HomeNalar PolitikErick Cawapres Ideal “Tak Bertuan”?

Erick Cawapres Ideal “Tak Bertuan”?

Erick Thohir dianggap sebagai salah satu calon wakil presiden (cawapres) yang ideal bagi calon presiden (capres) manapun. Bukan hanya handal berbisnis, dirinya juga mahir dalam melakukan diplomasi dan memiliki hubungan yang baik dengan berbagai partai. Lantas, apakah gelar cawapres ideal pantas disematkan kepada Erick Thohir?


PinterPolitik.com

Erick Thohir merupakan seorang pebisnis tersohor di tanah air. Tidak heran jika keahlian itu mengantarkan dirinya menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang disebut-sebut sekaligus menjadi menteri kesayangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meskipun tidak terafiliasi dalam partai politik (parpol) manapun, dirinya kerap dianggap sebagai calon wakil presiden (cawapres) non parpol yang ideal bagi siapa pun calon presiden (capres) yang diusung.

Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman Ahmad Sabiq berpendapat bahwa Erick dapat meningkatkan peluang kemenangan bagi capres manapun sehingga layak diberi gelar sebagai cawapres ideal.

Bahkan hasil survei dari Indikator Politik Indonesia yang dilakukan secara tatap muka menunjukkan keunggulan Erick yang selalu mampu menjadi penentu kemenangan dalam simulasi dua atau tiga pasangan capres-cawapres.

Setidaknya ada dua partai besar yang akan mengusung capres antara lain Partai Gerindra dan PDIP. Capres dari Partai Gerindra tidak lain yakni Prabowo, sedangkan PDIP agaknya masih “galau” entah akan mengusung Puan Maharani atau Ganjar Pranowo sebagai capres.

Berdasarkan kemungkinan tersebut, Erick tampaknya menjadi pasangan yang paling cocok dengan Prabowo. Sebab kualifikasinya mirip dengan Sandiaga Uno yang mana merupakan cawapres Prabowo pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019 lalu. Terlebih, Partai Gerindra dapat menopang modal politik yang sangat kuat bila keduanya dipasangkan.

Salah satu faktor utama yang menjadikan Erick sebagai kandidat cawapres yang ideal kiranya adalah faktor kekuatan kapital, sebagaimana Sandiaga. Oleh karenanya, parpol manapun kemungkinan akan “segan” untuk meminang Erick.

Lantas, adakah hal esensial lain yang  mungkin membedakan Erick dengan Sandiaga Uno?

image 118

Lebih Baik dari Sandi?

Dua hal utama yang membuat Erick serupa Sandiaga yaitu muda dan kaya raya. Keduanya bahkan merupakan lulusan negara Paman Sam. Selain itu, baik Erick maupun Sandiaga dapat dikategorikan sebagai figur non partai. Ini lah yang membuat dirinya memiliki kelebihan tersendiri.

Ketika cawapres berasal dari non partai, maka pada umumnya akan menciptakan citra yang positif dalam demokrasi terkait kesetaraan.

Namun, satu risiko yang dapat menjadi permasalahan sebagai politisi non partai yaitu rawan menimbulkan konflik dengan parpol pengusung. Di sini lah letak keunggulan Erick yang memang dekat dengan semua partai.

Sebagai Menteri BUMN, Erick memegang gelar khusus sebagai menteri kesayangan Jokowi. Gelar ini menjadi suatu kelebihan dari Sandiaga jika dibandingkan ketika dirinya mencalonkan diri sebagai cawapres pada 2019 lalu. Secara praktikal, Erick telah memiliki pengalaman level pemerintah pusat.

Sementara itu, Erick juga dipilih menjadi Ketum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Anggota Kehormatan Banser sehingga dirinya dikatakan mendapatkan dukungan dari para Nahdliyin. Khususnya pula setelah Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan Erick bisa menjadi presiden atau minimal wapres pada Hari Santri tempo hari.

