Banyak pihak mengaitkan gerilya Anies Baswedan mendorong Formula E adalah demi hasrat elektoral. Lalu sebesar apa sebenarnya dampak elektoral dari balapan mobil listrik tersebut?
Pinterpolitik.com
Impian masyarakat Indonesia untuk menonton kejuaraan balapan kendaraan kelas dunia boleh jadi akan terwujud dalam waktu dekat. Berdasarkan kabar yang beredar, balapan mobil listrik Formula E disebut-sebut tinggal finalisasi untuk digelar di ibu kota Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tampak menjadi figur yang getol mendorong agar gelaran tersebut bisa mengaspal di jalanan ibu kota. Berbagai modal penting seperti persetujuan anggaran dari DPRD dan restu dari Presiden Jokowi sudah mulai ia kantongi.
Sikap gesit Anies untuk mendorong Formula ini kemudian menimbulkan sejumlah tanda tanya. Salah satu yang paling mengemuka adalah soal anggaran penyelenggaraan balapan tersebut yang membutuhkan dana tak sedikit.
Di luar itu, spekulasi soal perkara elektoral juga mengemuka di tengah gencarnya Anies mempromosikan balapan mobil listrik tersebut. Banyak pihak menuding bahwa gelaran tersebut akan menjadi pacuan Anies untuk tampil melesat lebih jauh menuju Pilgub DKI Jakarta 2022 dan nantinya Pilpres 2024.
Secara umum, event olahraga seperti Formula E ini memang kerap kali memiliki kaitan politik elektoral dengan politisi yang mendorong atau mengelola penyelenggaraannya. Lalu, bagaimanakah hubungan antara balapan Formula E ini dengan balapan elektoral Anies di masa yang akan datang?
Ajang Olahraga Besar
Mengaitkan antara sebuah gelaran olahraga besar dengan urusan elektoral sebenarnya bukan barang yang baru. Sudah banyak praktik di mana kandidat dapat meraup untung dari penyelenggaraan sebuah event olahraga berskala internasional.
Di Indonesia sendiri, yang paling anyar boleh jadi adalah kasus Jokowi dan penyelenggaraan Asian Games 2018. Suksesnya gelaran tersebut disebut-sebut memberikan kontribusi besar bagi popularitas dan langkah kandidat petahana itu di Pilpres 2019.
Pengaruh elektoral dari gelaran olahraga ini diungkapkan misalnya oleh Andrew J. Healy, Neil Malhotra dan Cecilia Hyunjung Mo dari Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS). Mereka menyebut gelaran olahraga dapat memberikan pengaruh pada kemenangan petahana.
Secara spesifik, paper yang dituliskan oleh Healy dan kawan-kawan ini membahas bagaimana kesuksesan tim lokal dalam ajang olahraga. Tak hanya itu, mereka juga menggambarkan jika ajang digelar semakin dekat dengan waktu Pemilu, maka dampak elektoralnya kepada petahana akan lebih terasa.
Anggapan semacam itu sebenarnya tergolong beralasan. Gelaran olahraga memang memberikan banyak nuansa baru bagi wilayah yang menjadi tuan rumahnya, sehingga dapat menjadi prestise tersendiri. Dari segi suasana, wilayah tersebut akan tampil lebih gemerlap dan semarak melalui penyelenggaraan ajang olahraga besar. Selain itu, dari segi anggaran, penyelenggaraan acara semacam itu juga dapat memberikan kucuran dana yang cukup besar.
Dalam konteks rencana Formula E oleh Anies, biaya yang disiapkan memang tergolong tak sedikit. Dikabarkan bahwa total anggaran yang diajukan untuk balapan mobil listrik itu mencapai Rp 1,6 triliun.
Anies sendiri tampak tak risau dengan berbagai kritik terkait anggaran melimpah untuk Formula E. Ia terlihat amat yakin bahwa balapan itu dapat membantu perekonomian yang ada di Jakarta.
Akar Politik Ajang Olahraga
Secara umum, sebuah ajang olahraga memang kerap kali memiliki dimensi politik elektoral antara kandidat dan juga ajangnya itu sendiri. Di luar itu, sebuah kompetisi olahraga sebenarnya juga memiliki pangsa politiknya tersendiri.
Menurut Daniel Matamala dalam tesisnya untuk Columbia University, tidak ada olahraga yang secara politik bersifat netral. Setiap olahraga memiliki akar budayanya sendiri dan identitas politiknya masing-masing. Identitas ini menurut Matamala kerap menjadi acuan tak ternilai bagi para konsultan politik.
