HomeNalar PolitikDudung Kepala BIN, Siapa KSAD Selanjutnya?

Dudung Kepala BIN, Siapa KSAD Selanjutnya?

Road to 2024: The Next Panglima TNI #2

Probabilitas besar Laksamana Yudo Margono sebagai Panglima TNI berikutnya membuat TNI AD harus menelurkan jenderal bintang empat baru sebelum Dudung purna tugas. Posisi Kepala BIN agaknya cukup ideal bagi eks-Pangdam Jaya.


PinterPolitik.com

Pada artikel PinterPolitik sebelumnya yang berjudul Laksamana Yudo Pasti Panglima? telah dijelaskan kemungkinan pemberian tongkat komando Panglima TNI dari Jenderal Andika Perkasa kepada sosok yang kini merupakan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL).

Belakangan, gestur-gestur yang ditampilkan Laksamana Yudo Margono agaknya semakin mengindikasikan ke arah itu, di mana satu yang terbaru eksis pada akhir pekan lalu.

Sabtu malam kemarin, Laksamana Yudo bertandang ke Lapangan Bhayangkara Mabes Polri Jakarta pada agenda pagelaran wayang kulit dalam rangka hari Bhayangkara ke-76.

Selain Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beserta pejabat utama Polri, acara itu juga dihadiri Ketua Komisi III DPR dari PDIP Bambang Wuryanto serta ratusan masyarakat yang cukup antusias menyaksikan pagelaran kesenian bertajuk “Semar M’bangun Kahyangan”.

Menariknya, mantan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I itu menjadi satu-satunya jenderal bintang empat aktif di institusi TNI yang hadir dalam acara tersebut.

Dua pekan sebelumnya, Laksamana Yudo juga menjadi “perwakilan tunggal” TNI kala diundang Kapolri untuk meramaikan Fun Bike Semarak Bhayangkara yang disebut diikuti 33 ribu peserta, mulai anggota TNI-Polri hingga masyarakat umum.

Gestur-gestur tersebut seolah menyimbolkan penjajakan awal soliditas TNI-Polri dalam tampilan yang berbeda, terutama jelang pergantian Panglima TNI pada akhir tahun ini.

Di tambah, KSAL dipercaya mewakili Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa saat membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri tahun 2022 pada 1 Maret 2022 lalu saat TNI-1 terkena Covid-19.

Walaupun tentu terdapat penjelasan lain mengapa Laksamana Yudo menjadi sosok prominen TNI yang hadir di hari Bhayangkara, tak keliru kiranya untuk memberikan interpretasi bahwa hal itu kian menguatkan sinyal dan peluangnya sebagai Panglima.

Di saat bersamaan, dampak terhadap TNI AD agaknya akan cukup signifikan jika Laksamana Yudo fix didapuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Panglima TNI berikutnya.

Satu yang tak kalah menarik adalah adanya skenario menggeser Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman ke posisi lain lebih awal demi prioritas dan proyeksi stabilitas politik serta pemerintahan ke depan. Mengapa demikian?

image 6

Dudung Penerus Ideal BG?

Terdapat dua hal yang saling bertautan dan membuat penunjukkan Laksamana Yudo sebagai Panglima TNI akan berdampak pada probabilitas skenario menarik di tubuh angkatan darat.

Pertama, Laksamana Yudo – yang pensiun pada akhir tahun 2023 posisinya sebagai Panglima TNI – kemungkinan besar akan diteruskan jenderal bintang empat dari matra darat dengan urgensi mengawal Pemilu 2024.

Kedua, KSAD Jenderal Dudung yang purna tugas bersamaan dengan Laksamana Yudo agaknya mengharuskan adanya promosi lebih awal bagi sosok letnan jenderal lain sebelum mantan Pangdam Jaya itu pensiun. Tentu untuk menjadi KSAD terlebih dahulu sebelum menjadi Panglima TNI pada tahun 2024.

Hal itu dikarenakan, belum ada satupun sosok Panglima TNI yang sebelumnya tidak menjabat kepala staf matra, paling tidak sejak era Reformasi. Itulah yang kemudian membuat peluang penggeseran Jenderal Dudung ke posisi lain – beriringan dengan promosi Laksamana Yudo sebagai Panglima TNI – menemui relevansinya.