Baca juga :  Taktik Psikologis di Balik Pembekalan Prabowo 

Ini menunjukkan bahwa dukungan Erick bukan hanya datang dari golongan nasionalis, tetapi juga golongan agamis (Islamis).

Dengan demikian, Erick dapat dikatakan memiliki kemiripan dengan Sandiaga, namun ada sejumlah faktor pembeda antara keduanya. Lantas, bagaimana peluangnya di 2024?

image 119

Elektabilitas Tinggi, Diplomasi Handal?

Faktor yang sejatinya memegang peranan penting dalam pencalonan baik capres maupun cawapres dapat dilihat dari elektabilitasnya. Sebab, angka tersebut diyakini dapat merepresentasikan apakah calon dapat diterima oleh publik atau tidak.

Pada survei elektabilitas Indikator Politik Indonesia, Erick memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi jika dipasangkan dengan Prabowo yakni sebesar 37,3 persen. Di samping itu, pada survei Charta Politika Erick pun memiliki elektabilitas yang tinggi jika dipasangkan dengan Ganjar yakni sebesar 35,3 persen.

Survei yang dilakukan oleh Charta Politika juga mencatat elektabilitas Erick sendiri yakni sebesar 9,8 persen meskipun masih di bawah Sandiaga dan Ridwan Kamil.

Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) juga menunjukkan pasangan Prabowo-Erick unggul jika ada dua maupun tiga poros. Pada skenario dua poros keduanya menang di angka 61,9 persen, sedangkan pada tiga poros keduanya unggul pada angka 34,8 persen.

Jika tidak dipasangkan dengan Erick, maka angka tersebut tidak mampu untuk mengungguli semua pesaing, setidaknya pada survei elektabilitas.

Berdasarkan ketiga survei tersebut, faktor yang dipercaya mampu mempertahankan elektabilitas yaitu penerimaan publik. Oleh karena itu, torehan dalam survei di atas kiranya dapat memperlihatkan bahwa Erick dapat diterima oleh publik.

Latar belakangnya yang bukan merupakan orang Jawa boleh jadi juga dapat menjadi keuntungunan untuk mendapatkan lebih banyak massa di luar Jawa. Meskpun demikian, di Jawa pun namanya sudah sangat populer.

Selain itu, dalam konteks kinerja, ketika Indonesia terancam mendapatkan sanksi FIFA atas Tragedi Kanjuruhan, Erick diutus Jokowi untuk melakukan diplomasi. Pada akhirnya, diplomasi itu berhasil membuat Indonesia terlepas dari bayang-bayang buruk itu.

Menurut Corneliu Bjola dalam tulisannya yang berjudul Diplomatic Leadership in Times of International Crisis terdapat tiga jenis pemimpin diplomatik yang sukses: (1) maverick yang memiliki visi besar, namun sulit menginspirasi banyak pihak, (2) congregator yang mampu membangun konsensus di antara banyak pihak, dan (3) pragmatist yang berorientasi pada kerja sama dan membangun keuntungan mutual.

Umumnya pada diplomat pragmatis, diplomat mampu menarik perhatian lawan diplomasinya melalui kekuatan personal, misalnya keahliannya dalam membuka peluang bisnis dan hubungan prospektif di masa depan.

Dengan demikian, diplomasi Erick dapat dinilai sukses melalui kemampuan personal diplomacy yang mana Jokowi mengandalkan hal tersebut untuk menyelesaikan sejumlah urusan penting.

Baca juga :  Prabowo, the Game-master President?

Berdasarkan segala kapabilitas dan kelebihannya, apakah Erick telah benar-benar pantas disebut cawapres ideal? Serta, siapa parpol atau “tuan” yang paling mungkin mengusung dirinya sebagai kandidat RI 2?

image 120

Cawapres “Paket Komplit”?

Menilik kembali pada uraian mengenai personal power Erick dalam berdiplomasi, hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam konteks Politik dan Kekuasaan pada buku berjudul Organizational Behavior yang ditulis oleh Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge.

