HomeNalar PolitikGanjar Tak Percaya Diri?

Ganjar Tak Percaya Diri?

Bacapres PDIP Ganjar Pranowo dinilai tidak mempunyai keberanian jelang pertarungan Pilpres 2024. Ganjar dinilai sering kali menyebut Presiden Jokowi dalam setiap safari politiknya. Kenapa ganjar seolah bersembunyi di balik nama Jokowi?


PinterPolitik.com

Dalam banyak kesempatan saat safari politik, bakal calon presiden (bacapres) PDIP Ganjar Pranowo sering kali menyebut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai role model.

Pada acara deklarasi relawan Gapura Nusantara di Jakarta pada Sabtu (10/6) lalu, Ganjar dalam sambutannya meyebut Jokowi adalah mentornya dalam pemerintahan.

Ganjar melihat Jokowi sebagai sosok yang cerdas dan tidak pantang menyerah meski banyak yang mencaci maki.

Ganjar juga menilai Jokowi adalah sosok yang memiliki keberanian untuk menunjukkan Indonesia adalah negara yang berdaulat.

Gubernur Jawa Tengah (Jateng) itu menilai Jokowi mempunyai gaya komunikasi identik yang mengedepankan berpikir jernih, bukan dengan kemarahan.

Dari berbagai sikap itulah, Ganjar belajar nyali itu bukan soal intonasi tinggi dan berwajah garang. Menurutnya, apa yang ditunjukkan Jokowi adalah nyali yang sesungguhnya.

baju hitam putih ala ganjar

Dia juga pernah menyebut Jokowi telah membuka banyak akses yang luar biasa kepada dirinya. Jokowi dianggap telah mewariskan grand design dan roadmap menuju titik pembangunan.

Baru-baru ini, Ganjar juga menyebut baju kampanye hitam putih vertikal yang dikenakannya didesain oleh Jokowi. Menurutnya, kemeja itu merupakan representasi dari pesan Jokowi soal keberanian.

Gubernur Jateng itu kerap mengenakan kemeja hitam putih tersebut di luar tugas resminya sebagai kepala daerah. Ganjar biasanya mengenakan kemeja hitam putih dalam dalam safari politiknya ke beberapa daerah.

Ganjar pun mengaku tersanjung karena baju itu adalah desain pilihan Jokowi. Pesan Jokowi itu disampaikan lewat secarik kertas hitam putih.

Menurutnya, warna hitam putih dalam baju tersebut berarti keberanian. Warna itu juga bisa berarti sikap untuk tidak menjadi abu-abu.

Lantas, mengapa Ganjar hampir selalu membawa-bawa nama Jokowi dalam setiap safari politik yang dilakukannya? Apakah itu adalah bentuk ketidakpercayaan diri Ganjar menghadapi Pilpres 2024?

Tak Berani Ambil Risiko?

Meski sering kali diabaikan, dalam politik kepercayaan diri mempunyai signifikansi tersendiri. Setiap aktor politik harus mempunyai kepercayaan diri agar dapat menarik perhatian publik.

Baca juga :  Gibran Wants to Break Free?

Sima Kundu dalam tulisannya yang berjudul Self-Esteem as a Personality Correlate of Political Participation menjelaskan bahwa percaya pada kemampuan diri sendiri untuk mendapat dukungan publik dapat menentukan tingkat partisipasi politik. Sebaliknya, kurangnya kepercayaan diri bisa menghambat kinerja politik.

Kundu menambahkan, hal ini terjadi lantaran politik merupakan sesuatu yang kompetitif. Partisipasi dalam dunia politik dapat menimbulkan risiko psikologis yang besar untuk gagal, atau bahkan diabaikan.

Oleh karena itu, hanya mereka yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dapat menghadapi risiko psikologis tersebut dalam politik.

Untuk menghadapi risiko psikologis itu, para aktor politik juga memerlukan semangat juang (morale) yang tinggi.

Seorang ahli kedokteran dan psikoanalis kelahiran Belanda bernama Joost A. M. Meerloo dalam publikasinya yang berjudul Morale in Our Society menjelaskan “morale” sebagai kekuatan yang datang dari dalam individu (inner strength).