Baca juga :  Pedang Bermata Dua Anies?

Lantas, posisi apa yang paling memungkinkan bagi Jenderal Dudung selepas KSAD?

image 5

Satu yang kiranya cukup ideal adalah menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menggantikan Jenderal Pol. (Purn.) Budi Gunawan (BG).

Jika ditinjau dari segi timing, suksesi kepemimpinan badan telik sandi kiranya cukup tepat untuk segera dilakukan mengingat kepemimpinan BG yang sudah cukup lama dan dinilai telah menunaikan tugasnya dengan baik.

Setelah tak lagi berkantor di Pasar Minggu, BG bisa saja menjadi sosok kritikal sebagai penasihat politik bagi Presiden Jokowi maupun Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang selama ini diketahui memiliki kedekatan.

Rekaan pergeseran posisi Kepala BIN itu sendiri agaknya dapat dipahami sebagai sebuah taktik dalam permainan catur. Patrick Burns dalam Political Chess is Game of Chance as End Game Nears menjadikan catur sebagai metafora politik, dan menyebutkan bahwa setiap gerakan yang dilakukan politisi dapat dianalisis dan ditafsirkan.

Pada konteks rotasi Jenderal Dudung sebagai Kepala BIN untuk menggantikan BG, kiranya merepresentasikan langkah rokade, yakni gerakan khusus dengan menukar posisi raja dan benteng.

Rokade memiliki dua tujuan yang bernilai, yakni untuk memindahkan raja ke tempat yang lebih ideal dari segi momentum dan memindahkan benteng agar semakin aktif di tengah papan permainan.

Dalam hal ini, dengan karakteristiknya, keberadaan Jenderal Dudung sebagai Kepala BIN kiranya dapat menjadi penyegaran manuver di bidang intelijen di bawah komando Presiden Jokowi.

Apalagi Jenderal Dudung memiliki keistimewaan karena berasal dari angkatan darat. Mengenai hal itu, Profesor Vedi Hadiz dari Murdoch University Australia mengatakan bahwa TNI AD kerap menjadi kepercayaan Presiden Jokowi untuk meneguhkan posisi politiknya.

Jika ditinjau dari hal-hal penunjang, Jenderal Dudung pun memiliki sejumlah relevansi. Pertama, serupa dengan BG, dia memiliki impresi positif di hadapan Megawati yang memiliki signifikansi lebih dalam politik dan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.

Hal itu ditorehkannya sejak membangun patung Bung Karno saat menjabat Gubernur Akademi Militer (Akmil) plus berhasil meredam Front Pembela Islam (FPI) dan Habib Rizieq Shihab (HRS) saat menjadi Pangdam Jaya.

Atas dasar itu, Jenderal Dudung kiranya memiliki kemiripan dalam dimensi yang berbeda dengan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang cukup “aktif secara politik” sebagaimana dijelaskan John Mcbeth dalam Military Ambitions Shake Indonesia’s Politics.

Kedua, Jenderal Dudung dapat mengulangi preseden BG sebagai Kepala BIN saat menjadi jenderal bintang empat aktif. Di TNI AD sendiri hal itu agaknya tak menjadi persoalan seperti di Polri, mengingat adanya pos KSAD dan Panglima TNI. Bahkan, justru dapat menjadi ihwal positif seperti yang diutarakan Hadiz.

Ketiga, latar belakang berdinas di satuan intelijen tak mutlak sebagai prasyarat menjadi seorang Kepala BIN, mengingat baik di TNI maupun Polri, aspek intelijen telah menjadi salah satu skill mendasar level perwira.

Letjen (Purn.) Marciano Norman yang berasal dari kecabangan kavaleri pun pernah dipercaya dan dapat menunaikan tugasnya dengan apik saat memimpin BIN pada Oktober 2011 hingga Juli 2015.

Baca juga :  Gibran Wants to Break Free?

