orang-orang yang bisa mempengaruhi orang lain. Ini sebetulnya tak terhindarkan karena politik itu sendiri adalah “seni untuk mempengaruhi”.
Secara garis besar, teori komunikasi politik merupakan kerangka konseptual yang membahas interaksi antara politik dan media komunikasi. Dalam konteks penggunaan TikTok sebagai alat kampanye politik, teori-teori ini memberikan wawasan tentang bagaimana pesan politik disampaikan, diterima, dan diproses oleh pemilih.
Salah satu teori yang bisa dipakai untuk mengelaborasi fenomena ini adalah agenda setting theory. Teori ini menyatakan bahwa media massa memiliki kekuatan untuk menentukan agenda publik dengan menyoroti isu-isu tertentu.
Dalam penggunaan TikTok sebagai alat kampanye politik, kandidat dapat menggunakan platform tersebut untuk mengarahkan perhatian pemilih pada isu-isu yang mereka anggap penting, sehingga mempengaruhi agenda politik. Beberapa ahli yang terkait dengan teori ini adalah Maxwell McCombs dan Donald Shaw.
Selain agenda setting, ada juga framing theory. Teori ini membahas tentang bagaimana media membentuk kerangka pikiran atau “frame” dalam penyampaian berita atau pesan politik. Dalam konteks TikTok, kandidat dapat menggunakan berbagai framing untuk menyajikan pesan politik mereka, seperti framing positif tentang pencapaian mereka atau framing negatif terhadap lawan politik mereka. Robert Entman dan George Lakoff adalah beberapa ahli yang berbicara mengenai hal ini.
Dan dalam konteks efek para influencer, TikTok juga bisa dilihat dari kacamata social influence theory. Teori ini menyoroti peran influencer dan kelompok sosial dalam mempengaruhi perilaku dan opini publik. Dalam penggunaan TikTok sebagai alat kampanye politik, kandidat dapat bekerja sama dengan influencer atau pengguna yang memiliki pengaruh besar di platform tersebut untuk menyebarkan pesan politik mereka dan mempengaruhi pemilih.
Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa efek gemoy bukan sekedar fenomena yang muncul secara tiba-tiba, tetapi sebuah grand design politik. Memang ada poin spontanitas dari aksi-aksi joget Prabowo. Namun, kampanye masifnya di TikTok punya pendasaran dan perencanaan strategi politik yang matang.
Menarik untuk ditunggu akan seperti apa persepsi publik pada Prabowo-Gibran saat telah menjabat nanti. (S13)