Kecelakaan Pesawat F-16 kepunyaan TNI AU di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Selasa (14/3/) sore kembali menjadikan kerusakan instrument mesin yaitu rem yang ‘blong’ (brake malfunction) sebagai ‘kambing hitam’ nya. Kalau menilik usia pesawat F-16 ini yang cukup terbilang tua memang akan mulai timbul kerewelan pada instrumentnya.
P
pinterpolitik.com
[dropcap size=big]B[/dropcap]ukan kali pertama ini saja pesawat tempur F-16 TNI AU kita mengalami kecelakaan. Bahkan ada kecelakaan yang sempat menelan korban jiwa. Tahun 2015, F-16 terbakar di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Di tahun 1992, F-16 kembali mengalami kecelakaan di Tulungagung. Syukurlah pada saat itu tidak ada korban jiwa. Menimbang kejadian yang sudah berulang ini, Komisi I DPR dengan tegas meminta TNI AU untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh kepada semua pesawat jet tempur F-16 yang saat ini dimiliki oleh TNI AU Republik Indonesia. Nantinya, dari hasil penyelidikan yang dilakukan akan menentukan apakah Indonesia memang sudah waktunya meremajakan atau mengganti pesawat tempur yang ada.
“Jika ada yang tidak beres dengan sistem pemberhentian pesawat, maka mekanisme perawatan pesawat juga harus dipertanyakan termasuk mempertanyakan mekanisme penggantian suku cadang yang sudah tidak layak,” ucap pengamat penerbangan Alvien Lie.
Haruskah F-16 Indonesia Dipensiunkan?
Indonesia pertama kali memiliki 3 pesawat F-16 pada tahun 1989 yang mendarat di Lanud Iswahyudi. Akhirnya 12 unit F-16 lengkap Indonesia miliki pada tahun 1990. Di tahun 2010 Pemerintah Indonesia mengkaji ulang tawaran hibah 24 unit F-16 C/D Block 25 dari AS, dan Indonesia harus menanggung biaya upgrade seluruh F-16 tersebut, yang awalnya sebesar 600 juta dolar AS tapi kemudian membumbung hingga 750 juta dolar AS.
Sesuai perjanjian pihak pabrikan sepakat untuk untuk melakukan penguatan struktur pesawat hingga dapat dipergunakan hingga 10.800 jam terbang. Jaringan kabel dan elektonik baru dipasang, sistem lamanya direkondisi menjadi baru, sistem yang baru ditambahkan pada F-16 C/D 52-ID tersebut.
Saat ini TNI AU Republik Indonesia memiliki 24 pesawat tempur F-16 setara Block 52. Pesawat F-16 C/D ini merupakan pesawat bekas hibah dari US Air Force yang telah diupgrade menjadi setara Block 52. Pengadaan pesawat tempur ini sempat mendapat protes dari Komisi I DPR. Mereka meminta TNI AU membeli pesawat baru saja, daripada pesawat bekas hibah yang diupgrade. Namun TNI AU menjamin pesawat F-16 ini pun tak kalah canggih dengan beli baru.
Kehebatan F-16 yang dimiliki TNI AU Indonesia merupakan evolusi dari versi F-16 A/B ke versi F-16 C/D. F-16 versi baru ini mulai diterbangkan pada bulan Juni 1984 dan memang sebanyak 244 unit F-16 Block 25 ini hanya digunakan oleh USAF. Senjata yang tersedia di pesawat tempur ini adalah AMRAAM juga mempunyai kemampuan serangan arat secara presisi di malam hari. Pesawat ini juga dilengkapi computer penembakan, computer manajemen senjata, layar yang multifungsi, data transfer unit, radar altimeter, sistem navigasi inersial dan radio UHF antjam.
Kehebatan pesawat ini juga dilengkapi dengan radar AN/APG-68 yang mempunyai daya jangkau lebih luas dan memiliki mode operasi lebih banyak. Untuk lebih menunjang pilot dalam mengoperasikan pesawat, dilengkapi dengan ‘head up dispay’ yang lebih lebar dengan tombol upfront serta dua layar head-down multifungsi. Seluruh Block 25 didukung oleh mesin dengan mesin Pratt & Whitney F100-PW-220E.
Mahalnya Harga Pesawat Tempur F (Fighter)
Pesawat tempur seri F ini diproduksi oleh perusahaan bernama Lockheed Martin Aeronautics Northrop Grumman asal Amerika yang mempunyai bisnis sebagai produsen alat-alat pertahanan. Perusahaan ini sangat terkenal karena menjadi langganan Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan Pemerintah Federal lainnya dan mampu memperkerjakan 116.000 orang pegawai di seluruh dunia.
