HomeNalar PolitikGatot Pilih Jokowi Atau Prabowo?

Gatot Pilih Jokowi Atau Prabowo?

Memasuki masa pensiun Maret 2018 mendatang, banyak parpol yang sudah melirik untuk meminang Gatot Nurmantyo. Bagaimana nasib Gatot, akankan ia maju sebagai cawapres atau capres di 2019 nanti?


PinterPolitik.com

“Panglima TNI itu posisi yang penting dan sangat strategis. Dan dalam konteks itu, kalau dia disebut-sebut sebagai calon wakil presiden ya wajar saja. Itu posisi yang tinggi sebagai Panglima TNI.” ~ Akbar Tanjung

[dropcap]S[/dropcap]ekitar empat bulan lagi, Gatot Nurmantyo akan pensiun dari karir kemiliterannya. Sesuai peraturan, jabatan Panglima TNI yang saat ini masih dijabatnya pun harus dilepaskan, karena hanya perwira tinggi militer aktif saja yang dapat mengemban tugas sebagai panglima angkatan bersenjata.

Tuntutan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melakukan pergantian pun sudah diteriakkan oleh sejumlah pihak, salah satunya dari Lembaga Swadaya Masyarakat Imparsial. Wakil Direkturnya, Gufron Mabruri menyatakan pergantian sebaiknya dilakukan secepat mungkin, karena nama calon pengganti Gatot harus lebih dulu mendapat persetujuan dari DPR.

Pernyataan Imparsial di atas juga diamini oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin. Politikus dari PDI Perjuangan ini juga menyarankan agar presiden segera menyerahkan nama calon pergantian Panglima TNI, sebab pertengahan Desember ini merupakan masa reses, sehingga Jokowi hanya punya waktu Januari hingga Maret 2018 untuk meminta persetujuan DPR.

Mempercepat penggantian Panglima, menurut Peneliti Setara Institute Indra Listiantara, juga merupakan momentum membangun TNI yang lebih profesional, yakni tidak berpolitik, ahli di bidangnya, dan tunduk kepada otoritas sipil. Lembaga ini berharap, Jokowi ikut memperhatikan masukan dari lembaga sipil, walaupun pengangkatan Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden.

Dalam sebuah acara, Gatot sendiri mengingatkan kembali bahwa pergantian dirinya itu merupakan hak sepenuhnya presiden. Walau begitu, ia juga meminta Jokowi untuk mendengarkan masukan dari rakyat. Menanggapi itu semua, Jokowi hanya mengatakan kalau saat ini, ia tengah mempertimbangkan sejumlah nama.

Pergantian jabatan Panglima TNI, sebenarnya merupakan peristiwa yang wajar terjadi. Namun dalam kasus Gatot, menjadi tidak biasa karena beberapa partai politik (parpol) telah menunggu untuk langsung meminang Gatot saat pensiun nanti. Sebagai Panglima TNI yang pensiun di tengah-tengah tahun politik dan memiliki popularitas tinggi, Gatot memiliki keuntungan yang tinggi di dunia politik.

Jadi kemungkinan besar, masa depan Gatot akan ditentukan pada 2019. Akankah Gatot akan maju sebagai wakil presiden, atau presiden alternatif selain Jokowi dan Prabowo?

Mencari Pengganti Gatot

“Prajurit itu kalau diperintah harus siap. Yang memerintah saya adalah Presiden sebagai panglima tertinggi.” ~ Gatot Nurmantyo

Sebagai seorang Panglima yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, posisi Gatot memang hanya menunggu perintah. Meski begitu saat HUT TNI ke-72 lalu, Gatot telah mengingatkan kepada segenap pimpinan TNI di bawahnya untuk menyiapkan kader penerus setelah kepemimpinannya usai nanti.

Baca juga :  Trump Ancam BRICS, Prabowo Balik Kanan?

Siapapun penggantinya nanti, menurut Gatot, harus mampu meningkatkan kinerjanya serta melakukan transformasi di tubuh TNI. Transformasi tersebut juga telah dijelaskannya saat HUT TNI lalu, salah satunya adalah memodernisasi alutsista yang mendesak, memuktahirkan doktrin dan organisasi agar sesuai dengan tantangan zaman, perbaikan kualitas SDM, dan peningkatan kerjasama dengan negara lain.

Berdasarkan peraturan perundangan, pengganti Gatot nantinya dapat berasal dari ketiga Matra TNI  yaitu TNI AD, TNI AU, dan TNI AL. Jabatan Panglima juga hanya dapat diberikan pada perwira tinggi militer yang masih aktif dan pernah atau sedang menjabat sebagai Kepala Staf di angkatannya masing-masing.

Oleh karena itu, melihat posisi yang ada saat ini, ada tiga perwira tinggi bintang empat yang memenuhi syarat untuk menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI. Pertama, adalah Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Mulyono. Alumnus Akabri 1983 ini memiliki karir yang cukup cemerlang, namun di usianya yang ke 56 tahun ini, mungkin akan menjadi kendala baginya untuk dapat terpilih.

Kandidat selanjutnya yang mungkin mendapatkan kesempatan untuk naik pangkat, adalah Kepala Staff Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ade Supandi. Bila mengikuti pola bergilir yang dilakukan pada era Presiden SBY, maka sebenarnya saat inilah kesempatan bagi KSAU untuk mendapatkan jabatan Panglima TNI.

