Site icon PinterPolitik.com

Ekonomi Global, Tumbal Sri Mulyani?

Ekonomi Global Tumbal Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika diwawancarai. (Foto: Istimewa)

Kondisi global kini dianggap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai salah satu penyebab bagi lesunya kondisi perekonomian. Apakah benar? Lalu, bagaimana tantangan tersebut berdampak bagi karir Sri dalam menyongsong kabinet Joko Widodo (Jokowi) 2.0?


PinterPolitik.com

“It’s in their best interest to protect their investment” – Eminem, penyanyi rap asal Amerika Serikat

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mungkin tengah pusing-pusingnya memutar otak. Pasalnya, situasi global terkini dinilai semakin mengikis kondisi perekonomian global dan dapat berdampak pada banyak negara.

Ketidakpastian global ini membuat Sri geram. Bahkan, ekonom ini pun menuding Amerika Serikat (AS) sebagai pihak memulai Perang Dagang dengan Tiongkok telah menyakiti perekonomian global dan berbagai negara.

Perang Dagang ini juga tampaknya membuat pusing Presiden Joko Widodo (Jokowi). Akibatnya, Sri bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution kerap dipanggil oleh sang presiden guna membahas hal ini.

Rasa frustrasi Jokowi terhadap ketidakpastian global ini pun sempat diutarakannya dalam suatu kegiatan forum internasional, di mana sang presiden mengibaratkan kondisi perekonomian yang ada dengan film Avengers: Infinity War.

Bisa jadi, kondisi perekonomian dunia ini yang membuat pemerintahan Jokowi gagal meraih target pertumbuhan 7 persen. Sri menilai bahwa Perang Dagang membuat pertumbuhan global menurun sehingga berujung pada fluktuasi nilai tukar rupiah.

Pertanyaannya, apakah benar Indonesia mendapatkan dampak besar dari kondisi global tersebut? Lalu, apakah Sri dapat bertahan dalam kabinet Jokowi 2.0 dengan berbagai tantangan ekonomi global tersebut?

Indonesia Terdampak?

Perang Dagang antara memang disebut-sebut berdampak negatif bagi berbagai negara, bahkan termasuk bagi AS dan Tiongkok sendiri. Meskipun begitu, tidak semua negara benar-benar mendapatkan efek negatif dari persaingan geopolitik kedua negara tersebut.

Beberapa negara dianggap mendapatkan efek positif dengan adanya Perang Dagang. Negara-negara berkembang di Asia dinilai dapat memperoleh keuntungan.

Berbagai ekonom memprediksi bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur yang sebelumnya banyak bertengger di Tiongkok akan mulai memindahkan kegiatan produksinya ke negara-negara Asia lainnya. Salah satunya adalah Vietnam.

Negara Asia Tenggara ini bahkan dinilai menjadi pemenang terbesar dalam Perang Dagang yang merugikan banyak negara ini. Berbeda dengan Tiongkok yang tingkat pertumbuhan tahunannya mencapai nilai -13,9 persen, Vietnam tampak tetap bersinar dengan tingkat pertumbuhan yang meningkat secara signifikan hingga 40,2 persen pada tahun 2018.

Indikator ekonomi Vietnam lainnya juga menunjukkan besarnya keuntungan yang diraih oleh negara ini dalam Perang Dagang. Tingkat inflasi Vietnam misalnya, menurun drastis hingga kisaran 2,16 persen. Padahal, negara ini pernah memiliki tingkat inflasi tinggi, yaitu sebesar 28 persen dalam satu dekade lalu.

Meskipun begitu, Vietnam dinilai bukanlah satu-satunya negara yang bisa mengambil keuntungan dari Perang Dagang. Sebuah laporan dari The Economist menjelaskan bahwa Myanmar dan Kamboja mendapatkan keuntungan berupa peningkatan ekspor.

Beberapa negara Asia Tenggara yang paling dirugikan oleh Perang Dagang adalah Singapura dan Brunei Darussalam yang mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi hingga -1,5 persen.

Indonesia dinilai tidak terlalu dirugikan maupun diuntungkan oleh Perang Dagang dari segi pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil. Share on X

Selain Vietnam dan negara-negara tersebut, Jepang juga dinilai tidak terlalu terdampak oleh Perang Dagang tersebut. Perusahaan-perusahaan asal negara tersebut sebagian besar menjalankan industri manufakturnya di dalam negeri.

Di sisi lain, Indonesia dinilai tidak terlalu dirugikan maupun diuntungkan oleh Perang Dagang – dari segi pertumbuhan ekonomi yang cenderung stabil. Pendapat senada juga pernah diungkapkan oleh ekonom Muhammad Chatib Basri.

