Pak Erte dan Pak Erwe diduga menjadi provokator atas kasus persekusi terhadap pasangan kekasih di Tangerang. Kok tega amat sih, Pak?
PinterPolitik.com
[dropcap]M[/dropcap]asih ingat dengan video sejoli yang ditelanjangi warga karena dituduh mesum di kamar kos? Diduga yang menjadi dalang atas aksi persekusi tersebut adalah Pak Erte dan Pak Erwe setempat.
Ketua Erte-nya berinisial T dan Ketua Erwe-nya berinisial G. Mereka berdua akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Ironisnya, T yang memobilisasi massa untuk mengabadikan sejoli yang sudah ditelanjangi. T dan G juga memukuli korban yang dinyatakan polisi tak berbuat mesum itu.
Ketua RT-RW Jadi Tersangka kasus Penelanjangan, Ini Kata Lurah https://t.co/SDcNdpga5z pic.twitter.com/05eQkdpobc
— detikcom (@detikcom) November 15, 2017
Kalo bicara soal persekusi atau yang lebih dikenal sebagai aksi main hakim sendiri, itu bukanlah hal baru di Indonesia. Aksi tersebut malah dianggap sebagai hadiah yang pantas bagi pelaku kejahatan atau yang dituduh melakukan kejahatan. Miris sih melihat hal kayak gini. Padahal kan ada pihak kepolisian, kenapa nggak lapor aja ke sana?
Sebenarnya ini adalah kebiasaan yang salah. Terus terang kelakuan dari Pak Erte dan Erwe kayak gini yang bikin saya gemes. Seharusnya sebagai tokoh masyarakat nunjukin contoh yang baik bagi warganya. Bukan malah berubah bentuk jadi hakim gadungan. Jadi hakim kok sendiri-sendiri sih, Pak?
Pasti ada alasan tersendiri di balik persekusi ini. Jangan-jangan karena pernah ada kejadian indehoy ala indekos di daerah tersebut? Atau memang Erte dan Erwe-nya aja yang otaknya ngeres? Siapa yang tau?
Tapi, kejadian seperti ini nggak bisa dibiarin begitu aja. Masyarakat sendiri seharusnya lebih bijak. Jangan mau jadi budak amarah atau provokasi oknum tertentu, tanpa ada klarifikasi sebelumnya. Nggak baik ambil alih tugas polisi dan hakim kan?
Maka, pihak kepolisian maupun pengadilan nggak boleh liat kasus seperti ini dengan sebelah mata aja. Pakailah kedua matanya, bila perlu pakai juga mata hatinya biar nggak dikaburkan dengan daun merah-biru. Biar nggak ada kesan bahwa hukum Indonesia cuma tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Bukan begitu? (K-32)