HomeHeadlineGanjar, Kameo Kenaikan Kelas Puan?

Ganjar, Kameo Kenaikan Kelas Puan?

Kemesraan Puan Maharani dan Ganjar Pranowo terekam saat keduanya bertemu di Solo pada awal pekan ini. Namun, pertemuan keduanya tampak memberikan sinyal politik begitu kuat jelang semakin dekatnya kontestasi elektoral 2024. Lalu, apa kiranya sinyal politik tersebut?


PinterPolitik.com

Solo seolah jadi episentrum pertemuan calon presiden dengan elektabilitas perkasa belakangan ini. Setelah Prabowo Subianto turut hadir di peresmian Masjid Raya Sheikh Zayed Al-Nahyan, serta Anies Baswedan yang bertemu sang wali kota Gibran Rakabuming Raka, kini giliran Ganjar Pranowo yang melakukan interaksi simbolik dengan Puan Maharani di Surakarta.

Ya, pada hari Senin 21 November, Ketua DPP PDIP Puan tampak menunjukkan keakrabannya dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar di Kota Batik.

Interaksi menjadi menarik dikarenakan dua kader PDIP itu belakangan kerap dibenturkan. Puan selama ini digadang akan menjadi calon presiden (capres) PDIP oleh jajaran elite, termasuk Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hasto Kristiyanto.

Sementara di sisi lain, Ganjar yang punya elektabilitas mumpuni sebagai capres 2024 justru tampak dianaktirikan. Ihwal yang memantik turbulensi dari internal PDIP loyalis Ganjar.

Turbulensi sendiri sempat memuncak saat sejumlah elite serta kader PDIP lainnya terpecah dan membentuk Dewan Kolonel (pro Puan) dan Dewan Kopral (pro Ganjar).

Pertemuan di Solo sendiri terjadi saat keduanya menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) XVII Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Ganjar bahkan dikabarkan menjemput Puan di Bandara Adi Sumarmo.

image 135

Di dalam pembukaan Munas, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang hadir dan memberikan sambutan ikut menyoroti secara khusus eksistensi Puan dan Ganjar. Bahlil menunjukkan kelakar sekaligus apresiasinya. Menariknya, bukan kepada Ganjar maupun Puan, tetapi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga turut hadir di acara tersebut.

“Hari ini Bapak Presiden, saya gemetar saya. Ada dua soalnya (capres) Mbak Puan sama Pak Ganjar,” begitu canda Bahlil di hadapan seluruh peserta Munas.

Saat dimintai komentar terkait pertemuan dengan Ganjar, Puan menyebut “kemesraan” dengan Ganjar bukan baru pertama kali ini terjadi. Anak kandung Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri itu mengatakan kedekatan jarang terlihat dikarenakan keduanya juga jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.

Menurunnya tensi pasca pertemuan Puan dan Ganjar kiranya menguak satu pertanyaan menarik, yakni mengapa “kemesraan” itu baru ditunjukkan? Serta, apa konsekuensi setelah ini bagi wacana pencapresan keduanya?

Puan Tunjukkan Kelasnya?

Beragam penafsiran seketika mengemuka pasca proksimitas antara Puan dan Ganjar. Mulai dari yang menganggap hal itu dapat ditebak mengingat perseteruan internal hanya gimmick semata, hingga apresiasi kepada Puan yang tampaknya cukup berbesar hati meredam tensi yang telanjur muncul.

Baca juga :  Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Di titik ini penafsiran terakhir agaknya memunculkan interpretasi bahwa Puan kemungkinan memiliki kerendahan hati politik atau political humility. Istilah itu, dapat  adopsi dari konsep intellectual humility (kerendahan hati intelektual) dalam psikologi.

Javier Zarracina dalam publikasinya yang berjudul Intellectual Humility: The Importance of Knowing You Might Be Wrong menjelaskan intellectual humility mendorong pemikiran manusia untuk terbuka dalam mengambil pembelajaran dari pengalaman orang lain. Hal ini sekaligus dapat membuat seseorang mampu mengenali kelemahannya sendiri.

Intellectual humility dapat menjadikan seseorang berkenan mendengarkan pandangan yang berlawanan dengan yang dianutnya. Mereka menjadi lebih mudah memperhatikan bukti dan memiliki kesadaran diri yang lebih kuat saat menjawab berbagai realitas yang ada dihadapannya.

image 134

Berangkat dari definisi itu, kita dapat menyebutkan bahwa political humility adalah sikap kerendahan hati seorang politisi dalam menilai kekuatan dan kelemahannya. Itu kemudian bermuara pada penerimaan secara rasional dan keterbukaan terhadap benturan eksternal apapun yang terjadi atau yang diciptakan.