Salah satu olahraga yang dapat diidentifikasi identitas budaya dan politiknya adalah balapan Nascar. Balapan itu kerap kali dianggap sebagai olahraga merah atau red sport karena merupakan acara olahraga favorit pemilih Partai Republik.
Secara umum, ada istilah Nascar Dads untuk menggambarkan laki-laki kulit putih, religius, konservatif, dan patriotik yang memiliki kecenderungan untuk memilih Partai Republik di Amerika Serikat. Tak hanya itu, hampir 90 persen kampanye yang berkaitan dengan Nascar di tahun 2000 mengalir untuk kandidat dari Partai Republik.
Ajang terbesar dari Nascar, yaitu Daytona 500, juga kerap kali menjadi momen penting yang harus dijadikan panggung oleh kandidat dari Partai Republik. Ronald Reagan dan George W. Bush sukses membuat Daytona 500 bak menjadi arena khusus bagi kampanye Partai Republik.
Di luar Nascar yang menjadi fokus penelitian Matamala, secara data dapat terlihat sebenarnya beberapa olahraga lain di Amerika Serikat memang memiliki pangsa politiknya tersendiri. Kompetisi basket NBA misalnya, lebih identik dengan Demokrat seiring dengan liganya yang didominasi oleh kelompok kulit hitam.
Hal tersebut dapat tergambar dari hasil survei yang dilakukan jelang laga Pilpres antara Barack Obama dan John McCain. Dalam survei yang dilakukan CBS, terlihat bahwa penggemar olahraga bola basket memang cenderung memilih Partai Demokrat dan Obama.
Siap Mengebut?
Sejauh ini, balapan Formula E sendiri terutama di Indonesia masih sulit untuk ditelusuri secara penuh identitas politik dan budayanya. Jika mau adil, sulit untuk melihat apakah Indonesia sudah menjadi basis penonton bagi Formula E. Hal ini tergolong dapat dipahami karena balapan tersebut masih kalah pamor jika dibandingkan ajang balap lain seperti Formula 1.
Secara global, pamor ajang balapan Formula E memang terus meningkat. Kenaikan terutama terjadi di pasar anak muda di mana terjadi kenaikan penonton 347 persen untuk kelompok umur 13-17 tahun dan 54 persen untuk 18-24 tahun.
Hal tersebut boleh jadi terkait dengan mode fanboost milik Formula E, di mana para penonton dapat memberikan bantuan kekuatan ekstra kepada pebalap yang disukai dengan memberikan dukungan di media sosial.
Meski demikian, secara umum, dapat ditelusuri sebenarnya potensi demografi penonton dari balapan ini. Melalui mode fanboost misalnya, dapat diambil secara kasar bahwa salah satu target pasar dari balapan ini adalah anak muda pengguna media sosial.
Jika merujuk pada hal-hal tersebut, sulit untuk melihat seperti apa dampak elektoral langsung seperti dalam kasus Nascar atau NBA di AS. Di atas kertas, Anies bisa saja meraup perhatian dari masyarakat pengguna media sosial.
Meski begitu, Anies sendiri selama beberapa waktu terakhir justru malah tampil bak “musuh” bagi pengguna media sosial. Anies misalnya kerap kali tak menanggap kritik yang berasal dari pengguna media sosial.
Di luar itu, sebagaimana diungkapkan oleh Healy dan kawan-kawan, kemenangan tuan rumah dapat memberi pengaruh kepada kemenangan kandidat petahana. Hingga saat ini, masih belum ada tim atau setidak-tidaknya pembalap asal Indonesia di ajang Formula E.
Meski memiliki potensi dampak elektoral, gelaran Formula E belum tentu bisa maksimal membuat Anies tak tersalip Share on XMerujuk pada hal-hal tersebut, Formula E sebagai ajang olahraga belum tentu memberikan dampak elektoral secara langsung. Dalam kadar tertentu, penyelenggaraan Formula E ini boleh jadi hanya akan berpengaruh secara politik dari segi prestise dan anggaran belaka.
Meski demikian, dengan potensi ingar bingar balapan dan kuasa anggaran yang mumpuni, bukan berarti Formula E ini sama sekali tak berpengaruh secara elektoral kepada Anies. Kita tunggu saja apakah balapan ini bisa membuat Anies melesat tak tersalip dalam berbagai balapan elektoralnya. (H33)