Satu per satu pengacara Setya Novanto memilih mundur. Mungkinkah ini tanda-tanda Papa bakal kalah?
PinterPolitik.com
[dropcap]S[/dropcap]idang kasus e-Ka-te-pe masih terus bergulir. Kelihatannya Papa Setya Novanto mulai keteteran. Soalnya kedua pengacara andalannya, Om Fredrich Yunadi dan Om Otto Hasibuan memilih angkat kaki. Kini tinggal Om Maqdir Ismail yang masih ‘setia’ di samping Papa.
Peristiwa ini dinilai agak aneh. Sebab, Om Otto bisa dikatakan baru sebulan saja bergabung dengan tim pembela Papa. Kok tiba-tiba mundur. Ada apa ya, Om? Bayarannya kurang atau gimana nih, Om?
Om Fredrich yang terkenal cerewet dan galak dalam membela Papa, juga ikut-ikutan mundur. Lho, kenapa Om? Kok jadi penakut gini sih, Om? Bayarannya kurang atau memang udah nggak yakin bisa bikin Papa menang?
Dua Pengacara 'Andalan' Setya Novanto Mundur, Siapa yang Masih Bertahan? – https://t.co/vNavGh7b5t
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) December 8, 2017
Sidang lanjutan praperadilan Papa, tetap dilanjutkan Senin (11/12) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak Papa. Konon katanya, Papa mau menghadirkan dua orang saksi ahli. Sedangkan, Selasa (12/12) giliran Ka-pe-ka yang menghadirkan lima saksi dan ahli. Wow, Ka-pe-ka kayaknya nggak mau kecele lagi ya?
Sebelumnya Hakim Kusno juga sempet mempertimbangkan kalau sidang pra peradilan Papa nggak usah dilanjutin lagi. Sebab, sidang kasus e-Ka-te-pe udah akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu besok (13/12).
Apa maksud dibalik pertimbangan Hakim Kusno ya? Jangan-jangan ini upaya untuk menggugurkan praperadilan Papa atau memang Papa udah nggak bisa ngapa-ngapain lagi?
Kayaknya potensi Papa untuk kalah, cukup besar. Hal ini ‘terendus’ oleh Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Beliau mengatakan bahwa merujuk pada Pasal 82 KUHAP, maka praperadilan Papa berpotensi gugur di tengah jalan.
Soalnya, putusan praperadilannya baru akan keluar, Rabu (13/12), sehari sebelum sidang di Tipikor yang digelar Kamis (14/12). Maka, jika dipikirkan baik-baik sebenarnya ada atau tidaknya praperadilan, nasib Papa tetep ‘setali tiga uang’. Praperadilan seharusnya tak lagi relevan, karena berkas sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Kalau seperti ini, kayaknya nasib Papa bukan sekadar di ujung tanduk lagi, tapi udah di bibir jurang nih. Mungkinkah ini akhir perjuangan Papa? (K-32)