Dengan asumsi menyadari kelemahannya yang rendah secara elektabilitas, Puan kiranya wajar untuk membuka hubungan baik dengan Ganjar yang notabene merupakan satu-satunya kader PDIP yang memiliki proyeksi tingkat keterpilihan tinggi di 2024. Dan bukan terus berusaha menyingkirkan Ganjar.

Paling tidak, tafsir kerendahan hati Puan menjadi nilai plus jika terus dipertahankan sebagai impresi kedewasaan dan naiknya kelas Ketua DPR itu di dunia politik.

Diketahui, sebelumnya Puan kerap memberikan gestur kontroversial di jabatan yang diampunya saat ini, seperti mematikan mikrofon interupsi rapat parlemen yang terjadi beberapa kali.

Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi turut memiliki pandangan yang senada. Serupa tapi tak sama, Ari menilai keharmonisan kedua tokoh PDIP menjadi sinyal bagus bagi Puan bahwa skeptisme publik terhadap dirinya terpatahkan dan dirinya punya kelas sebagai seorang politikus.

Namun, apakah itu benar-benar menjadi sinyal perubahan positif karakter politik Puan? Mungkinkah ada kepentingan tertentu yang ingin ditampilkan dan diraihnya?

image 133

Demi Legitimasi PDIP?

Saat mengomentari pertemuan Puan dan Ganjar, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menyebut langkah penjemputan di bandara sudah direncanakan sebelumnya.

Dirinya mengungkapkan Ganjar memang memiliki maksud untuk menemui Puan, meskipun tak mengiyakan apakah hal itu telah dikomunikasikan dengan putri mahkota PDIP itu.

Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit

Di titik ini, cukup mustahil kiranya jika Puan tak mengetahui atau Ganjar tak melakukan komunikasi sebelumnya perihal sambutan yang akan dilakukan.

Dengan kata lain, pertemuan dan keharmonisan yang ditampilkan bisa saja merupakan panggung depan dari dramaturgi politik yang sedang dimainkan oleh PDIP.

Jika dianalisis, dramaturgi (dramaturgy) sendiri merupakan konsep yang dipopulerkan oleh Sosiolog Kanada Erving Goffman. Konsep ini mengadopsi istilah di teater atau drama terkait adanya panggung depan atau front stage dan panggung belakang atau backstage untuk menjelaskan interaksi sosial.

Dalam politik, dramaturgi kerap dikutip untuk menjelaskan bagaimana semunya realitas politik. Front stage atau apa ditampilkan di hadapan publik sering kali berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi (back stage).

Atau, bisa juga dapat dikatakan bahwa front stage ditampilkan mengacu pada kesepakatan begitu rumit yang telah dilakukan di back stage.

Goffman menyebut tindakan drama dapat diistilahkan sebagai impression management atau manajemen impresi.

Lalu, apa tujuan yang kiranya ingin diraih dari pentas itu?

Jika diurai satu per satu dan berangkat dari konsep “panggung” Goffman, kemungkinan sudah ada trade-off atau kompromi politik di antara elite internal PDIP yang berbeda pendapat soal pencapresan Puan maupun Ganjar.

Skenario yang paling mungkin terjadi kiranya adalah Puan akan diimpresikan menjadi aktor yang berbesar hati mengalah dan rela “berdarah” demi Ganjar maju sebagai capres, atau minimal cawapres, di 2024.

Intensi saling terkaitnya tentu saja demi mengamankan legitimasi dan soliditas internal PDIP mengingat regenerasi dari Megawati kemungkinan besar akan diteruskan oleh Puan. Dan puan tampaknya sangat membutuhkan legitimasi dan soliditas itu.

Selain itu, manajemen impresi kemesraan Puan dan Ganjar juga bisa menjadi pesan politik bahwa PDIP tetap solid dan memiliki tren daya tawar yang terus meningkat jelang 2024 meski sebelumnya diterpa turbulensi internal.

Pesan politik itu boleh jadi ditujukan kepada calon koalisi partai politik (parpol) lain untuk mengamankan konsesi yang pantas bagi PDIP yang merupakan entitas penguasa sejak 2014 lalu.

Oleh karena itu, manuver dan langkah Puan, Ganjar, dan PDIP secara umum ke depan akan sangat menarik, mengingat parpol lain tentu memerhatikan dinamika yang terjadi di partai berlambang banteng moncong putih. Dan kejutan, bukan tidak mungkin akan terjadi. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?