Hampir semua negara wajib memiliki jajaran pesawat tempur di lingkup pertahanannya, termasuk Indonesia. Perbedaannya adalah mungkin dari segi jenis pesawat dan status pesawat yang mampu dimiliki oleh negara tersebut. Misalkan Indonesia hanya mempunyai kemampuan membeli pesawat tempur seri F-16 dengan status pesawat bekas alias ‘second’.
Kemampuan financial masing-masing negara memang berbeda-beda dan harga pesawatnyapun berbeda-beda. Saat ini ada lebih dari 20 jenis pesawat tempur canggih yang beredar di dunia dari beberapa produsen.
Memang mencengangkan harga-harga pesawat tempur yang beredar diatas dunia ini dan berbicara tentang mesin pesawat maka tidak terlepas dari istilah-istilah permesinan dan komponen-komponen yang perlu perawatan ataupun penggantian baik secara per kejadian maupun berkala.
Jadi mungkin saat ini dapat dibayangkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan TNI AU untuk satu buah pesawat tempurnya yang berstatus ‘second’. Pastinya pemakaian pesawat tempur bekas ini akan memerlukan biaya perawatan yang cukup lumayan besar dan penggantian suku cadang yang sudah termakan usia.
Tetangga Yang Selalu Waspada
Singapore sebagai negara yang tidak besar tapi siapa sangka dan memang tidak banyak yang mengetahuinya bahwa Republic of Singapore Air Force (RSAF) nya berani mengoperasikan sejumlah pesawat tempur canggih yang tidak ada tandingannya di area Asia Tenggara. Pesawat tempur jenis F-15SG (varian Eagle) merupakan maskot untuk menjaga keamanan Singapore.
Indonesia dan Singapore bisa diibaratkan bagai ‘gajah dan semut’. Luas wilayah Singapore yang hanya 697 kilometer persegi tidak seujung kuku Indonesia yang 1.904.569 kilometer persegi. Dari segi jumlah penduduknya, Singapore kalah dengan Indonesia yang berjumlah 240 juta jiwa.
Tapi ingat, kekuatan militer Singapura tidak bisa diremehkan. Indonesia boleh unggul dijumlah penduduknya tapi alutsista Singapore jauh lebih ‘canggih’ dari yang Indonesia miliki. Dalam situs Global Fire Power menempatkan Indonesia di urutan 14, sementara Singapura di urutan 64 dunia.
Indonesia masih bisa berbesar hati jika melihat data Global Fire Power yang agak dipersempit menjadi zona Asia, TNI turun 2 peringkat dibawah Rusia, Tiongkok, India, Jepang, Turki, Korea Selatan dan Pakistan. Pertanyaannya adalah mengapa Singapore dapat memiliki alusista terutama pesawat tempurnya dengan jenis yang top? Dan Indonesia harus puas dengan hanya memiliki yang bekas saja.
Dana Belanja Disunat?
Sudah dipastikan bahwa tahun 2017 tidak akan banyak alutsista yang akan dibeli oleh Kementrian Pertahanan untuk TNI. Didalam rencana anggaran RAPBN 2017 ternyata alokasi anggaran untuk TNI diturunkan dan lebih banyak dialokasikan hanya untuk Harwat/ Pemeliharaan dan Perawatan. Lalu bagaimana dengan harga-harga sparepart pesawat tempur yang harus segera ‘diafkirkan’.
Selama ini TNI AU selalu menghibur diri bahwa walaupun membeli barang second bukan berarti itu adalah barang rongsokan! Dalam membeli pesawat tempur ada sebuah rumus yang dipergunakan yaitu bahwa harga satu buah pesawat tempur modern harganya akan setara dengan harga keseluruhan satu wing pesawat tempur era PD II. Hal inilah yang menyebabkan ‘pembuat keputusan’ dihadapi pada sebuah dilemma yang klasik, yaitu harus memilih antara kualitas atau kuantitas.