Bahkan, modal kedekatan politik agaknya justru membuat Jenderal Dudung memiliki keunggulan dibandingkan siapapun saat ini. Jack Davis dalam Intelligence Analysts and Policymakers: Benefits and dangers of tensions in the relationship mengatakan bahwa badan intelijen harus menjaga hubungan baik dengan pemangku kebijakan untuk memperkaya produk intelijennya.

Tinggal pertanyaanya, sejauh mana Presiden Jokowi, Megawati, dan PDIP menaruh kepercayaan kepada Jenderal Dudung untuk menggantikan BG.

Lantas, jika Jenderal Dudung nantinya benar-benar diplot sebagai Kepala BIN lebih awal, siapakah sosok yang tepat sebagai suksesornya sebagai KSAD?

image 4

Panglima 2024 Sangat Sengit?

Urgensi menelurkan bintang empat baru sebelum Jenderal Dudung pensiun agaknya akan cukup menarik untuk dinantikan. Presiden Jokowi kemungkinan akan dihadapkan pada bertaburnya opsi potensial sebagai KSAD untuk kemudian dijadikan Panglima TNI.

Jika mengacu pada riwayat kepercayaan Presiden Jokowi dalam menempatkan “perwira Istana” maupun “perwira Solo” dalam jabatan strategis, terdapat sejumlah nama yang potensial menjadi suksesor Jenderal Dudung.

Tercatat, ada nama Letjen Suharyanto (Kepala BNPB, 54 tahun), Letjen Agus Subiyanto (Wakasad, 54 tahun), Letjen Teguh Pudjo Rumekso (Sesmenkopolhukam, 54th), Letjen Maruli Simanjuntak (Pangkostrad, 52 tahun), Mayjen Widi Prasetijono (Pangdam IV/Diponegoro, 51 tahun), hingga Mayjen Tri Budi Utomo (Pangdam VI/Mulawarman, 51 tahun).

Belum termasuk nama Letjen I Nyoman Cantiasa (Pangkogabwilhan III, 55 tahun) dan Mayjen Kunto Arief Wibowo (Pangdam III/Siliwangi, 51 tahun) sebagai kuda hitam di luar dua tradisi Presiden Jokowi.

Di antara nama-nama itu, Presiden Jokowi tentu telah memahami dan memiliki pertimbangan yang akan menjadi pedomannya, seperti aspek regenerasi TNI yang ideal dan tidak terlampau cepat, proyeksi tantangan keamanan di tahun politik 2024, hingga kalkulasi politik lainnya.

Akan tetapi, kriteria berlatar belakang pasukan khusus kemungkinan akan jadi satu penilaian ekstra jelang tahun politik 2024. Steve Lewis dalam Special Operations Forces’ Role in Political Warfare menjelaskan bahwa pasukan khusus memiliki kemampuan istimewa dan terlatih untuk berhadapan dengan situasi darurat dan tak terduga, termasuk ekses dinamika politik.

Pasukan khusus juga dibekali dengan kapabilitas untuk merancang dan melaksanakan kegiatan perang politik taktis yang memiliki efek strategis, yakni untuk memukul dengan kualifikasi komando, bertahan dengan kemampuan gerilya, dan memanipulasi lewat kemampuan operasi psikologis (psyops).

Terlebih, dalam konteks calon KSAD, perwira yang berasal dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) kerap mendapat kepercayaan lebih dari Presiden Jokowi, termasuk Jenderal Andika Perkasa.

Jika bertolak dari serangkaian pertimbangan itu, suksesor Jenderal Dudung kiranya mengerucut menjadi dua nama potensial, yakni Letjen Agus Subiyanto dan Letjen I Nyoman Cantiasa. Tinggal, faktor-faktor yang bersifat dinamis ke depannya yang agaknya akan menentukan.

Bagaimanapun, penjabaran di atas masih sebatas skenario berbasis interpretasi semata. Segala keputusan tentu menjadi hak prerogatif Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.

Namun, diharapkan pergantian pimpinan TNI dilakukan berdasarkan asas profesionalitas dan dapat memecahkan masalah regenerasi secara bertahap, proporsional, dan berkelanjutan. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?