HomeHeadlineDitolak PKB, Airlangga Jadi Cawapres Anies?

Ditolak PKB, Airlangga Jadi Cawapres Anies?

Kuat dugaan Anies Baswedan ingin dijegal maju di Pilpres 2024. Itu membuat pertarungan dua poros kemungkinan besar terulang lagi di 2024. Namun, manuver politik Airlangga Hartarto dapat menjadi pembeda. Jika bergabung dengan Koalisi Perubahan, Airlangga dapat menjadi kunci terbentuknya tiga poros di 2024.


PinterPolitik.com

“To be successful you need friends and to be very successful you need enemies.” ― Sidney Sheldon

Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Safari Airlangga Sinyal Tiga Poros di 2024? pada 5 Maret 2021, telah dijabarkan bahwa safari politik intens Airlangga Hartarto tampaknya merupakan sinyal terbentuknya tiga poros di Pilpres 2024.  

Dua tahun kemudian, artikel itu tampaknya menjadi semacam ramalan politik. Di tengah kekhawatiran kandasnya Anies Baswedan sebagai capres, Airlangga muncul sebagai sosok yang dapat mengunci terbentuknya tiga poros.

Kendati poros Anies (Koalisi Perubahan) adalah poros pertama yang memulai perlombaan, poros itu justru yang paling rentan karena disikut sana-sini. Sorotan utama tertuju pada Partai Demokrat. Langkah peninjauan kembali (PK) kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung (MA) dinilai kuat sebagai cara mencabut Demokrat dari Koalisi Perubahan.

Ada pula kekhawatiran Demokrat mencabut dukungan apabila Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak dipilih menjadi cawapres Anies. Rencana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menemui Prabowo Subianto menguatkan kecurigaan itu. Bukan tidak mungkin Demokrat akan bergabung ke koalisi Gerindra sebagai opsi alternatif.

Atas gamangnya posisi Demokrat, Partai Golkar dinilai menjadi harapan baru. Bubarnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) secara de facto membuat Golkar ditawari untuk bergabung dengan Koalisi Perubahan. Bahkan, NasDem dan PKS membuka kemungkinan Airlangga menjadi cawapres Anies apabila bergabung dengan Koalisi Perubahan.

Pertanyaannya sederhana. Bukankah sebelumnya menguat isu Airlangga menjadi cawapres Prabowo? Kemudian, bukankah bergabung dengan Koalisi Perubahan menempatkan Airlangga dan Golkar sebagai lawan PDIP?

airlangga tetap capres

Kalkulasi Golkar

Pertemuan Golkar dan PKB pada 10 Mei 2023 menjadi kunci untuk melihat manuver partai beringin. Harapan menjadi cawapres Prabowo sepertinya pupus usai PKB hanya menawari Airlangga sebagai ketua tim pemenangan.

Baca juga :  AHY, the New “Lee Hsien Loong”?

“Terus terang saya kaget dengan pernyataan seperti itu,“ ungkap Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily. Dengan ambisi Golkar mengusung Airlangga di Pilpres 2024, tawaran semacam itu tentu tidak bisa diterima.

Mengutip penelitian Julie Blais, Scott Pruysers, dan Philip G. Chen yang berjudul Why Do They Run? The Psychological Underpinnings of Political Ambition, apa yang mengarahkan perilaku atau langkah politisi adalah ambisinya.

Terlepas dari perbedaan karakter, kekayaan, keluarga, dan seterusnya, kita dapat mengetahui langkah politisi apabila mengetahui ambisinya. Ambisi adalah variabel universal yang tidak terpengaruh oleh perbedaan personalitas.

Kemudian, di poros PDIP potensi mengusulkan Airlangga juga terbilang sangat kecil. PDIP pasti mengincar cawapres yang menaikkan keterpilihan Ganjar Pranowo. Sejauh ini, sosok yang kuat di Jawa Timur atau dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi yang terdepan untuk disebutkan.

To be honest, Airlangga sekiranya tidak memenuhi kriteria yang dibutuhkan PDIP. Oleh karenanya, untuk memastikan ambisi maju di Pilpres 2024, bergabung ke Koalisi Perubahan sebagai cawapres Anies dapat menjadi pilihan yang masuk akal.

Lagipula, kedua pihak akan mendapatkan keuntungan dari itu. Bergabungnya Golkar akan menguatkan modal politik dan posisi tawar Koalisi Perubahan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Golkar adalah ladangnya politisi berkantong tebal.

Simpulan senada juga diungkap oleh Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting (ASRC) Dimas Oky Nugroho.

“Sangat mungkin bagi Airlangga membuka peluang terwujudnya poros ketiga dalam pilpres jika tidak terwujud deal politik yang melibatkan partai besar, seperti PDIP dan Gerindra,” ungkap Dimas pada 1 Mei 2023.

Sekarang, kita lanjut ke pertanyaan kedua. Apakah Golkar tidak khawatir berposisi diametral atau berhadapan dengan PDIP yang merupakan petahana?

Baca juga :  PDIP Gabung Prabowo, Breeze atau Hurricane? 
airlangga kunci 3 porosartboard 1 1

Tidak Ada Zero-Sum Game

Pertanyaan itu menjadi krusial karena habituasi Golkar adalah bergabung dengan koalisi pemerintah. Akbar Tanjung dalam buku The Golkar Way menjelaskan, dijadikannya Partai Golkar sebagai mesin politik Orde Baru sepertinya membuat partai beringin terbiasa untuk mendekatkan diri kepada kekuasaan.

Katakanlah PDIP kembali menang di Pilpres 2024, bukankah itu membuat Golkar terlempar menjadi oposisi? Terlebih lagi PDIP sangat terlihat tidak menyukai Anies Baswedan.

Well, sayangnya itu tidak perlu terlalu ditakutkan. Cara berpikir seperti itu adalah zero-sum game, yakni menilai politik pasti berbuah kemenangan atau kekalahan – hanya salah satu.

Shai Davidai dan Martino Ongis dalam tulisan The politics of zero-sum thinking: The relationship between political ideology and the belief that life is a zero-sum game, menyebut cara pandang itu telah menjadi pemahaman umum. Berbagai pihak menilai kemenangan politisi atau partai politik selalu di atas kekalahan lawan politiknya.

Yang menjadi persoalan adalah, dalam kehidupan sehari-hari, termasuk politik, zero-sum game sering kali tidak terjadi. Zero-sum game hanya terjadi pada kondisi khusus yang rigid – umumnya dalam aktivitas ekonomi seperti pembelian saham.

Dalam aktivitas politik, adagium “menang atau hancur” khas zero-sum game justru sangat dihindari. Kita misalnya dengan mudah melihat fenomena partai oposisi bergabung ke koalisi pemerintah. Di Pilpres 2014 Golkar adalah kubu Prabowo, namun bergabung ke koalisi pemerintah sampai sekarang.

Lebih gamblang lagi adalah Gerindra. Setelah bersitegang kuat sejak Pilpres 2014, Prabowo justru membawa Gerindra bergabung ke koalisi pemerintah. Presiden Jokowi kemudian memberikan dua kursi menteri.

Singkatnya, bergabung dengan Koalisi Perubahan dengan potensi menjadi cawapres Anies bukanlah pilihan buruk bagi Airlangga. Tidak hanya meninggalkan catatan sejarah karena pernah maju sebagai cawapres, Airlangga juga menjadi kunci terbentuknya tiga poros di Pilpres 2024. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...