Apabila memilih kualitas, maka pesawat haruslah memiliki kemampuan yang super top apabila bertarung satu lawan satu, namun akan kalah apabila melawan musuh yang jumlahnya superior. Di sisi lain adalah apabila memilih kuantitas, maka pesawat tersebut dapat dibuat menjadi armada yang besar sehingga menimbulkan daya tangkal, namun dengan demikian tentu dibutuhkan biaya perawatan yang besar, jumlah penerbang yang banyak. Tentunya hal tersebut mungkin tidak akan terlalu bermasalah pada kondisi perang, akan tetapi dalam kondisi damai, mempertahankan armada yang begitu masif tentunya akan berbenturan dengan anggaran pertahanan.
Di tahun 2016 lalu pernah tersiar kabar yang mengejutkan, bahwa seseorang bernama Scott A. Williams didakwa Pengadilan Distrik Amerika Serikat mengekspor secara ilegal barang keluar Amerika Serikat dan memalsukan pernyataan pada dokumen sekaligus mengubah status benda pertahanan hak milik negara AS. Dan semua tuduhan tersebut bermuara pada penjualan suku cadang F-16 ke Indonesia.
Berbeda dengan Singapore yang walaupun kecil belum tentu lemah, dari segi kualitas alusistanya Singapore patut diacungi jempol. Penjagaan udaranya Singapore sudah mengandalkan F-16 Blok D, F-15SG, dan F-5 Tiger serta unit helicopter serbu apache yang cukup mencengangkan kemampuannya.
Tahun lalu Departemen Keuangan Singapura telah menerbitkan daftar anggaran pertahanan negara untuk tahun fiskal 2016 – 2017 dengan jumlah SG$13.97 milyar setara US$10.2 miliar. Anggaran pertahanan Singapore memang selalu mengalami kenaikan sejak tahun 2006 dengan kisaran SG$9.63 miliar.
Jadi mungkin masyarakat dunia nanti tidak usah kaget apabila suatu saat Singapore menjadi pembangunan militernya akan seperti Israel seperti yang diprediksikan oleh sebuah buku karya Lee Kuan Yew – Mantan Perdana Menteri Singapore berjudul From Third World to First: The Singapore Story 1965-2000, yang menyatakan Angkatan Perang Singapore dibangun dan dibentuk oleh Israel. Sedangkan landasan pemikirannya, seperti yang diungkapkan Menteri Pertahanan Singapore, Ng Eng He, yaitu kalau Singapore semakin kuat, maka semakin sedikit pula pihak yang berani memusuhi.
Banyak aspek yang secara kuantiti Indonesia menang tapi secara kualitas kalah, seperti jumlah pesawat tempur Indonesia ada 444 unit tapi Singapore hanya 359, Indonesia mempunyai 187 unit helicopter sedangkan Singapore hanya 86. Harus dijadikan bahan pertimbangan dan pekerjaan rumah oleh Indonesia agar kedepannya dapat sejajar dengan Singapore secara teknologi.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Lembaga Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), mereka menempatkan Singapura dan Myanmar sebagai negara dengan alokasi belanja militer terbesar di ASEAN. Lembaga yang berkantor di Swedia itu mencatat bahwa Singapura mengalokasikan anggarannya sebesar US$ 9,8 miliar pada 2014 atau 3,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang sebagian besar dipergunakan untuk peningkatan kualitas alat utama sistem persenjataan. Sedangkan, Myanmar menjadi negara yang mengalokasikan anggaran militer terbesar terhadap PDB.
Dari seluruh Negara ASEAN, Indonesia lah yang terkecil mengalokasikan anggaran PDB-nya untuk belanja militer, yakni hanya 0,8 persen. Meski mengalokasikan anggaran PDB palling kecil, namun jumlah total anggaran yang dibelanjakan sebesar USD 7,0 miliar, menempati urutan kedua, setelah Singapura, untuk tahun anggaran 2014. Jadi militer Singapura lah yang paling siap tempur di ASEAN.
Indonesia saat ini memang sedang berambisi untuk membangun kekuatan udaranya. Seperti yang diungkapkan oleh Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). “ Langkah awal memang saya sudah memiliki program bahwa kita akan melaksanakan satu perencanaan yang transparan sampai dengan pengadaan barang atau alusista,” di Istana Negara, Rabu (08/01)
‘Kekuatan udara suatu bangsa merupakan salah satu instrumen yang dapat didayagunakan sebagai modal bagi suatu negara dalam mewujudkan kepentingan nasionalnya’. (Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo)
Tidak ada satupun bangsa yang berharap akan terjadinya peperangan. Tetapi kewaspadaan harus tetap dijaga dengan cara meningkatkan instrument-instrument demi mempertahankan kedaulatan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan itu akan sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. (Berbagai sumber/I28)