Menurut Mantan Menkeu tersebut, dampak Perang Dagang terhadap pertumbuhan Indonesia hanya berkisar 0,1 persen sehingga tidak terlalu berdampak besar bagi perekonomian Indonesia.

Bila memang Perang Dagang tidak memiliki dampak besar bagi perekonomian Indonesia, mengapa Sri menyalahkan situasi global sebagai penyebab persoalan menurunnya investasi di Indonesia?

Sokongan Asing?

Ekonom Rizal Ramli menilai bahwa Sri menerapkan kebijakan yang dianggapnya banyak merugikan masyarakat. Bahkan, Rizal menilai Sri merupakan menkeu terburuk di era pemerintahan Jokowi.

Menurut Rizal, Sri menerapkan kebijakan yang mendukung kepentingan investor asing. Selain itu, daya beli masyarakat menurun. Akibatnya, banyak perusahaan domestik merugi.

Pernyataan Rizal terkait kebijakan Sri yang mendukung pihak asing bisa saja benar. Pasalnya, Menkeu Sri juga ingin menerapkan berbagai kebijakan yang dapat menarik investasi langsung (foreign direct investment atau FDI) ke Indonesia. Padahal, ekonom Faisal Basri menilai bahwa investasi Indonesia sudah cukup “nendang,” bahkan ditakutkan kurang tepat sasaran.

Stephen D. Cohen dalam bukunya yang berjudul Multinational Corporations and Foreign Direct Investment menjelaskan bahwa investasi langsung FDI tidak serta merta membawa keuntungan bagi negara penerima. Pasalnya, upaya pemenuhan keuntungan perusahaan-perusahaan yang tanpa henti tersebut dapat membawa dampak buruk bagi keadaan sosial masyarakat negara penerima.

Boleh jadi, dampak tersebut mulai terlihat dalam FDI yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asal Tiongkok di industri semen. Perusahaan-perusahaan tersebut pun kini ditengarai dapat mengancam keberlangsungan perusahaan-perusahaan semen asal Indonesia.

Dengan kebijakan-kebijakan Sri yang dapat merugikan perekonomian domestik, apakah Jokowi akan tetap mempertahankan Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut dalam kabinet jilid keduanya?

Berbagai kebijakan pro-investasi Sri bisa jadi berkaitan dengan kepentingan para investor. Sebagian besar investor juga ditengarai ingin mantan pimpinan Bank Dunia tersebut untuk kembali duduk di dalam kabinet Jokowi 2.0.

Keinginan para investor tersebut tergambarkan dalam suatu survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC). Dalam survei tersebut, para investor dinilai ingin Sri kembali menjadi Menkeu dalam kabinet Jokowi 2.0, bahkan hingga menjadi Menko Perekonomian.

Di sisi lain, salah satu alasan Jokowi untuk melibatkan Sri dalam kabinetnya pada tahun 2016 adalah koneksi internasional yang dimiliki oleh Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut. Boleh jadi, koneksi-koneksi internasionalnya inilah yang dapat membuat dirinya bertahan dalam kabinet Jokowi 2.0.

Media Bloomberg juga pernah menulis mengenai kemungkinan Sri untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi di kabinet Jokowi 2.0, yakni Menko Perekonomian. Uniknya, pendiri media tersebut, Michael Bloomberg, pernah menemui Sri di London dan membahas pasar keuangan dan pembangunan infrastruktur.

Gelombang kabar bahwa Sri merupakan menteri yang pro-asing juga sering kali mencuat. Kehadiran Sri sebagai menteri pro-asing ini pernah diutarakan oleh Rachmawati Soekarnoputri yang menganggap Jokowi juga mendorong kepentingan asing.

Selain itu, keinginan pemerintahan Jokowi dan Sri untuk mendukung perkembangan ekonomi digital di Indonesia ditengarai juga sejalan dengan kepentingan asing. Bila ditilik kembali, sebagian besar start-up di Indonesia mendapatkan suntikan dana dari perusahaan asing yang berujung pada dominasi penjualan produk impor dalam aplikasi-aplikasi tersebut.

Meski begitu, gambaran kemungkinan adanya sokongan asing tersebut belum dapat dipastikan. Yang jelas, berbagai investasi yang masuk ke Indonesia bisa jadi mengancam perekonomian dan perusahaan-perusahaan domestik.

Namun, bila benar begitu, lirik rapper Eminem di awal tulisan bisa jadi menggambarkan hal itu. Merupakan kepentingan para investor untuk melindungi investasinya, entah apakah itu melalui pemerintah atau tidak. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Mau tulisanmu terbit di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version