Menurut keduanya, arti dari personal power adalah kekuasaan yang diperoleh karena individu memiliki karakteristik yang unik berdasarkan keahlian, rasa hormat, dan kekaguman orang lain. Sifat dari kekuasaan ini tidak selalu eksklusif dari kekuasaan formal, namun dapat bersifat mandiri.

Jenis-jenis dari personal power dibagi menjadi dua, yaitu kekuasaan ahli dan kekuasaan referen. Kekuasaan ahli adalah kekuasaan yang dipengaruhi oleh hasil dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan yang terspesialisasikan.

Sementara, kekuasaan referen merupakan kekuasaan yang didasari oleh identifikasi individu yang memiliki sumber daya atau sifat pribadi yang diinginkan sehingga memiliki pengaruh atas orang lain karena dinamisme karismatik, kesukaan, dan daya tarik emosional mereka.

Berdasarkan uraian mengenai kelebihan-kelebihan tadi, terlihat bahwa Erick tidak hanya memiliki kekuasaan ahli tetapi juga kekuasaan referen. Oleh karenanya, Erick dapat memengaruhi seseorang untuk bertindak dalam konteks politik sehingga menjadi suatu hal yang tidak mengherankan jika dirinya kerap didekati oleh berbagai parpol.

Salah satu parpol yang agaknya paling dekat Erick yaitu PAN. Erick dikabarkan kerap menghadiri sejumlah acara internal PAN.

Setidaknya, baru-baru ini dia telah menghadiri Pelantikan Perempuan Amanat Nasional (PUAN) DPW DKI Jakarta periode 2022-2025 dan sebelumnya juga turut menghadiri undangan senam pagi bersama ibu-ibu dan remaja perempuan PAN dengan mengenakan baju biru.

Ketua Umum (Ketum) PAN Zulkifli Hasan memang dalam beberapa kesempatan mengajak Erick Thohir terlibat dalam sejumlah kegiatan PAN. Pada acara pelantikan PUAN DPW DKI Jakarta, Zulkifli bahkan mengungkap bahwa dirinya sudah menganggap Erick sebagai bagian dari keluarga dan sebaliknya.

Akan tetapi, jika kembali melihat peluang terbaik keterpilihannya adalah berduet dengan Prabowo sebagai cawapres, Erick kiranya masih mungkin untuk masuk radar Partai Gerindra. Yang jelas, manuver parpol lain tampaknya juga akan memperhitungkan Erick sebagai kandidat potensial di kontestasi elektoral 2024.

Di atas semua itu, dapat disimpulkan bahwa Erick Thohir agaknya memang merupakan cawapres yang ideal. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kapital pribadinya.

Jika merujuk pada teori politik dan kekuasaan oleh Robbins dan Judge bahwa Erick memenuhi dua jenis kekuasaan yakni kekuasaan ahli dan kekuasaan referen yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tindakan dalam konteks berpolitik, terutama bagi para entitas parpol menyongsong 2024. (Z81)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

More Stories

Paspor Cepat Hanya Bisnis Imigrasi?

Permohonan paspor sehari jadi menuai respons negatif di jagat sosial media. Biaya yang dibutuhkan untuk mengakses pelayanan ini dinilai jauh lebih mahal ketimbang pelayanan...

Zelensky “Sulut” Perang di Asia?

Dampak perang Ukraina-Rusia mulai menyulut ketegangan di kawasan Asia, terutama dalam aspek pertahanan. Mampukah perang Ukraina-Rusia  memicu konflik di Asia? PinterPolitik.com Perang Ukraina-Rusia tampaknya belum memunculkan...

Bakar Al-Quran, Bukti Kemunafikan Barat?

Aksi pembakaran Al-Quran menuai berbagai sorotan, terutama kaum muslim di dunia. Kendati demikian, pemerintah Swedia menganggap aksi tersebut sebagai bentuk kebebasan berekspresi, namun secara...