Apalagi Jokowi juga tengah membangun poros maritim yang membutuhkan kerjasama yang erat dengan TNI AL. Hanya saja, Laksamana Ade Supandi,saat ini usianya sudah mencapai usia pensiun, yaitu 57 tahun. Usia yang sama dengan Jenderal Gatot Nurmantyo. Artinya bila terpilih, ia hanya akan menjabat beberapa bulan saja.

Pilihan terakhir adalah Kepala Staff Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto. Dibanding dua calon lainnya, Marsekal Hadi dinilai punya peluang paling besar. Selain cukup dekat dengan Jokowi, masa dinasnya pun termasuk yang akan paling panjang, karena usianya 53 tahun, paling muda di antara kedua Kepala Staf TNI lainnya.

Walaupun begitu, seperti yang dikatakan anggota DPR Komisi I yang juga berasal dari Fraksi PDI Perjuangan, siapa yang akan menjadi Panglima merupakan hak prerogatif sepenuhnya Presiden. Hanya saja, ia berharap pengganti Gatot dapat terus mempertahankan netralitas TNI yang ada saat ini.

Berebut Sosok Gatot

“Semua orang ingin punya karir, asal sebatas kemampuan.” ~ Gatot Nurmantyo

Terlepas dari siapa yang akan menjadi pengganti Gatot nantinya, masuknya masa pensiun Gatot dari dunia kemiliteran sudah ditunggu-tunggu oleh sejumlah parpol. Terutama sepak terjangnya yang kerap kali dianggap bersentuhan dengan politik praktis, membuat pamor sang Jenderal begitu melejit di mata masyarakat.

Baca juga :  KIM Plus Overkill PDIP

Survei terbaru Poltracking Indonesia yang dilakukan November ini, masih menempatkan nama Gatot Nurmantyo di posisi pertama sebagai calon wakil presiden bagi Jokowi, dengan peraihan angka 16,4 persen. Sementara posisi kedua ditempati oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kalah tipis, yaitu 16,0 persen.

Posisi ini melonjak cukup tinggi dari bulan-bulan sebelumnya, bahkan jauh meninggalkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang sempat menawarkan diri untuk mendampingi Jokowi. Permasalahannya adalah, baik Jokowi maupun Gatot sama-sama bukan kader partai tertentu. Walau pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, Jokowi diusung oleh PDI Perjuangan.

Tak heran bila tekanan untuk mempercepat penggantian Panglima TNI, juga banyak didukung oleh beberapa partai politik yang sudah tidak sabar ingin meminang Gatot. Sejauh ini, sudah ada Golkar, PDIP, dan NasDem yang sudah melirik untuk menggandengnya sebagai pendamping Jokowi di Pilpres 2019 nanti. Sementara PKS bahkan sempat menawarkan posisi calon presiden baginya.

Menanggapi semua tawaran ini, Gatot sepertinya masih suka bermain “tarik ulur”. Namun yang jelas, ia pernah mengatakan kalau dirinya tidak tertarik untuk bergabung dalam partai politik dan juga sungkan bila harus bertarung melawan atasannya sendiri, yaitu Jokowi. Namun suami dari Enny Trimurti ini tidak menyangkal, apabila ia diminta untuk mengabdi sebagai wakil presiden (wapres).

Pertanyaan selanjutnya, kemanakah Gatot akan berlabuh bila ia bersedia menjadi wapres? Walau Golkar, Nasdem, hingga PDIP sudah begitu ingin menyandingkannya dengan Jokowi, namun kesempatan Gerindra untuk ‘membajaknya’ juga cukup besar. Di sisi lain, ada AHY yang hampir sama kuat elektabilitasnya dengan Gatot. Bahkan sebenarnya lebih kuat, mengingat AHY memiliki Demokrat di belakangnya.

Dengan demikian, kompetisi di Pilpres 2019 nanti akan menjadi menarik di mana ada dua calon presiden, yaitu Jokowi dan Prabowo yang sama-sama memperebutkan dua calon wakil presiden, yaitu Gatot dan AHY. Dua pasang calon ini, sama-sama memiliki reputasi dan elektabilitas yang nyaris sejajar satu sama lain.

Jadi, apakah Gatot akan bersama Jokowi melawan Prabowo – AHY atau sebaliknya, Jokowi – AHY melawan Gatot yang mendampingi Prabowo? Mana yang kira-kira lebih cocok? Atau bisa saja ketika sudah pensiun nanti,  Gatot mengubah pendiriannya dan berminat untuk ikut bertanding sebagai calon presiden, sebagai poros alternatif nanti? Berikan pendapatmu. (R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Megawati Harus Ubah Sikap PDIP?

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) belakangan menghadapi dinamika yang cukup memberatkan. Kira-kira bagaimana Partai Banteng Moncong Putih akan menjadikan ini sebagai pelajaran untuk langkah-langkahnya ke depan? 

Operasi Bawah Tanah Jokowi

Dalam beberapa bulan terakhir, dunia politik Indonesia diguncang oleh isu yang cukup kontroversial: dugaan keterlibatan Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mengambil alih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Mistikus Kekuatan Dahsyat Politik Jokowi?

Pertanyaan sederhana mengemuka terkait alasan sesungguhnya yang melandasi interpretasi betapa kuatnya Jokowi di panggung politik-pemerintahan Indonesia meski tak lagi berkuasa. Selain faktor “kasat mata”, satu hal lain yang bernuansa dari dimensi berbeda kiranya turut pula memengaruhi secara signifikan.

Ketika Chill Guy Hadapi PPN 12%?

Mengapa meme ‘Chill Guy’ memiliki kaitan dengan situasi ekonomi dan sosial, misal dengan kenaikan PPN sebesar 12 persen pada Januari 2025?

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...