Meerloo juga menjelaskan kaitan antara konsep morale dengan ekspektasi survival sebuah kelompok atau individu dalam menghadapi tekanan.

Morale yang baik akan berguna apabila terdapat persiapan dari individu atau kelompok dalam menghadapi sebuah tantangan, serta kapasitas dan kesiapan untuk berkorban demi tujuan bersama.

Pemimpin juga dapat menentukan morale publik lewat sebuah kepercayaan diri yang tinggi.

Meerloo mencontohkan bagaimana Perdana Menteri (PM) Inggris, Winston Churchill mempunyai kepercayaan diri yang tinggi saat kampanye Battle of Britain ketika Perang Dunia II.

Baginya, kepercayaan diri yang tinggi dari Churchill turut mempengaruhi keberhasilan dan menentukan kekuatan Inggris kala itu.

Dalam konteks Ganjar, adanya indikasi ketidakpercayaan diri dimulai dari dirinya yang selalu membawa-bawa nama Jokowi dalam berbagai safari politiknya.

Ini mencerminkan Ganjar seolah tidak percaya dengan dirinya, sehingga selalu membawa-bawa nama Jokowi.

Selain itu, ada pula kasus politisi PDIP yang terang-terangan mendukung Prabowo Subianto. Ada nama besar Effendi Simbolon dan Budiman Sudjatmiko. Kemudian, tak lupa soal elektabilitas Ganjar yang cenderung stagnan, meskipun masih terbilang tinggi.

Baca juga :  Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Melihat hal itu tampaknya juga mempengaruhi morale atau semangat juang Ganjar dalam menghadapi Pilpres 2024.

Mengingat Ganjar dan Jokowi berasal dari PDIP, dia tentu berekspektasi bahwa adanya Jokowi effect bagi dirinya.

infografis jokowi jadi ‘suhu ganjar

Berharap Endorsement?

Meskipun dalam beberapa safari politik yang dilakukan Ganjar selalu menyebut nama Jokowi, boleh jadi itu justru menjadi bagian dari strategi berdasarkan hasil analisis terhadap rivalnya, yakni Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Ron Shevlin dalam tulisannya yang berjudul Choose Your Enemies Carefully menjelaskan jika musuh yang akan dihadapi akan menentukan strategi dan taktik yang akan digunakan.

Ganjar boleh jadi melihat dengan adanya dukungan politik atau political endorsement tersirat dari Presiden Jokowi kepada Prabowo membuat dirinya juga ingin menunjukkan dukungan Jokowi kepada dirinya.

Dengan kata lain, Ganjar ingin “menantang” Prabowo untuk bersaing memperebutkan political endorsement dari Presiden Jokowi.

Tidak dapat dipungkiri jika political endorsement Presiden Jokowi bagaikan sebuah intan permata yang diburu berbagai aktor politik untuk menghadapi Pilpres 2024.

Jeffrey E. Cohen dalam publikasinya yang berjudul Interest Groups and Presidential Approval mengatakan bahwa biasanya tingkat kepuasan publik atas Presiden menjadi alat untuk memprediksi kemenangan dari kandidat yang akan didukungnya.

Presiden Jokowi menjelang masa akhir masa jabatannya masih mendapat approval rating yang tinggi dari publik. Atas dasar itu, tak mengherankan Prabowo dan Ganjar berburu political endorsement untuk mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) dari Jokowi.

Selain itu, Ganjar juga kiranya menganalisis rival lainnya, yakni Anies Baswedan. Ganjar tidak ingin terlihat seperti Anies yang tidak mendapat dukungan Presiden Jokowi.

Dengan tidak adanya dukungan Jokowi, Anies harus berjuang untuk mendapatkan dukungan dan meyakinkan publik serta berbagai entitas politik. Belum lagi, berbagai dinamika politik yang menerpa untuk menggoyahkan pencalonan Anies.

Well, sebagai penutup perlu ditegaskan bahwa analisis di atas merupakan interpretasi yang sekiranya dapat dipetakan. Menarik untuk ditunggu sejauh mana keberhasilan strategi Ganjar yang kerap membawa nama Jokowi dalam safari politiknya. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?